TEMPO.CO, Jakarta - Kawasan Braga menjadi salah satu daya tarik wisata di Kota Bandung. Kawasan ini selalu ramai oleh wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, yang ingin menikmati suasana tempo dulu.
Dulu, Jalan Braga hanya jalan setapak berlumpur dengan nama Pedatiweg atau Karrenweg yang hanya bisa dilewati oleh pedati. Pada 1920-an tempat ini jadi pusat perbelanjaan barang mewah dan tempat kaum elite Belanda untuk melakukan pertemuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Daya tarik dari Braga memang terletak pada suasana zaman kolonial Belanda yang masih terasa hingga sekarang. Beberapa gedung peninggalan Belanda dialihfungsikan menjadi bangunan lain seperti cafe, restoran, bank, gedung pertunjukan, dan lainnya. Meski sudah berubah fungsi, tapi bentuk bangunan tetap dijaga seperti aslinya. Hingga saat ini, bangunan-bangunan bersejarah itu masih bisa ditemukan di sana.
1. Gedung Merdeka
Tepat berada di simpang tiga Jalan Braga dengan Jalan Asia Afrika terdapat Gedung Merdeka. Pada 1895, gedung merdeka adalah bangunan Societeit Concordia yang merupakan tempat hiburan masyarakat elite Belanda di Bandung. Lalu, 30 tahun setelahnya, gedung tersebut direnovasi oleh arsitektur Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker. Gedung merdeka menjadi tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955. Gedung ini sudah beberapa kali diubah fungsinya, hingga saat ini ditetapkan menjadi Museum Konperensi Asia Afrika.
2. De Majestic
Berdampingan dengan Museum Asia Afrika, ada sebuah bangunan dengan nama De Majestic yang berdiri pada 1925. De Majestic merupakan bioskop pertama di Kota Bandung bernama Concordia Bioscoop yang bergaya Indo-Eropa. Gedung ini memiliki fungsi seperti Societeit Concordia, yaitu sebagai tempat hiburan bagi elite Belanda. Di tempat ini disajikan pemutaran film yang mayoritas berasal dari Eropa. Saat ini, De Majestic difungsikan menjadi gedung pertunjukan seni dan budaya.
3. De Vries
Di seberang Gedung Merdeka berdiri gedung De Vries yang menjadi saksi diselenggarakannya KAA tahun 1955. Pada 1895 De Vries adalah toko serba ada milik Andreas de Vries yang menjual berbagai keperluan sehari-sehari. Sebelum dijadikan sebuah toko dengan nama De Vries, bangunan ini adalah Societeit Concordia tempat elite kolonial Belanda berkumpul. Setelah Societeit Concordia pindah pada 1895 ke Gedung Merdeka saat ini, Andreas membeli bangunan tersebut dan diubah olehnya menjadi sebuah toko. Kemudian, sejak 2010 gedung De Vries dipugar dan digunakan oleh Bank OCBC NISP.
4. Hotel Savoy Homann
Samping bangunan De Vries terdapat sebuah hotel bernama Hotel Savoy Homann. Hotel ini dibangun sebelum 1888 yang dimiliki oleh A. Homann seorang imigran asal Jerman. Setelah perjalanan panjang dan beberapa kali berganti pemilik, pada 1987 hotel ini dipegang oleh HEK Ruchiyat. Ia melakukan renovasi terhadap Hotel Savoy Homann dengan tetap mempertahankan bagian depan hotel seperti aslinya. Lalu, pada Januari 2000, hotel ini menjadi milik Yayasan Bidakara dan menjaga reputasinya sebagai tempat bersejarah di Kota Bandung.
5. Apotek Kimia Farma
Seberang Museum Asia Afrika dan De Viers, terdapat cagar budaya Apotek Kimia Farma. Gedung tersebut dibangun pada 1902. Sebelum dimiliki oleh N.V. Chemicalien Handel Rathkamp & Co –nama perusahan Kimia Farma dulu--bangunan ini digunakan oleh Bank N.I. Escompto Mij., toko kacamata, agen ban Dunlop, dan toko tembakau dan rokok. Sekarang, gedung tersebut tidak hanya digunakan Kimia Farma, terdapat Indomaret dan coffee shop yang ikut menempati gedung itu.
6. Sarinah Braga
Jalan Braga dulunya menjadi pusat belanja bagi borjuis Eropa. Tempat yang didatangi ialah Onderling Belang yang kini menjad Sarinah. Onderling Belang, yang berarti saling perhatian dalam bahasa Indonesia, menjual berbagai busana dengan mode Belanda dan koleksi pakaian terbaru saat masanya. Toko yang didirikan H.J.M. Koch ini merupakan cabang dari pusatnya yang ada di Amsterdam
7. Bank BJB
Jika Anda terus berjalan lurus, di simpang tiga antara Jalan Braga dengan Jalan Naripan berdiri gedung Bank BJB. Dulu, gedung tersebut digunakan Bank milik Belanda De Eerste Nederlandsche Indische Shareholding N.V. yang kemudian dinasionalisasi menjadi Bank BJB.