Kemlu Akui Dua WNI Ditahan Otoritas AS usai Kebijakan Anti-Imigran Trump

2 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri (PWNI Kemlu) Judha Nugraha membenarkan dua WNI tengah ditahan oleh otoritas Amerika Serikat sebagai imbas kebijakan anti-imigran gelap Presiden Donald Trump.

"Satu ditahan di Atlanta, Georgia, dan satu ditahan di New York," kata Judha saat menggelar konferensi pers di kantor Kemlu, Jakarta Pusat, pada Jumat, 7 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Judha mengungkap bahwa WNI yang ditangkap di Atlanta, Georgia, pada 29 Januari berinisial TRN sedangkan satu WNI lain berinisial BK ditangkap di New York pada 28 Januari.

Lebih lanjut Judha mengatakan bahwa Kemlu belum menerima informasi mengenai bagaimana proses penangkapan TRN. Namun, dia menyebut Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) di Houston, yang telah berkomunikasi dengan TRN, menyebut TRN dalam kondisi baik dan sudah mendapatkan akses pendampingan hukum.

Adapun BK ditangkap saat sedang melakukan pelaporan tahunan di kantor Immigration and Custom Enforcement (ICE). Dia masuk ke dalam daftar deportasi sejak 2009. BK juga telah mengajukan suaka, namun ditolak. 

"KJRI New York juga sudah berkomunikasi walaupun tidak secara langsung, namun dengan istri yang bersangkutan, kondisinya sehat, yang bersangkutan juga sudah memiliki akses pendampingan hukum," tutur Judha. 

Sejak pertama kali kebijakan imigrasi ini berlaku, Judha menyampaikan, Kemlu dan enam perwakilan RI di AS sudah melakukan langkah-langkah antisipasi.

"Kami sudah melakukan koordinasi secara virtual," ujarnya.

Enam perwakilan RI di AS yang dimaksud Judha adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington DC, KJRI San Fransisco, KJRI Los Angeles, KJRI Houston, KJRI Chicago, dan KJRI New York.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menanggapi pernyataan Presiden AS Donald Trump yang ingin mendeportasi imigran gelap dari negara tersebut. 

Yusril mengatakan akan mengantisipasi kebijakan itu dan memberikan perlindungan terhadap WNI di AS yang berpeluang dideportasi karena masalah keimigrasian.

“Kalau hal seperti itu terjadi kita harus siap juga mengantisipasi,” kata Yusril kepada wartawan, di gedung Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Jakarta Selatan, pada Jumat, 24 Januari 2025.

Pernyataan ini disampaikan Yusril menyusul kabar Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengutarakan janji melakukan deportasi besar-besaran dengan memulangkan jutaan imigran. Janji itu disampaikan Trump di hadapan ribuan pendukungnya pada hari pelantikannya, di Washington, pada Ahad, 19 Januari 2025. 

Yusril menuturkan kementeriannya belum mendapatkan informasi resmi soal deportasi imigran bermasalah. Akan tetapi, Yusril mengetahui bahwa Trump memang pernah menyinggung soal deportasi imigran gelap saat masa kampanye presiden. 

Karena belum ada informasi yang jelas soal deportasi itu, Yusril tidak mau bereaksi terlalu cepat dalam menanggapinya. Akan tetapi, jika deportasi itu terjadi, Yusril mengatakan pemerintah Indonesia akan melindungi para WNI terdampak di luar negeri. 

“Saya kira itu normal saja kita akan lakukan,” ucapnya.

Di lain pihak, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyatakan akan membentuk sebuah tim untuk mengantisipasi deportasi massal imigran bermasalah di Amerika Serikat menyusul pernyataan Trump. 

“Kami sudah bentuk tim namanya Tim Perlindungan Warga Negara melalui Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan,” kata Natalius, dalam keterangan resmi, pada Jumat, 24 Januari 2025. 

Tim itu akan membantu dan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk memastikan perlindungan terhadap WNI terdampak. 

Natalius menyatakan bukanlah hal mustahil apabila ada WNI di Amerika Serikat yang terdampak. Sebab terdapat cukup banyak WNI yang tinggal di Amerika Serikat dengan status kependudukan bermasalah. Misalnya menetap menggunakan visa turis hingga modus mencari suaka politik dengan dokumen palsu. 

“Kita sudah mendapatkan informasi ada WNI yang mulai resah terutama yang surat-surat keimigrasiannya bermasalah,” ujar dia. 

Alfitria Nefi Pratiwi ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Pilihan Editor:

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |