TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi PDI Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Maria Lestari, menjelasan alasannya 2 kali absen panggilan pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Maria mengklaim tidak tahu ada surat pemanggilan dari KPK untuk diperiksa pada Kamis, 9 Januari 2025.
"Saya klarifikasi, karena pertama tanggal 9, saya tidak mengetahui panggilan pertama saya," kata Maria di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat petang, 17 Januari 2025.
Maria menyatakan baru tahu dia dipanggil KPK justru dari pemberitaan media. Sebab, pada saat yang bersamaan dia sedang menjalani masa reses.
Anggota DPR itu menjalani pemeriksaan sebagai saksi dugaan suap Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan untuk tersangka Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.
Dalam perkara ini, KPK telah memanggil Maria untuk diperiksa sebagai saksi pada Kamis, 9 Januari dan Kamis, 16 Januari lalu. Namun politisi PDIP itu baru muncul di kantor komisi antirasuah pada Jumat pagi.
Maria Lestari merupakan anggota Fraksi PDIP DPR RI dari daerah pemilihan Kalimantan Barat I. Pada 2019 lalu, PDIP mengajukan pergantian antarwaktu ke KPU untuk Maria Lestari dan Harun Masiku. KPU mengabulkan PAW untuk Maria, namun menolak PAW untuk Harun Masiku.
Pada 24 Desember 2024, KPK menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI). Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan Hasto mengatur dan mengendalikan Donny untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR terpilih dari Dapil Sumsel I.
Hasto juga diketahui mengatur dan mengendalikan Donny untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
"HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019–23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil Sumsel I," ujar Setyo.
Selain itu, penyidik KPK juga turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan. Setyo menerangkan tindakan yang dilakukan Hasto dalam perkara obstruction of justice tersebut adalah sebagai berikut.
Pada 8 Januari 2020, dalam operasi tangkap tangan KPK, Hasto memerintahkan Nur Hasan, selaku penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir No 12 A, untuk menelpon Harun Masiku untuk merendam ponselnya dengan air dan segera melarikan diri. Hasto biasa menggunakan rumah itu sebagai kantornya.
Pada 6 Juni 2024, sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, yang bersangkutan memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP miliknya yang dipegang Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK. Hasto mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
KPK telah menetapkan eks kader PDIP Harun Masiku sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019–2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.
Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota KPU periode 2017—2022 Wahyu Setiawan. Pada saat ini, Wahyu telah bebas bersyarat dari pidana 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.