Gelar 17 Guru Besar Dicopot Karena Kasus, Rektor ULM Didesak Mundur

3 days ago 22
Tampak depan Universitas Lambung Mangkurat | Wikipedia

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dunia akademik tanah air kembali diguncang. Universitas Lambung Mangkurat (ULM), perguruan tinggi tertua dan terbesar di Kalimantan, kini menjadi sorotan tajam setelah 17 guru besarnya resmi dicabut gelarnya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Skandal besar itu tak pelak menimbulkan gelombang kemarahan di kalangan civitas akademika. Yang lebih mengejutkan, pencabutan gelar itu bukan insiden tunggal.

Setahun sebelumnya, pada Juli 2024, ULM juga tersandung kasus serupa ketika 11 guru besar Fakultas Hukum dicabut gelarnya karena dugaan penggunaan jurnal predator dan pemalsuan tanda tangan Ketua Senat. Akibatnya, akreditasi kampus sempat anjlok menjadi C sebelum akhirnya dikembalikan ke peringkat A.

Kini, badai yang lebih besar datang lagi. Sebanyak 17 guru besar dari delapan fakultas dijatuhi sanksi serupa pada Juli 2025, masih di bawah kepemimpinan Rektor Prof. Ahmad Alim Bachri. Dua tahun berturut-turut ULM didera skandal akademik besar yang mengguncang kredibilitas dunia pendidikan tinggi di Indonesia.

Menanggapi kekacauan tersebut, sekelompok dosen senior yang tergabung dalam Forum Peduli ULM melayangkan ultimatum keras. Mereka menuntut Rektor Ahmad Alim Bachri mundur dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab moral atas rusaknya marwah akademik kampus.

“Ini bukan tekanan politik. Ini panggilan nurani akademik untuk menyelamatkan kehormatan universitas,” tegas Prof. Udiansyah, koordinator forum yang juga mantan Ketua LLDIKTI Wilayah XI Kalimantan, Kamis (9/10/2025).

Forum tersebut mendesak Senat ULM segera membentuk Tim Pencari Fakta Independen untuk mengungkap seluruh kronologi kasus, termasuk menelusuri pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan manipulasi proses pengajuan guru besar. “Semua harus dibuka secara transparan. Jangan ada lagi yang ditutupi,” tambahnya.

Anggota forum lainnya, Prof. Yulian F. Arifin, menilai momentum krisis ini justru menjadi ujian bagi integritas institusi. “Kalau ULM ingin pulih, kuncinya satu: jujur dan terbuka. Semua proses akademik harus bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Sindikat Gelar Palsu di Internal Kampus

Sementara itu, pengamat pendidikan dan aktivis Forum Ambin Demokrasi, Noorhalis Majid, menyebut skandal berulang ini terjadi karena lemahnya pengawasan internal dan munculnya praktik tak sehat di dalam kampus.

Menurut Noorhalis, terbentuknya “sindikat gelar instan” di tubuh universitas menjadi salah satu akar masalah. “Ada kelompok yang menempuh jalan pintas untuk meraih gelar profesor, bahkan dengan biaya tinggi. Tapi setelah diselidiki, ternyata jalur itu bodong,” ungkapnya.

Ia menilai, Rektor ikut memikul tanggung jawab atas situasi ini karena sistem pengawasan akademik seharusnya berada di bawah kendali rektorat. “Izin dan restunya kan dari Rektor. Maka wajar jika publik menuntut beliau bertanggung jawab, bahkan mundur,” ujarnya tegas.

Noorhalis menambahkan, ambisi Rektor yang ingin memperbanyak jumlah guru besar secara cepat justru menjadi bumerang. “Terlalu bernafsu ingin menunjukkan prestasi, tapi tanpa memperhatikan integritas dan kualitas karya ilmiah,” katanya.

Tuntutan Reformasi Akademik dan Pembersihan Kampus

Forum Peduli ULM kini mendesak agar seluruh hasil investigasi Kemendikbudristek dipublikasikan secara terbuka. Mereka menilai langkah transparansi adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap dunia akademik ULM.

Selain meminta Rektor mundur, Forum juga menuntut agar para dekan yang terbukti lalai atau terlibat langsung dalam skandal segera dievaluasi. “Jangan hanya individu yang dicopot gelarnya. Sistem dan pejabat yang memfasilitasi pelanggaran juga harus bertanggung jawab,” tegas Prof. Udiansyah.

Para tokoh yang tergabung dalam Forum Peduli ULM antara lain Prof. Udiansyah, Prof. Yulian F. Arifin, Prof. Muhammad Ahsin Rifa’i, Prof. Mochamad Arief Soendjoto, Prof. Triawanti, Prof. Ismed Setya Budi, Fahrianoor, Suhaili Asmawi, Setia Budhi, Hafizianor, dan Yusanto N. Mereka sepakat mengawal kasus ini hingga tuntas.

“Jabatan guru besar bukan prestise semu yang bisa dibeli dengan jurnal predator atau manipulasi administratif. Kalau dunia akademik rusak karena kebohongan, itu berarti bangsa sedang kehilangan nuraninya,” tutup Prof. Yulian.

Kini, seluruh perhatian publik tertuju ke Senat dan Rektor ULM. Mampukah mereka melakukan pembersihan besar-besaran demi menyelamatkan reputasi kampus tertua di Kalimantan itu? Atau justru membiarkan sejarah mencatat masa kepemimpinan mereka sebagai periode paling kelam dalam perjalanan universitas tersebut? [*]  Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |