Gubernur Tokyo Usulkan PNS Kerja 4 Hari dalam Seminggu untuk Tingkatkan Kualitas Hidup

1 month ago 35

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Tokyo Yuriko Koike mengusulkan pegawai negeri sipil (PNS) di Jepang hanya bekerja empat hari dalam seminggu. Dalam pidatonya di hadapan majelis pada Selasa, 3 Desember 2024, Yuriko menyoroti bahwa isu pemberdayaan perempuan masih menjadi tantangan besar yang belum terselesaikan di Jepang.

Ekspektasi terhadap perempuan untuk tetap memikul tanggung jawab rumah tangga, mengasuh anak, dan merawat kerabat, meski bekerja, diyakini sebagai salah satu penyebab utama rendahnya angka kelahiran. 

Untuk membantu para orang tua menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi, Yuriko berencana memberikan pilihan kepada PNS pemerintah Metropolitan Tokyo untuk bekerja lebih fleksibel mulai April 2024. 

“Kurangnya pemberdayaan perempuan adalah masalah lama di Jepang. Mengubah kondisi ini dan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan sejahtera adalah kunci menuju masa depan yang cerah,” kata dia seperti dilansir dari The Straits Times

Yuriko juga menambahkan bahwa sistem kerja yang lebih fleksibel akan menjadi langkah awal dalam mendukung keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan.

Menurut rencana tersebut, pegawai pemerintah—kecuali yang bekerja dengan sistem shift—dapat mengambil hingga tiga hari libur setiap minggu. "Tetapi tetap diwajibkan memenuhi total jam kerja sebanyak 155 jam per bulan," kata Sachi Ikegami, pejabat pemerintah Metropolitan Tokyo yang menangani urusan personalia pada Rabu, 4 Desember 2024.  

Selain itu, karyawan yang memiliki anak kecil akan diberikan fleksibilitas tambahan, seperti pengurangan jam kerja hingga dua jam per hari. Dengan populasi tertua kedua di dunia setelah Monako dan kebijakan imigrasi yang relatif ketat, Jepang menghadapi tantangan serius terkait kekurangan tenaga kerja yang terus meningkat.

Budaya kerja Jepang telah lama identik dengan etos kerja yang tinggi, dedikasi tanpa batas, dan fokus besar pada produktivitas. Namun, fenomena seperti karoshi (kematian akibat kerja berlebihan) mencerminkan tekanan besar yang sering kali dihadapi para pekerja di negara ini. 

Sebagian besar karyawan, terutama di perusahaan besar, terbiasa bekerja dengan jam kerja yang panjang, waktu istirahat yang minim, dan sedikit ruang untuk kehidupan pribadi. Meski pendekatan ini pernah menjadi motor pertumbuhan ekonomi Jepang, kini dampaknya terhadap kesehatan mental dan fisik pekerja semakin menjadi perhatian utama. 

Kerja empat hari dalam seminggu masih jarang diterapkan di Jepang, tetapi mulai mendapat perhatian di tingkat pemerintah daerah, yang mencoba meningkatkan dukungan bagi orang tua. Tantangan angka kelahiran rendah, yang juga dihadapi negara maju lainnya, terasa sangat akut di Jepang, di mana populasi telah menurun selama 15 tahun terakhir.

Yuriko Koike, mantan menteri dan pembawa acara televisi yang memimpin Tokyo sejak 2016, memenangkan masa jabatan ketiganya pada Juli dengan janji memperkuat kesejahteraan sosial di Tokyo sambil menghadapi tantangan seperti inflasi dan penurunan angka kelahiran. Pemerintahannya berencana mengajukan rancangan kebijakan jam kerja fleksibel ke majelis Tokyo tahun depan.

Dilansir dari Business Standard, pemerintah Jepang pertama kali menyatakan dukungannya terhadap penerapan empat hari kerja dalam seminggu pada 2021 setelah mendapatkan dukungan dari anggota parlemen. Namun, gagasan ini mengalami perkembangan yang lambat dalam menarik perhatian publik.  

Menurut data dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, saat ini hanya sekitar 8 persen perusahaan di negara tersebut yang memperbolehkan karyawan mengambil libur tiga hari atau lebih dalam seminggu. Sebaliknya, 7 persen perusahaan hanya menyediakan satu hari libur sesuai dengan ketentuan hukum.  

Untuk mendorong penerapan inisiatif ini, khususnya di kalangan usaha kecil dan menengah, pemerintah meluncurkan kampanye "reformasi gaya kerja". Kampanye ini berfokus pada pengurangan jam kerja, pengaturan kerja yang fleksibel, serta pembatasan lembur, sambil menjamin adanya cuti tahunan yang dibayar.

“Kami berupaya menciptakan masyarakat di mana para pekerja dapat memilih berbagai pola kerja sesuai dengan kebutuhan mereka, dengan tujuan mendorong siklus pertumbuhan dan distribusi yang lebih baik. Dengan demikian, setiap pekerja dapat memiliki pandangan yang lebih optimis terhadap masa depan," ungkap pernyataan dari kampanye hatarakikata kaikaku, yang berarti "berinovasi dalam cara kita bekerja".

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |