TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat telah menghentikan pengiriman 130 buldoser ke Israel di tengah-tengah penghancuran rumah-rumah yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, demikian dilaporkan media Israel pada Minggu.
Menurut surat kabar Israel Yedioth Ahronoth, Kementerian Keamanan Israel baru-baru ini telah menandatangani kontrak yang signifikan dengan produsen alat berat Amerika, Caterpillar, untuk membeli sekitar 130 buldoser D9.
Namun, pihak berwenang AS membekukan kesepakatan tersebut karena kekhawatiran akan penggunaan peralatan tersebut untuk menghancurkan rumah-rumah warga Palestina di Gaza.
Laporan tersebut mengutip sumber-sumber keamanan Israel yang menyatakan bahwa penjajah Israel telah membayar buldoser-buldoser tersebut namun masih menunggu persetujuan ekspor dari Departemen Luar Negeri AS.
Penangguhan ini sangat mempengaruhi pasukan pendudukan Israel, karena menghalangi tujuan operasional mereka untuk menghancurkan rumah-rumah dan lebih jauh lagi-mungkin secara permanen-menggusur warga Palestina.
Pasukan pendudukan Israel telah melakukan operasi darat di Lebanon selatan selama lebih dari sebulan, meningkatkan kebutuhan akan buldoser D9 tambahan karena dihancurkan oleh pejuang Perlawanan di Lebanon, Gaza dan Tepi Barat.
Menghambat rencana Israel
Penundaan pengiriman ini dilaporkan telah menghambat rencana pendudukan Israel untuk membangun zona penyangga antara Gaza dan gurun Naqab, sebuah proyek yang melibatkan penghancuran ratusan bangunan Palestina dan area pertanian di sepanjang perbatasan Gaza.
Bersamaan dengan pembekuan pengiriman buldoser, Washington juga menahan sebagian pengiriman bom berat ke Israel. Menurut harian Israel, IDF telah memesan sekitar 1.300 bom dari perusahaan kedirgantaraan Amerika, Boeing, yang masing-masing memiliki berat hampir satu ton.
Sementara setengah dari pengiriman tersebut dilaporkan telah dikirim, sisanya masih disimpan di fasilitas AS. Keputusan ini disebabkan oleh kekhawatiran akan potensi bahaya bagi warga sipil di Gaza jika bom-bom tersebut digunakan.
Sejak 7 Oktober 2023, pendudukan Israel telah melakukan operasi militer yang luas di Gaza meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera. Serangan yang sedang berlangsung ini telah menyebabkan kematian lebih dari 43.600 orang dan menyebabkan kerusakan parah di seluruh wilayah, membuat sebagian besar wilayah Gaza hampir tidak dapat dihuni.
Mengapa menjadi perhatian sekarang?
Pasukan pendudukan Israel telah menghancurkan infrastruktur sipil selama lebih dari satu tahun, dan Amerika Serikat tidak mempermasalahkannya sejauh ini. Faktanya, pada bulan Juli lalu, The New York Times melaporkan bahwa Washington telah mengirimkan sejumlah besar persenjataan kepada Israel sejak tanggal 7 Oktober, termasuk lebih dari 20.000 bom tak berpemandu, sekitar 2.600 bom berpemandu, dan 3.000 rudal presisi. AS juga telah menyediakan pesawat terbang, amunisi, dan sistem pertahanan udara bagi Israel.
Banyak dari transfer ini dirahasiakan atau tetap dirahasiakan sebagian, tulis laporan tersebut. Sebuah analisis oleh Foundation for Defense of Democracies pada musim semi menemukan bahwa senjata yang dipasok hingga Maret terdiri dari "jumlah dan variasi senjata yang sangat banyak," yang sangat penting untuk mendukung aparat keamanan Israel.
Analisis itu juga menunjukkan bahwa "tampaknya tidak mungkin Israel dapat mencapai swasembada senjata dan amunisi secara menyeluruh dalam waktu dekat," dan beberapa ahli percaya bahwa Israel mungkin tidak akan pernah mampu melakukannya.
Bahkan Presiden AS Joe Biden mengakui pada Maret lalu bahwa Israel menggunakan senjata yang dipasok AS untuk membunuh warga sipil di Gaza.
AL MAYADEEN