Deretan Penjara di Suriah yang Jadi Saksi Kekejaman Rezim Bashar Al Assad

1 month ago 29

TEMPO.CO, Jakarta - Runtuhnya rezim Bashar Al Assad di Suriah membuka fakta lain. Sejumlah penjara menjadi saksi kekejaman Bashar Al Assad terhadap rakyatnya yang vokal menentang. Salah satu yang terkenal adalah penjara Sednaya yang berlokasi di dekat Damaskus, Suriah.

Tim penyelamat Suriah sedang mencari tahanan di Penjara Sednaya dan membebaskan mereka. Tim juga mengungkap pelanggaran yang terjadi selama pemerintahan Presiden terguling Bashar al-Assad.

Raed al-Saleh, direktur organisasi Pertahanan Sipil Suriah, yang dikenal sebagai White Helmets, mengatakan bahwa Penjara Sednaya itu adalah neraka bagi para tahanan. "Sednaya tidak memberikan kesan bahwa itu adalah penjara. Itu adalah rumah pemotongan hewan di mana manusia dibantai dan disiksa,” kata al-Saleh dilansir dari Al Jazeera.

Ia menambahkan bahwa tim penyelamat melihat mayat-mayat di dalam oven. Eksekusi mengerikan dilakukan setiap hari di kompleks itu.

Pejuang oposisi memasuki Penjara Sednaya pada Minggu pagi dan membebaskan ribuan tahanan. Bagi para kritikus al-Assad, Penjara Sednaya melambangkan kebrutalan pemerintahan Baath. Berakhirnya penjara ini menandai babak baru bagi Suriah.

Menurut White Helmets, 50 hingga 100 orang dieksekusi setiap hari di dalam penjara tersebut. Sebagian besar yang dipenjara adalah tahanan politik yang menentang pemerintahan al-Assad.

Laporan Amnesty International 2017 menyebutkan bahwa pembunuhan, penyiksaan, penghilangan paksa , dan pemusnahan telah meluas di penjara tersebut sejak 2011 ketika perang di negara itu meletus. Organisasi hak asasi manusia itu menemukan bahwa praktik-praktik ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Suriah memiliki 100 tempat penahanan lainnya menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan sejumlah fasilitas rahasia yang tidak diketahui jumlahnya. Selain Sednaya, penjara terkenal lainnya adalah Tadmor yang berada di gurun kota kuno Palmyra.

Menurut Al Jazeera, sekitar 157.634 warga Suriah ditangkap antara Maret 2011 dan Agustus 2024. Dari jumlah tersebut, 5.274 adalah anak-anak dan 10.221 adalah wanita.

Ribuan lainnya diculik oleh dinas keamanan Suriah yang ditakuti selama pemerintahan ayah Bashar Al Assad, Hafez, yang berkuasa pada 1971. Putranya, Bashar Al Assad, mengambil alih kendali negara setelah Hafez meninggal pada tahun 2000.

Masih banyak rakyat Suriah yang dipenjara di ruang bawah tanah. Pihak berwenang telah meminta mantan tentara dan penjaga penjara untuk memberikan kata sandi kepada pasukan oposisi untuk membuka pintu elektronik bawah tanah. Ribuan tahanan diperkirakan masih terperangkap di ruang bawah tanah.

Kelompok White Helmets Suriah juga menawarkan hadiah uang tunai sebesar US$ 3.000 atau setara Rp 47 juta bagi siapa pun yang memberikan informasi yang dapat membantu mengungkap fasilitas rahasia.

Sadisnya Penyiksaan Rezim Bashar Al Assad

Para tahanan disiksa dengan cara yang tak terbayangkan. Rezim Suriah menggunakan beberapa teknik untuk menghukum lawannya. Para tahanan dicambuk, dilarang tidur, dan disetrum. Wanita dan pria secara rutin ditelanjangi, ditutup matanya, dan bahkan diperkosa.

Selain itu, tiga metode penyiksaan tertentu menjadi terkenal di Suriah karena benar-benar mematahkan punggung seorang tahanan. Yang pertama dikenal sebagai “kursi Jerman” dan melibatkan penjaga penjara yang mendudukkan tahanan di kursi dan membungkukkan mereka ke belakang hingga tulang belakang mereka patah.

Yang kedua disebut “karpet terbang,” di mana para korban ditempatkan di papan kayu yang bisa dilipat. Penjaga kemudian akan mengangkat kedua sisi papan, mempertemukan lutut dan dada korban, hingga posisi tersebut menyebabkan nyeri punggung hebat.

Terakhir, penjaga penjara sering mengikat tahanan ke tangga dan kemudian mendorong tangga tersebut sambil melihat korban terjatuh terlentang. Tindakan itu dilakukan berulang kali.

Alasan Rezim Menangkap Banyak Warga Suriah

Penangkapan ribuan warga Suriah dilakukan untuk meneror dan menakut-nakuti mereka agar tunduk terhadap Bashar Al Assad. Sebelum pemberontakan Suriah tahun 2011, masyarakat di negara tersebut biasa mengatakan “tembok punya telinga” untuk merujuk pada sistem pengawasan intelijen dan jaringan mata-mata rezim tersebut.

Siapa pun yang melontarkan komentar kritis terhadap rezim tersebut berisiko menghilang ke salah satu penjaranya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |