TEMPO.CO, Jakarta - Sidang perkara dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Badan SAR Nasional (Basarnas) tahun 2014 kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Kamis, 5 Desember 2024. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan enam saksi untuk memberikan keterangan.
Para saksi yang dihadirkan adalah Mahmud Afandi, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Basarnas Padang; Aris Gunawan Wicaksono, pejabat fungsional barang dan jasa Basarnas; Ferry Satriadi, pengelola sarana darat Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas; Cathy Rosa, penyusun rencana kegiatan dan anggaran di Pusdatin Basarnas; Agus Setio, PKPP ahli madya Direktorat Bina Tenaga; serta Devi Hidayanti, analis keuangan di Biro Perencanaan dan Keuangan Basarnas.
Keterangan mereka dibutuhkan untuk memperkuat dakwaan terhadap tiga terdakwa, yakni mantan Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas Max Ruland Boseke, Direktur CV Delima Mandiri William Widarta, dan Kepala Subdirektorat Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Anjar Sulistyono.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum dari KPK mendakwa eks Sekretaris Utama Badan SAR Nasional (Sestama Basarnas) Max Ruland Boseke merugikan negara hingga miliaran rupiah. Hal ini terungkap dalam sidang dakwaan terhadap tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan truk di Basarnas.
Selain Max Ruland, terdakwa lainnya adalah Anjar Sulistiyono selaku Kepala Sub Direktorat Pengawakan & Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas dan pejabat pembuat komitmen dan William Widarta selaku Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trijaya Abadi Prima.
Jaksa penuntut umum, Richard Marpaung, mengatakan Max Ruland Boseke bersama-sama dengan William Widarta dan Anjar Sulistiyono pada Maret 2013 sampai 2014 telah melakukan perbuatan melawan hukum. Sehingga memperkaya Max sebesar 2.500.000.000 atau Rp 2,5 miliar, serta William sebesar Rp 17.944.580.000 atau Rp 17,9 miliar.
"Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000 (Rp 20,4 miliar)," ujar Richard di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 14 November 2024. Angka kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 20,4 miliar itu dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit tersebut dilakukan pada 26 Februari 2024.
Jaksa mengatakan Max Ruland dan Anjar Sulistiyono mengatur William Widarta sebagai pemenang lelang proyek Pengadaan Truk Pengangkut Personel dan Rescue Carrier Vehicle tahun anggaran 2014 pada Basarnas.
Harga penawaran proyek itu di-mark-up atau dilebihkan sebesar 15 persen. Rinciannya, 10 persen untuk dana komando dan 5 persen untuk keuntungan perusahaan.
Jaksa menuturkan pencairan untuk Pengadaan Truk Angkut Personel 4 WD sebesar Rp 42.558.895.000 atau Rp 42,5 miliar. Namun, kenyataanya yang digunakan hanya Rp 32.503.515.000atau Rp 32,5 miliar. "Sehingga terdapat selisih sebesar Rp 10.055.380.000 (Rp 10 miliar)," ujar Richard.
Selain itu, selisih sebesar Rp 33.160.112.500 atau Rp 33,1 miliar juga ditemukan pada pekerjaan Pengadaan Rescue Carrier Vehicle. Total pencairan untuk pengadaan itu sebesar Rp 43.549.312.500atau Rp 43,5 miliar, tapi yang digunakan hanya Rp 33.160.112.500 atau Rp 33,1 miliar.
"Sehingga terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200.000 (Rp 10,3 miliar)," kata Richard. Max Ruland dan dua terdakwa lain didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).