Yusril: Pemerintah Indonesia Wacanakan Pemulangan Hambali dari Guantanamo

3 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan Pemerintah Indonesia mewacanakan pemulangan mantan tokoh militan Jemaah Islamiyah, Encep Nurjaman alias Hambali, dari penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba. Hambali adalah terdakwa kasus Bom Bali dan Bom JW Marriott.

“Bagaimanapun Hambali adalah warga negara Indonesia. Betapa pun salah warga negara kita di luar negeri, tetap kita harus berikan perhatian,” kata Yusril saat ditemui di Jakarta pada Jumat malam, 17 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Yusril menyebutkan Hambali diduga kuat terlibat dalam kasus Bom Bali 2002. Hambali sempat melarikan diri dan tidak diketahui keberadaannya hingga berhasil ditangkap. Hambali kemudian ditahan di Guantanamo atas permintaan Amerika Serikat. Namun perkaranya belum mendapat kepastian hukum karena belum diadili oleh penegak hukum setempat.

Menurut Yusril, kasus Hambali telah kedaluwarsa jika diadili berdasarkan hukum Indonesia. Sebab, kasus terorisme yang melibatkan Hambali terjadi sekitar 23 tahun lalu.

“Berdasarkan hukum Indonesia, sebenarnya, kalau kejahatan itu diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, itu ada kedaluwarsanya. Kalau lebih 18 tahun, perkara itu sudah tidak bisa dituntut lagi,” ujarnya.

Dia menyebutkan pihaknya akan berdiskusi lebih lanjut dengan Presiden Prabowo Subianto mengenai hal itu. Pemerintah Indonesia nantinya juga akan membicarakan wacana pemulangan Hambali dengan Pemerintah Amerika Serikat.

“Sekarang kan juga kami masih belum tahu kewenangan siapa, Amerika Serikat atau Kuba? Karena wilayahnya (Guantanamo) ada di Kuba, dan sampai hari ini dia sudah ditahan cukup lama di Guantanamo, tanpa diadili,” kataYusril.

Lebih lanjut, dia menuturkan wacana pemulangan Hambali merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap WNI yang menghadapi kasus hukum di luar negeri. 

“Supaya masyarakat tahu bahwa kita tidak hanya mengurusi narapidana asing yang ada di Indonesia, tetapi kita juga mengurusi WNI yang ada di luar negeri,” ujarnya.

Selain Hambali yang ditahan di Guantanamo, Yusril juga menyoroti WNI yang dijatuhi pidana mati di negara lain, seperti di Malaysia dan Arab Saudi.

“Di Malaysia ada sekitar 54 orang Indonesia yang dipidana mati yang belum dieksekusi. Di Arab Saudi ada beberapa. Mudah-mudahan setelah kita berbaik-baik dengan yang lain, Pemerintah Malaysia maupun Pemerintah Arab Saudi juga bisa kita ajak negosiasi untuk menyelesaikan kasus-kasus warga negara kita di luar negeri,” kata dia.

Indonesia pada Desember 2024 telah memindahkan terpidana mati kasus penyelundupan narkoba Mary Jane ke Filipina dan lima narapidana kasus Bali Nine ke Australia. Indonesia juga sedang membahas pemindahan terpidana mati kasus narkotika berkebangsaan Prancis, Serge Areski Atlaoui.

Yusril: Prancis Sepakati Syarat Pemindahan Serge Atlaoui

Yusril menuturkan Pemerintah Prancis pada dasarnya telah menyepakati syarat yang diajukan Pemerintah Indonesia perihal pemindahan Serge.

“Hampir 90 persen sudah disepakati dan Prancis itu lebih detail menerangkan kepada kita bahwa kalau kasus seperti ini di Prancis dihukum berapa lama, mereka sudah terangkan. Kalau ditransfer ke sana, apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah Prancis, mereka agak jelas menerangkan itu,” ucap Yusril.

Menurut dia, syarat pemindahan Serge sama dengan syarat pemindahan terpidana mati Mary Jane ke Filipina maupun pemindahan lima narapidana anggota kasus Bali Nine ke Australia.

Salah satu syarat dimaksud adalah Pemerintah Prancis wajib mengakui putusan pengadilan Indonesia. Dalam hal ini, Prancis mesti mengakui Serge adalah narapidana yang dijatuhi hukuman mati.

Kewenangan pembinaan narapidana akan diserahkan kepada negara bersangkutan setelah dipindahkan. Indonesia pun akan menghormati kebijakan yang akan diambil oleh Prancis, termasuk jika memberikan grasi kepada Serge.

“Jadi, kalau nanti Pemerintah Prancis akan memberikan grasi menjadi hukuman terbatas, misalnya seumur hidup atau dipidana 20 tahun, itu adalah keputusan dari Presiden Prancis yang harus kita hormati,” tuturnya.

Berdasarkan hukum Prancis, kata Yusril, kasus yang menjerat Serge dijatuhi pidana maksimal 30 tahun penjara. Serge dimungkinkan bebas jika pemerintahnya mengubah hukuman menjadi 20 tahun penjara karena dia telah menjalani pidana penjara selama sekitar 20 tahun di Indonesia.

Namun nasib Serge setelah dipindahkan masih dalam pembahasan. Menurut Yusril, Pemerintah Indonesia dan Prancis tengah merundingkan beberapa hal pokok, termasuk draf kesepakatan pengaturan praktis (practical arrangement) pemindahan Serge.

Pemerintah Prancis, kata dia, juga telah menyetujui pengaturan praktis pemindahan Serge akan ditandatangani oleh Menteri Kehakiman Prancis dan Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI. Penandatanganan itu kemungkinan dilakukan secara daring karena mempertimbangkan aspek jarak.

“Mungkin bulan Februari yang akan datang sudah bisa disepakati antara pemerintah kita dan pemerintah Prancis,” ujar Yusril.

Sebelumnya, Yusril saat dikonfirmasi melalui pesan pendek di Jakarta pada Ahad, 29 Desember 2024, menjelaskan Prancis telah mengirimkan surat permintaan resmi pada Kamis, 19 Desember 2024, soal pemindahan Serge. Surat itu dikirimkan atas nama Menteri Kehakiman Prancis yang ditujukan kepada Menteri Imipas RI.

Serge Atlaoui adalah terpidana mati dalam kasus pengoperasian pabrik ekstasi di Cikande, Tangerang, Banten, pada 2005. Dia telah berkali-kali mengajukan pengampunan kepada Pemerintah Indonesia, tetapi upaya itu kandas.

Eksekusi mati Serge Atlaoui pada 2015 ditangguhkan sehingga warga negara Prancis itu masih mendekam di penjara. Yusril menjelaskan Serge belakangan dipindahkan sementara dari Nusakambangan ke Lembaga Pemasyarakatan Salemba karena mengidap kanker.

Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Ragam Respons terhadap Isu Gibran akan Bergabung dengan Partai Golkar

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |