TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mewajibkan setiap kapal perikanan memasang teknologi Vessel Monitoring System (VMS) pada 2025. Pemasangan alat itu untuk pengawasan di sektor kelautan untuk mendeteksi pergerakan kapal selama berlayar.
“Saya sudah minta kepada Direktur Jenderal Tangkap, saya minta 2025 disiapkan peraturan menteri seluruh kapal perikanan, baik kapal nelayan kecil, ataupun kapal pengusaha harus menggunakan teknologi digital,” ujar Trenggono, dikutip dari Antara, Sabtu, 28 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Trenggono menyampaikan, sebagian besar kapal perikanan telah dilengkapi dengan Automatic Identification System (AIS), namun masih banyak yang belum menggunakan VMS. Alat VMS yang akan dipasang pada semua kapal perikanan bisa memberikan pemantauan yang lebih akurat terhadap pergerakan kapal dan aktivitas penangkapan ikan secara real-time.
Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, aktivitas kapal perikanan di perairan Indonesia setiap hari mencapai lebih dari 50 ribu. Kapal yang beroperasi bisa menyebabkan overfishing yang bisa mengancam ekosistem laut.
Trenggono menganggap pengawasan ini penting untuk mengetahui jumlah tangkapan ikan dan dampak terhadap kerusakan biota laut. Teknologi digital seperti VMS akan sangat membantu dalam menjaga keberlanjutan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. "VMS salah satunya yang bisa broadband, supaya kita bisa monitor dia gerakannya ke mana dan seterusnya,” ujarnya.
VMS merupakan perangkat monitoring sistem berbasis sinyal satelit yang berjalan pada jaringan Inmarsat. Alat ini menawarkan fasilitas komunikasi transmisi data via satelit yang memungkinkan pertukaran data dan informasi kelautan dan perikanan untuk kepentingan nelayan, pemilik kapal maupun penyedia layanan (operator).
Mengutip dari situs resmi salah satu produsennya, yaitu PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero), produk VMS bisa memberikan nilai tambah terhadap nelayan berupa efisiensi, keselamatan, dan peningkatan hasil tangkapan ikan.
Alat ini berupa sebuah boks dan satu kotak yang di atasnya berbentuk setengah lingkaran. Fitur yang tersedia berupa Vessel Tracker, Emergency Button, Geofence Alarm, Text Messaging, Mobile Apps, dan Battery Backup (khusus tipe baterai).
Alat ini mampu beroperasi pada suhu sekitar -40 sampai lebih dari 85 derajat celsius pada kelembapan udara berkisar 20 sampai 100 persen. Alat ini akan terhubung langsung dengan satelit pada frekuensi 1525.0 MHz sampai 1660.5 MHz.
Fungsi VMS
Mengutip dari situs Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2003, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) telah mengimplementasikan VMS bagi kapal-kapal perikanan dengan membangun sistem pemantauan dan operasional VMS, serta memasang transmitter pada kapal-kapal perikanan dengan ukuran tertentu. Ini memungkinkan mengetahui keberadaan dan pergerakan kapal perikanan serta untuk mengidentifikasi aktivitasnya.
VMS juga memastikan kepatuhan (compliance) kapal perikanan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, setiap kapal perikanan berukuran lebih dari 30 GT yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dan di laut lepas wajib memasang transmitter VMS.
VMS sangat bermanfaat bagi perusahaan perikanan atau pemilik kapal perikanan, yaitu untuk mendeteksi posisi, pergerakan dan aktivitas kapal, meningkatkan efisiensi dalam operasi, kelangsungan usaha penangkapan ikan, kondisi usaha penangkapan ikan yang kondusif, sampai penyelamatan (save and rescue) terhadap kapal perikanan yang menghadapi masalah di laut.
Penyelenggaraan VMS di Indonesia melibatkan tiga pihak: pemerintah sebagai penyelenggara dan hanya menyediakan sistem saja; pelaku usaha atau pemilik kapal perikanan selaku pengguna; dan penyedia, yaitu perusahaan yang menyediakan transmiter VMS dan layanan jasa satelit.