Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia Ganti Istilah Pinjol Menjadi Pindar, Ini Artinya

1 month ago 24

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengganti istilah pinjaman online atau pinjol menjadi kata baru yaitu pindar atau pinjaman daring. Menurut Ketua Umum AFPI, Entjik S Djafar, istilah pinjol memberikan kesan negatif dan ilegal. Akibatnya, AFPI ingin masyarakat menggeser istilah itu agar tidak merugikan pindar yang diakui secara resmi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Penggunaan istilah pindar digunakan untuk merujuk pada pinjol legal. Dengan pergantian istilah ini, masyarakat dapat membedakan pinjol (ilegal) dan fintech peer-to-peer (P2P) lending (pindar) yang berizin OJK. 

Fintech P2P lending adalah sistem keuangan mempertemukan individu atau perusahaan yang membutuhkan pinjaman dengan investor bersedia memberi pinjaman melalui platform digital. Menurut Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016, fintech lending merupakan layanan pinjam-meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditor/lender (pemberi pinjaman) dan debitor/borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi. Platform ini menyediakan ruang bagi individu atau perusahaan yang sulit mendapatkan pinjaman melalui jalur perbankan tradisional.

Berbeda dengan sektor perbankan, fintech P2P lending tidak terlalu mempertimbangkan jaminan, tetapi tetap mempertimbangkan kelayakan kredit pinjaman, tenor, suku bunga, serta tingkat keamanan dan pencatatan kredit peminjam. Adapun, penyedia Pindar yang resmi terdaftar di OJK adalah Danamas, Investree, Amartha, Kredit Pintar, Indo Dana, Dana Rupiah, UangMe, Easycash, TaniFund, Findaya, dan masih banyak lagi.

Kehadiran pinjol ilegal ini juga memberikan pengaruh pada ekonomi negara. Menurut ekonom sekaligus Direktur Segara Research Institute, Piter Abdullah, industri pinjol legal yang kini bernama Pindar juga memberikan peluang ekonomi besar sejalan dengan pertumbuhan ekonomi digital.

“Begitu ngomong pinjaman online yang terbayang tidak ada positifnya. Padahal, banyak positifnya di sana, padahal peluang ekonominya besar sekali,” ujar Piter, pada 5 Desember 2024, seperti dikutip Antara

Piter menjelaskan, pertumbuhan pesat layanan pinjol karena kemudahan akses dan bantuan teknologi digital. Pinjol lahir sebagai antitesis perbankan. “Kalau perbankan itu super ketat, pinjol ini super mudah,” ujar Piter.

Sebelumnya, dalam kesempatan berbeda, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), Budi Gandasoebrata, berharap masyarakat tidak selalu mengasosiasikan layanan pinjol sebagai sesuatu yang negatif. Menurutnya, layanan pinjol hadir untuk memberikan layanan keuangan yang lebih inklusif.

“Jadi mungkin salah satu yang kami coba sosialisasikan adalah pinjol itu sebenarnya, selama berizin dan diawasi otoritas yang relevan, bukan kegiatan illegal,” kata Budi, pada 4 November 2024.

Budi mengungkapkan, saat ini ada banyak penyedia layanan pinjol yang sudah berizin dan diawasi OJK. Akibatnya, untuk mengurangi label negatif terhadap pinjol, menurut Budi, sebutan yang pas untuk layanan keuangan bermasalah adalah pinjol ilegal atau fintech ilegal. Lalu, kini, AFPI juga mengubah label negatif pinjol tersebut menjadi Pindar. 

Hammam Izzuddin dan Dini Diah turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilhan Editor: Jumlah Utang Pinjol di Indonesia Tembus Rp 66,79 Triliun

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |