(Beritadaerah-Jakarta) Dalam forum tingkat tinggi para pemimpin keuangan negara-negara BRICS yang berlangsung di Rio de Janeiro, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono tampil mewakili Menteri Keuangan RI. Pertemuan yang digelar sehari sebelum Konferensi Tingkat Tinggi BRICS ini membahas sejumlah isu krusial seputar dinamika ekonomi global dan peran BRICS dalam memperkuat multilateralisme serta ketahanan kawasan Selatan-Global.
Di tengah diskusi mengenai dampak perang dagang dan respons kebijakan nasional masing-masing negara, perhatian utama juga tertuju pada upaya pembiayaan iklim. Thomas Djiwandono dalam forum tersebut menekankan pentingnya penguatan infrastruktur keuangan di negara-negara BRICS, khususnya dalam mengembangkan pembiayaan berkelanjutan. Ia menyoroti bahwa perubahan arah kebijakan di negara-negara maju turut mempersulit akses pendanaan iklim bagi negara berkembang, sehingga kolaborasi intra-BRICS menjadi semakin vital.
Sejumlah inisiatif baru turut diangkat dalam pertemuan tersebut, termasuk pembentukan *New Investment Platform*, *Multilateral Guarantee Mechanism*, dan *Infrastructure Information Hub* sebagai upaya konkret meningkatkan kapasitas keuangan internal kelompok BRICS.
Keesokan harinya, dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-17, para kepala negara anggota BRICS menyepakati tema besar “Memperkuat Kerja Sama Selatan-Global untuk Tata Kelola yang Lebih Inklusif dan Berkelanjutan.” Deklarasi Rio yang dihasilkan menjadi simbol arah baru negara-negara berkembang dalam menyuarakan keadilan global di tengah situasi geopolitik yang semakin kompleks.
BRICS secara tegas menegaskan kembali komitmen terhadap Perjanjian Paris, mendukung transisi energi yang adil, serta menuntut pembiayaan iklim yang terjangkau dan inklusif untuk negara-negara berkembang. Disepakatinya kerangka deklaratif mengenai keuangan iklim memperkuat tuntutan kepada negara-negara maju agar mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam mendukung transisi hijau.
Forum tersebut juga dimanfaatkan untuk menyuarakan sikap atas sejumlah konflik global. BRICS menyerukan penghentian kekerasan di Gaza, mendukung kemerdekaan Palestina, menolak aksi militer terhadap Iran, serta mendorong penyelesaian damai melalui dialog atas konflik di Ukraina. Untuk kawasan Afrika, ditegaskan pentingnya solusi yang berasal dari dalam benua itu sendiri.
Di sisi ekonomi, kelompok ini menyuarakan desakan reformasi terhadap lembaga-lembaga keuangan global seperti IMF dan Bank Dunia agar lebih mewakili realitas ekonomi masa kini. Peluncuran inisiatif baru seperti *BRICS Grain Exchange* menandai tekad untuk memperkuat ketahanan pangan dan rantai pasok secara mandiri.
Isu teknologi pun turut menjadi sorotan, dengan ditekennya pernyataan bersama mengenai tata kelola kecerdasan buatan global yang menekankan prinsip pembangunan teknologi yang aman, inklusif, dan berdaulat. BRICS juga menyatakan penolakannya terhadap fragmentasi internet dan mendorong penguatan kerja sama di bidang keamanan siber.
Dalam deklarasi akhirnya, BRICS menampilkan diri sebagai aliansi kolektif yang membawa gagasan alternatif bagi arsitektur global. Nilai solidaritas, inklusivitas, dan keadilan menjadi pesan utama yang digaungkan untuk membangun masa depan yang lebih berimbang dan damai.
Sebagai bagian dari perkembangan penting, Republik Indonesia secara resmi diterima sebagai anggota penuh BRICS. Selain itu, sejumlah negara lain seperti Belarus, Bolivia, Kazakhstan, Kuba, Nigeria, Malaysia, Thailand, Vietnam, Uganda, dan Uzbekistan juga bergabung sebagai mitra baru. Langkah ini menjadi penanda tekad BRICS dalam memperluas pengaruh sekaligus menegaskan peran sentral kawasan Selatan-Global dalam tatanan dunia ke depan.