Ini Sebab Ingin Makan Camilan Manis Padahal Masih Kenyang

3 hours ago 6

CANTIKA.COM, Jakarta - Pernahkah kamu alami selesai makan besar dan merasa kenyang, tetapi masih ingin makan camilan manis? Ternyata fenomena umum yang mungkin pernah kita alami ini memiliki penjelasan ilmiah.

Para peneliti di Max Planck Institute for Metabolism Research telah mengungkap bagaimana otak mendorong keinginan yang tak tertahankan untuk mengonsumsi gula, bahkan ketika tubuh sudah cukup makan.

Bahkan setelah mengirimkan sinyal kenyang, sel-sel saraf yang sama mungkin berperan dalam memicu keinginan untuk mengonsumsi makanan manis. Penelitian tersebut mengatakan bahwa pada tikus dan manusia, melihat prospek menyantap hidangan penutup mengaktifkan jalur ini, melepaskan ß-endorfin yang bersifat opiat.

Beta-endorfin (β-END) adalah peptida opioid alami yang diproduksi di otak dan kelenjar pituitari. Ia memiliki banyak efek pada tubuh, termasuk menghilangkan rasa sakit, perilaku menghargai, dan homeostasis.

Menyantap hidangan penutup setelah makan makanan berkalori tinggi tentu saja akan menyebabkan penumpukan lemak dan penambahan berat badan yang tidak diinginkan. Memblokir sinyal opiat di jalur tersebut dapat mendukung pengobatan obesitas saat ini dan di masa mendatang.

Mengapa kita menginginkan camilan manis saat perut sudah kenyang?

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang mekanisme unik otak, para peneliti melakukan eksperimen pada tikus dan menguraikan mengapa camilan manis begitu menggoda bahkan saat perut sudah kenyang.

Tikus yang terlibat dalam analisis terus menginginkan camilan manis bahkan saat sudah kenyang. Analisis otak mereka mengungkapkan bahwa sekelompok sel saraf tertentu, yang dikenal sebagai neuron POMC, memicu respons ini. Neuron cenderung menjadi aktif segera setelah tikus terpapar gula, meningkatkan nafsu makan mereka meskipun merasa kenyang.

Jalur unik yang memicu perasaan senang di otak diaktifkan saat camilan manis dikonsumsi oleh tikus.

Saat tikus kenyang dan mengonsumsi gula, sel saraf mereka tidak hanya melepaskan molekul sinyal kenyang, tetapi juga ß-endorfin, opiat alami. Saat berinteraksi dengan reseptor opiat di otak, ia menciptakan rasa senang yang mendorong tikus untuk terus mengonsumsi gula bahkan saat mereka sudah kenyang.

Menariknya, jalur opioid ini secara khusus diaktifkan oleh konsumsi gula, tetapi tidak oleh makanan biasa atau berlemak. Namun, ketika peneliti memblokir jalur ini, tikus berhenti mengonsumsi gula tambahan—meskipun efek ini hanya terjadi pada tikus yang kenyang. Pada tikus yang lapar, mencegah pelepasan ß-endorfin tidak berdampak pada perilaku makan mereka.

Mekanisme ini juga berperan ketika tikus merasakan gula sebelum memakannya. Opiat juga dilepaskan di otak tikus yang belum pernah makan gula sebelumnya. Begitu gula memasuki mulut tikus, ß-endorfin dilepaskan di 'daerah perut pencuci mulut', yang selanjutnya diperkuat oleh konsumsi gula lebih lanjut.

Apakah hal itu berlaku juga untuk manusia?

Hasil serupa juga diperoleh pada manusia. Ketika percobaan dilakukan pada manusia dan mereka mendapat larutan gula melalui tabung, daerah otak yang sama diaktifkan.

“Dari perspektif evolusi, ini masuk akal. Gula jarang ditemukan di alam, tetapi menyediakan energi cepat. Otak diprogram untuk mengendalikan asupan gula setiap kali gula tersedia,” jelas Henning Fenselau, pemimpin kelompok penelitian di Max Planck Institute for Metabolism Research dan kepala penelitian dikutip dari Times of India.

“Sudah ada obat yang memblokir reseptor opiat di otak, tetapi penurunan berat badan lebih sedikit dibandingkan dengan suntikan penekan nafsu makan. Kami yakin bahwa kombinasi dengan obat tersebut atau dengan terapi lain bisa sangat bermanfaat. Namun, kami perlu menyelidiki hal ini lebih lanjut,” kata Fenselau.

Pilihan Editor: Tips Penting Cegah Berat Badan Naik, Yuk Kurangi Camilan Manis

TIMES OF INDIA

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |