Zona Ekonomi Khusus Johor-Singapura Disepakati, Pengusaha Batam: Waktunya Indonesia Berbenah

8 hours ago 6

TEMPO.CO, Batam - Malaysia dan Singapura mengumumkan kesepakatan untuk membentuk Zona Ekonomi Khusus (Special Economic Zone atau SEZ) di negara bagian Johor, Malaysia untuk mendukung investasi serta mempermudah pergerakan barang dan orang antara kedua negara. Kesepakatan itu menjadi isu hangat untuk Indonesia, terutama Kota Batam, Kepulauan Riau yang berdekatan dengan kedua negara.

Menurut pengusaha kondang di Batam Johanes Kennedy Aritonang, keberadaan SEZ Johor harusnya dijadikan corrective action bagi Indonesia. Terutama bagaimana banyak kemudahan sistem dan regulasi yang dilakukan kedua negara baik Singapura atau Malaysia sehingga mereka punya daya saing.

Misalnya, kata Wakil Ketua Umum Koordinator Wilayah Sumatera Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) itu, terkait kerja sama Mass Rapid Transit (MRT) menghubungkan kawasan baru dengan Singapura. MRT kedua negara tersebut bisa mengangkut pekerja dari Johor Bahru ke Singapura sebanyak 20 ribu orang per jam. "Sedangkan kita maksimal bolak balik hanya bisa bawa 10 ribu per hari menggunakan feri. Itu per hari ya, mereka per jam," kata Johanes.

Selain kapasitasnya besar, MRT Singapura dan Malaysia itu juga murah, pulang pergi hanya 7 sampai 8 Dollar Singapura. "Sementara kita biaya feri (Batam-Singapura) 70 sampai 80 Dollar Singapura pulang pergi, di situ sudah kalah kita 90 persen," katanya. 

Selain itu mengenai kemudahan lalu lintas orang antara kedua negara. Singapura dan Malaysia cukup menggunakan face recognition, tidak ada lagi cap-cap paspor cukup lewat auto gate, penumpang bisa langsung masuk kereta. "Kalau kita (orang Singapura masuk Indonesia) masih antre dan cap paspor satu-satu. Hal itu mempengaruhi daya saing," kata Chairman Panbil Group tersebut.

Kemudian soal visa, kata Johanes, di Indonesia visa wisata tidak boleh menjalin pertemuan bisnis atau berkunjung ke kawasan industri. Pemegang kunjungan sosial (social visit) seperti orang Singapura dan Malaysia hanya boleh jalan-jalan dan berkunjung ke tempat wisata. "Kalau mereka mau lihat pabrik atau rapat bisnis harus urus visa bisnis lagi, social visit kita 30 hari, tidak boleh ninjau pabrik, tidak boleh rapat, cuma boleh wisata saja," kata Johanes. 

Sementara di Singapura, social visit itu bisa 90 hari, itu pun tidak hanya berkunjung ke destinasi wisata, pemegang visa boleh ikut rapat bicara bisnis hingga berkunjung ke pabrik perusahaan di sana, yang penting tidak boleh bekerja menerima upah.

"Jadi itu baru seputar mengenai lalu lintas manusia. Kedua mengenai insentif, insentif yang diberikan perusahaan itu dibicarakan bersama, Singapura dan Johor. Jadi dua-dua itu sepakat dan mendorong memberi kemudahan, saran kami juga kita duduk sama Singapura, paling tidak mereka juga menikmati hal yang sama di Sijori Kepri ini," kata dia. 

Sebenarnya kata Johanes, selama ini kerja sama bisnis pengusaha dan Singapura sudah terjalin, tetapi Indonesia terutama Kota Batam harus memperkuat daya saing dengan adanya SEZ tersebut. "Daya saing kita tergerus, kita harus merlakukan tindakan untuk menghadapi daya saing ini," kata dia. 

Belum lagi bicara listrik dan gas penunjang kawasan industri di Batam, kata dia, harga gas sangat menentukan tarif listrik di Batam. Ketika tarif listrik mahal, dari Singapura, Malaysia dan Vietnam, investor akan lari ke negara-negara itu.

"Masalahnya gas alam kita dari Sumatera dan Natuna dikirim ke Singapura, kita menggunakan gas impor, otomatis harga listrik jadi mahal, jadi kami sudah minta agar gas alam kita dipakai untuk listrik dalam negeri dulu, agar harga listrik lebih murah dan kawasan industri punya daya saing dengan negara lain," kata pengusaha kawasan itu.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |