
SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM — Marwah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini dinilai mati suri. Bahkan KPK dianggap tak lagi berfungsi mmeberantas korupsi di Indonesia.
Hal itu mencuat dalam diskusi publik ‘Pasang Surut Pemberantasan Korupsi di Indonesia’ yang digelar Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Marak), Jumat (11/7/2025), di Omah Sinten. Salah satu narsum, Guru Besar Fakultas Hukum UNS Prof Adi Sulistiono mengatakan ‘matinya” KPK terjadi seiring terbitnya Undang-undang nomor 19/2019.
Dimana menurutnya, KPK menjadi lembaga yang digunakan untuk kepentingan penguasa melalui UU tersebut.
“Kalau saya melihat ada kematian suri di KPK, karena ketuanya dijabat politik aktif. Bagaimana mungkin KPK yang dijabat polisi aktif akan menangani korupsi di Kepolisian. Padahal dulu KPK itu menangani kasus-kasus penegak hukum, seperti Polisi, Kejaksaan, partai politik dan sebagainya,” bebernya.
Prof Adi melanjutkan, sebelumnya KPK tidak pandang bulu melakukan penangkapan pelaku korupsi. Upaya penangkapan KPK mendapatkan apresiasi yang tinggi dan ternyata berdampak pada investor asing.
“Investor masuk ke kita luar biasa sehingga ada daya tarik investasi terhadap indeks korupsi. Kenapa Indonesia sekarang ini investor disuruh masuk nggak ada yang mau, dirayu Pak Luhut, Pak Jokowi, karena indeks korupsinya masih sangat tinggi,” ungkapnya.
Bahkan peran KPK sangat power full membuat investor banyak yang masuk pasa zaman pemerintahan SBY. Sehingga pertumbuhan ekonomi sempat mencapai 7 persen.
“Tapi zaman Pak Jokowi pertumbuhan ekonomi bertahan 5 persen karena tadi, KPK tidak bergerak dengan baik, investor engga. masuk karena banyak korupsi,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama pembicara lainnya Aktivis LSM anti korupsi Alif Basuki menuturkan, korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya. Ia pesimistis penanganan korupsi di Indonesia akan selesai.
“Bahkan sudah terjadi sejak zaman kerajaan. Penahan korupsi di era kerajaan itu juga mengalami pasang surut, bentuknya tidak jauh beda, misalnya penyalahgunaan pajak atau upeti. Pada masa dulu kerajaan bahwa pejabat kerajaan biasa memungut upeti yang itu melebihi porsi sebenarnya sehingga kalau dikorelasikan dengan hari ini itu tidak beda,” terangnya dalam diskusi yang dipandu Ketua PWI Soli Anas Syahirul tersebut.
Begitu pula penyalahgunaan jabatan yang sekarang banyak dilakukan itu menurut Ali Basuki pada sudah ada sejak dulu. Bahkan nepotisme jabatan pun sudah dilakukan diberikan keluarga-keluarga terdekat. Prihatsari
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.