TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan Presiden Prabowo Subianto menginginkan tidak ada pihak yang mengganggu stabilitas politik selama ia berkuasa. Hal itulah, kata Arya, yang membuat Prabowo merangkul semua kalangan, termasuk partai gurem yang tidak lolos parlemen.
"Prabowo ingin terwujudnya stabilitas politik sehingga partai yang tidak dapat kursi, itu tetap diakomodir di pemerintahannya," kata Arya dalam diskusi bertajuk Merespons Kabinet Prabowo-Gibran: Implikasi, Risiko dan Masukan, Jumat, 25 Oktober 2024.
Selain menggaet politikus dari partai gurem, Prabowo juga merangkul tokoh-tokoh dari kelompok kepentingan, organisasi masyarakat keagamaan, aktivis hingga tokoh media. Dengan begitu, Arya menilai tidak akan ada kekuatan politik yang bisa memberikan tekanan berarti bagi pemerintahan Prabowo ke depannya.
Untuk mendapatkan stabilitas politik tersebut, kata Arya, mau tidak mau Prabowo harus membayarnya dengan membagi-bagikan kekuasaan berupa jatah menteri hingga wakil menteri. "Sangat wajar kabinet sangat gemuk karena adanya kebutuhan dari presiden untuk memastikan stabilitas politik, biak di parlemen dan di luar parlemen," katanya.
Arya juga melihat dampak lain dari besarnya jumlah kabinet Prabowo-Gibran terhadap praktik perburuan rente dalam setiap program kementerian. Dia mengatakan kecenderungan tersebut diperkuat karena kementerian strategis diisi oleh kalangan pebisnis dan politikus.
"Terutama pada program-program strategis pemerintah yang dapat mempengaruhi pemilih dalam pemilu. Jadi partai akan berebut akses terhadap itu," katanya.
Lebih lanjut, kata Arya, rentannya pembajakan program kementerian tergambar dari menteri dan wakil menteri yang terlihat terasosiasi dengan kelompok bisnis tertentu. “Ini tentu pertanyaannya bagaimana menteri-menteri dan wakil menteri tersebut meminimalkan conflict of interest dari kebijakan-kebijakan politik yang akan mereka ambil,” kata dia.
Untuk itu, Arya mendorong agar Presiden Prabowo melakukan evaluasi berkala agar seluruh anggota kabinet dapat bekerja dengan optimal. “Evaluasi berkala menjadi penting untuk memastikan kabinet yang gemuk, struktur yang gemuk itu dapat punya kinerja yang baik,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan kabinet pemerintahan Prabowo merupakan kabinet yang jauh lebih fokus. Dia mengatakan hal itu merespons bertambahnya jumlah kementerian di kabinet Prabowo dibandingkan era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Sebetulnya bukan kabinet gemuk, tapi kabinet yang jauh lebih fokus," kata Hasan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 21 Oktober 2024 seperti dikutip dari Antara.
Bertambahnya jumlah kementerian di kabinet Prabowo diikuti dengan bertambahnya jumlah kemenko. Menurut Hasan, kemenko koordinator itu nanti yang akan melakukan fungsi koordinasi. “Tapi jangan salah paham, justru kementerian sekarang menjadi ramping,” kata Hasan.
Dia menjelaskan satu kementerian yang sebelumnya setara organisasi gemuk, saat ini dipisah dan menjadi ramping secara organisasi. “Jadi bukan kementerian gemuk. Kementerian yang badannya besar-besar, sekarang malah dipisah-pisah jadi ramping,” ujarnya.
Iklan
Dia mencontohkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dipisah menjadi lebih fokus antara pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Begitu pula dengan Kementerian Kehutanan yang dipisah dari Kementerian Lingkungan Hidup.
“Jadi ini nanti menurut saya sih akan jauh lebih efisien, karena pekerjaan mereka jauh lebih fokus,” ujarnya.
Adapun Prabowo Subianto mengungkapkan alasannya membentuk kabinet pemerintahan yang lebih besar dibanding pada pemerintahan periode-periode terdahulu. Menurut dia, kabinet yang gemuk itu diperlukan untuk membangun pemerintahan yang kuat.
"Terpaksa koalisinya besar. Nanti akan dibilang 'wah kabinet Prabowo gemuk, banyak.' Ya, negara kita besar, Bung!" katanya saat menghadiri forum BNI Investor Daily Summit 2024, dipantau dari YouTube Investor Daily TV, dikutip pada Kamis, 10 Oktober 2024.
Dia mencontohkan Timor Leste yang hanya memiliki sekitar 1,3 juta penduduk, tetapi jumlah menteri kabinetnya mencapai 28. Menurut Prabowo, hal itu terjadi lantaran adanya koalisi di pemerintahan tersebut.
"Kalau kita negara otoriter hanya satu partai, ya bisa jalankan negara ini hanya dengan 20 sampai 24 menteri," ujarnya.
Namun, Prabowo menyatakan tidak menginginkan kondisi itu terjadi. Sebab, menurut dia, pemimpin itu semestinya bisa membawa dan memelihara kerukunan.
Dia mengatakan, bahwa telah mengambil sikap untuk menjunjung tinggi persatuan, dengan merangkul semua kekuatan. Lewat cara itu, ujarnya, dapat terbentuk suatu kolaborasi dan kerukunan di Indonesia.
Karena itu, Prabowo berujar bahwa dirinya harus merangkul semua kelompok, sehingga masing-masing pihak memiliki perwakilan dalam kabinetnya nanti. "Semua kelompok harus ada perwakilan, dari Indonesia timur, barat, tengah. Dari suku a, suku b," ucapnya.
Pilihan Editor: Istana Sebut Giliran Wamen Naik Pesawat Hercules Saat Pulang dari Akmil Magelang, Ini Alasannya