TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International menuduh negara Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada Kamis, 5 Desember 2024, sebuah tuduhan yang berulang kali dibantah oleh para pemimpin Israel, Reuters melaporkan.
Laporan yang berjudul 'You Feel Like You Are Subhuman’: Israel's Genocide Against Palestinians in Gaza didasarkan pada penelitian dan analisis hukum yang dilakukan sejak Oktober 2023 dan menyimpulkan bahwa perang Israel di daerah kantong tersebut dilakukan dengan "tujuan khusus untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza".
Kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London ini mengatakan bahwa mereka mencapai kesimpulan tersebut setelah berbulan-bulan menganalisa berbagai insiden dan pernyataan para pejabat Israel.
Amnesty mengatakan bahwa ambang batas hukum untuk kejahatan tersebut telah terpenuhi, dalam penentuan pertama kalinya selama konflik bersenjata aktif.
Apa itu Genosida?
Konvensi Genosida 1948, yang diberlakukan setelah pembunuhan massal orang Yahudi dalam Holocaust Nazi, mendefinisikan genosida sebagai "tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, baik secara keseluruhan maupun sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, ras, atau agama".
Israel secara konsisten menolak tuduhan genosida, dengan mengatakan bahwa mereka telah menghormati hukum internasional dan memiliki hak untuk membela diri setelah serangan lintas batas Hamas dari Gaza pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang.
Israel menargetkan warga sipil bukan pejuang Hamas
Amnesty International mengatakan bahwa mereka telah menganalisis pola keseluruhan tindakan Israel di Gaza, termasuk meninjau kembali pernyataan-pernyataan genosida yang dikeluarkan oleh para pejabat Israel, seperti dikutip The New Arab.
Kelompok ini menemukan bahwa Israel telah gagal untuk secara sah menargetkan para pejuang Hamas seperti yang mereka katakan, dan malah melukai dan membunuh warga sipil serta memblokir bantuan penting ke wilayah tersebut.
Kelompok ini juga menegaskan bahwa Israel telah gagal mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi warga sipil ketika diduga menargetkan anggota Hamas dan telah melakukan serangan yang tidak proporsional dan tidak pandang bulu.
Penyelidikan tersebut menemukan bahwa Israel telah melakukan berbagai kejahatan di bawah hukum internasional, dan menambahkan bahwa setidaknya 102 pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau militer Israel telah merendahkan martabat orang Palestina, menyebut atau membenarkan tindakan genosida atau kejahatan lainnya terhadap mereka.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa banyak serangan Israel ke Gaza tidak memiliki tujuan militer, dengan mengutip hasil investigasi terhadap 15 serangan yang dilakukan antara 7 Oktober 2023 dan 20 April 2024, yang menewaskan sedikitnya 334 warga sipil, termasuk 141 anak-anak.
Beberapa serangan udara menewaskan beberapa generasi sekaligus, termasuk serangan pada 20 April 2024 yang menewaskan tiga generasi keluarga Abdelal di Rafah timur.
Amnesty mengatakan bahwa serangan-serangan tersebut "dilakukan dengan cara yang dirancang untuk menyebabkan jumlah korban jiwa dan luka-luka yang sangat tinggi di antara penduduk sipil".
Mimpi buruk warga Palestina
Berbicara dalam sebuah konferensi pers di Den Haag pada Kamis, Sekretaris Jenderal Amnesty, Agnes Callamard, mengatakan bahwa Israel telah menciptakan "mimpi buruk" bagi warga Palestina di Jalur Gaza.
"Negara Israel telah melakukan dan terus melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza," ujarnya, seraya menambahkan bahwa hal ini merupakan kesimpulan yang "tegas" dari Amnesty.
"Kami tidak sampai pada kesimpulan itu dengan mudah, secara politis atau pilih kasih."
Dia, dikutip Middle East Eye, mengatakan klaim Israel kepada sekutu-sekutunya dan pihak-pihak lain bahwa serangannya ke Gaza merupakan respons yang sah terhadap "kejahatan mengerikan" yang dilakukan oleh Hamas adalah tidak sah.
"Pernyataan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Seruan untuk pencegahan genosida
Pasukan Israel telah menewaskan hampir 45.000 warga Palestina dalam 14 bulan perang di Gaza, dan masih banyak lagi yang hilang dan diduga tewas di bawah reruntuhan.
Hampir 70 persen korban adalah anak-anak dan perempuan, menurut PBB.
Konflik yang terjadi setelah serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan yang menewaskan sekitar 1.200 orang ini telah menyebabkan pengungsian 90 persen dari 2,2 juta penduduk Gaza, dengan rumah-rumah, masjid, situs-situs bersejarah, rumah sakit, gedung-gedung PBB, lahan pertanian, dan fasilitas-fasilitas lain yang dilenyapkan oleh serangan.
Selain itu, perang Israel telah menewaskan lebih banyak jurnalis selama setahun terakhir dibandingkan dengan konflik lainnya selama tiga dekade terakhir.
"Setiap serangan ini menghantam objek sipil, termasuk rumah-rumah. Dalam semua kasus, kecuali satu kasus, Israel tidak memberikan peringatan sebelum melakukan serangan," kata Callamard.
"Dan dalam kasus terakhir, meskipun Israel memberikan peringatan, itu tidak efektif. Dalam semua serangan ini, Amnesty tidak menemukan bukti bahwa ada tujuan militer yang sah di dalam atau di dekat lokasi yang diserang."
Berkenaan dengan "maksud tertentu", Amnesty International menunjuk pada komentar-komentar yang dibuat oleh sejumlah pejabat Israel sebagai bukti bahwa mereka "dengan sengaja menimbulkan kondisi kehidupan yang buruk bagi warga Palestina di Gaza yang diperhitungkan akan mengakibatkan kehancuran fisik mereka, baik secara keseluruhan maupun sebagian", dan bertentangan dengan klaim-klaim yang menyatakan bahwa mereka bertindak sebagai tindakan membela diri.
"Salah satu alasan kami menerbitkan laporan ini adalah untuk memberikan peringatan kepada masyarakat internasional dan memastikan negara-negara mengakui bahwa ini adalah genosida dan harus dihentikan sekarang juga," ujar Grazia Careccia dari Amnesty kepada Middle East Eye.
"Negara-negara memiliki pilihan yang jelas di hadapan mereka: mereka dapat memutuskan untuk terus memberikan kekebalan hukum kepada Israel atas kejahatan kekejamannya terhadap warga Palestina atau mereka dapat bertindak sekarang untuk menghentikannya. Negara-negara yang terus mentransfer senjata ke Israel harus tahu bahwa mereka menghadapi risiko terlibat dalam genosida jika terus melakukannya."
Dukungan Barat terhadap aksi keji Israel
Beberapa kelompok advokasi Palestina telah mengkarakterisasi tindakan Israel di Gaza sebagai genosida, sementara sebuah kasus juga sedang berlangsung di Mahkamah Internasional (ICJ). ICJ pada Mei mengeluarkan keputusan awal bahwa masuk akal bahwa Israel telah melanggar Konvensi Genosida.
Sebagai tindakan darurat, ICJ memerintahkan Israel untuk memastikan bahwa tentaranya menahan diri dari tindakan genosida terhadap warga Palestina dan menghentikan serangannya di kota Rafah, Gaza selatan.
Israel tidak pernah mematuhi perintah ICJ, dan mencap pengadilan tertinggi di dunia itu sebagai antisemit.
Seorang juru bicara Pusat Keadilan Internasional untuk Palestina (ICJP) mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik kesimpulan Amnesty International dan berharap kesimpulan tersebut ditanggapi dengan serius.
"Negara-negara Barat harus bertindak berdasarkan bukti-bukti ini, dan bukti-bukti yang diajukan oleh banyak LSM dan badan-badan PBB lainnya," kata Jonathan Purcell dari ICJP kepada MEE.
Namun, sekutu-sekutu Barat Israel telah berulang kali menolak tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa negara tersebut pada dasarnya membela diri.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan bahwa tindakan Israel di Gaza bukanlah genosida, demikian pula Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan Menteri Luar Negeri David Lammy.