Harapan Orang Tua Anak Disabilitas dan Kelompok Rentan untuk Makan Bergizi Gratis

4 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Program makan bergizi gratis diharapkan dapat menunjang gizi anak-anak dari keluarga dengan kesulitan ekonomi hingga anak-anak dengan disabilitas. Selain diharapkan dapat menunjang gizi anak untuk tujuan pendidikan, program ini juga diharap dapat menunjang kesehatan fisik dan psikis anak yang berasal dari kelompok kurang mampu.

"Program ini semoga menjadi wujud nyata perhatian terhadap hak-hak anak disabilitas dengan memastikan mereka memiliki akses yang sama terhadap program pemerintah seperti anak-anak lainnya," ujar Rina Prasarani, orang tua anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) Rawinala, saat dihubungi tempo, Selasa, 14 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rina adalah orang tua tunggal dari Mel Rizki, anak berkebutuhan khusus dengan disabilitas multi (netra dan sindrom autisme) yang sedang menempuh pendidikan di SLB Rawinala. Hingga pekan kedua pelaksanaan makan bergizi gratis, SLB Rawinala yang menaungi sekitar 80 siswa berkebutuhan khusus dengan lebih dari satu disabilitas ini belum tersentuh oleh program tersebut. "SLB belum ada (makan bergizi gratis) hingga saat ini, padahal ini anak-anak disabilitas," kata Rina.

Masih ada SLB di Jakarta yang belum tersentuh program ini. Padahal, beberapa di antara SLB yang belum terpapar makan bergizi gratis ini memiliki anak didik dengan ragam disabilitas yang bermacam-macam, seperti SLB Rawinala di Condet Jakarta Timur, dan SLB Negeri 9 di Jakarta Utara.

"Sampai saat ini belum ada dari dinas ( Dinas Sosial) baru menanyakan saja sekolah yang belum mendapatkan MBG," kata Husnul Khatimah, Kepala Sekolah SLBN 09, Jakarta Utara.

Hal yang sama juga dialami SLB A Pembina tingkat Nasional di Jakarta Selatan. Meski belum menerima MBG, Kepala Sekolah SLB Pembina memilih bersikap pasrah dan menunggu gilran dihampiri MBG.
"Saat ini kami belum mendapatkan program MBG tapi kami tidak apa-apa karena bertahap dan masih berproses," kata Kepala Sekolah SLB A Pembina Tingkat Nasional, Indrawati Saptariningsih.

Tidak hanya pasrah menunggu kedatangan MBG, SLB yang memiliki peserta didik anak-anak berkebutuhan khusus yang harus melakukan perilaku diet tertentu juga mengaku pasrah terhadap jenis makanan yang akan mereka terima nanti. Misalnya SLBN 09 Jakarta Utara yang memiliki sekitar 10 lebih siswa dengan sindrom autisme. "Harusnya diet, tapi orang tua murid selama ini bawa bekal makan sesuai kemampuan, karena banyak yang kurang mampu," kata Husnul.

Situs resmi Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementrian Kesehatan, menyebutkan bahwa anak dengan sindrom autisme rentan terhadap pengaruh gluten, kasein, phenol dan food additive. Lantaran itu, sebaiknya hindari memberikan anak autis  makanan dan minuman yang mengandung kandungan tersebut.

"Kandungan-kandungan tersebut diperkirakan sebagai salah satu pemicu munculnya sikap agresif di otak," tulis situs resmi Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kemenkes yang dikutip Tempo, Ahad 12 Januari 2025.

Gluten terdapat pada gandum, havermut, atau oat. Gluten biasanya memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu. Sementara kasein merupakan protein susu. Pada anak autis, reaksi dua zat gizi tersebut malah memberikan reaksi yang berbeda. Anak penyandang autisme pada umumnya tidak dapat mencerna gluten dan kasein secara sempurna. Akibatnya, akan menghasilkan peptida (asam amino rantai pendek) yang secara biologis masih aktif dan dapat berfungsi seperti “opioid”—zat yang bekerjanya mirip morphine yaitu untuk penekan atau pengurang rasa sakit yang secara alami diproduksi oleh tubuh. 

"Kadar opioid gliadomorphin (peptida dari gluten) dan casomorphin (peptida dari kasein) pada urine anak autis meningkat. Diduga beberapa opioid peptida tersebut keluar dari usus halus, masuk ke dalam aliran darah terus ke otak sehingga menyebabkan gangguan syaraf," tulis situs tersebut. 

Lantaran itu, menurut Rina, anaknya yang hidup dengan sindrom autisme tidak dapat mengkonsumsi susu sapi biasa. "Mel Rizki saat kecil hanya mengkonsumsi susu kedelai, dan saat ini dia tidak dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung cokelat," kata Rina. 

Dia berharap, makanan pada program makan bergizi gratis tidak mengandung susu ataupun coklat. "Sebenarnya larangan makan ini tergantung juga pada tipe sindrom autis yang dimiliki, zat makanan tertentu harus dihindari agar anak dengan sindrom autisme tidak menjadi hiperaktif," kata Rina. 

Presiden Prabowo telah menetapkan program unggulan soal pemberian makanan bergizi  melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional. Program ini telah dimulai sejak 6 Januari 2025 dan menyasar lebih dari 3 juta anak Indonesia baik di sekolah maupun pesantren.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |