Jokowi Masuk PSI Bisa, Bumerang bagi Eksistensi PSI sebagai Partai Terbuka?

1 week ago 19

Jokowi Beri Kejutan di Kongres PSI Solo: Nyatakan "Dukungan Penuh" dan Prediksi Suara PSI Melonjak 3 Kali Lipat di 2029! Ando

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Langkah politik Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali menjadi sorotan. Setelah Kaesang Pangarep dikukuhkan kembali sebagai Ketua Umum, kini muncul spekulasi mengenai bergabungnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam struktur elite partai itu, tepatnya sebagai Ketua Dewan Pembina.

Menanggapi kabar tersebut, politisi senior PDI Perjuangan, Aria Bima, angkat bicara. Ia menyebut, jika benar Jokowi mengambil posisi strategis di PSI, maka label “partai super terbuka” yang selama ini diklaim PSI bisa menjadi bumerang.

“Kalau Mas Kaesang sebagai ketua umum, lalu Pak Jokowi duduk sebagai dewan pembina, justru itu berkesan eksklusif, bukan inklusif. Konsep partai terbuka jadi absurd,” tegas Aria Bima saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (21/7/2025).

Sebagai wakil rakyat dan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria menyampaikan apresiasinya atas dinamika partai-partai baru seperti PSI. Namun, ia menekankan pentingnya konsistensi antara citra publik dan struktur internal partai.

“Ini bukan soal personal Jokowi atau Kaesang, ini soal prinsip demokrasi dan wajah partai di mata publik,” tambahnya.

Di sisi lain, pernyataan mengejutkan datang dari pendiri sekaligus Ketua Dewan Pembina PSI, Jeffrie Geovanie. Dalam pidatonya di Kongres PSI di Solo, Sabtu (19/7/2025), ia secara gamblang mengakui bahwa keterlibatan Jokowi dan keluarganya adalah kunci hidup-matinya PSI.

“Kalau PSI enggak dapat darahnya keluarga Pak Jokowi, atau Pak Jokowi sendiri, kita tutup saja partai ini,” ujar Jeffrie, di hadapan kader dan tamu undangan.

Pernyataan itu memantik perdebatan tajam di ruang publik soal idealisme partai politik. Apalagi PSI selama ini dikenal membawa semangat meritokrasi dan politik antinepotisme.

Jeffrie juga menyebut bahwa masa-masa sulit PSI terjadi menjelang Pemilu 2024 lalu. Ia mengklaim bahwa pada titik tersebut, keputusan untuk “mengundang darah Jokowi” ke dalam tubuh partai menjadi tak terelakkan.

Meski demikian, saat Jokowi hadir langsung dalam Kongres PSI di Gedung Graha Saba Buana—yang notabene milik keluarga Jokowi—tidak ada pengumuman resmi soal penunjukan dirinya sebagai Dewan Pembina. Namun, dalam pidatonya, Jokowi secara terbuka menyatakan dukungan penuh kepada PSI, bahkan siap “bekerja sekeras-kerasnya.”

Meritokrasi atau Feodalisme Politik?

Kehadiran Jokowi dan dominasi keluarganya dalam struktur PSI menimbulkan pertanyaan besar di kalangan publik: benarkah PSI masih konsisten dengan prinsip meritokrasi, atau kini sedang bergeser ke model feodalistik?

Pasalnya, meskipun PSI mengusung narasi partai milenial, progresif, dan terbuka, kenyataan di lapangan tampak kontras: posisi puncak tetap dikuasai lingkaran keluarga tokoh nasional.

Menariknya, Jeffrie Geovanie—sosok di balik layar PSI—bukanlah orang baru di dunia politik. Sebelumnya, ia pernah menjabat anggota DPR dari Fraksi Golkar, lalu pindah ke Partai Nasdem, hingga akhirnya mendirikan PSI. Ia juga tercatat pernah menjabat anggota DPD dari Sumatera Barat, dan memiliki rekam jejak di sektor perbankan serta organisasi olahraga.

Kini, PSI tampaknya berada di persimpangan: antara idealisme awal atau pragmatisme politik demi bertahan hidup. Yang jelas, publik menunggu bagaimana PSI menjawab kritik ini — tidak hanya lewat retorika, tetapi juga langkah konkret yang membuktikan integritas politik mereka. [*] Berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |