Ketua MPR Usul Polri Evaluasi Psikologi Polisi Secara Berkala

4 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ahmad Muzani, mengusulkan agar Kepolisian Republik Indonesia mengevaluasi kondisi psikologi anggotanya secara berkala dalam penggunaan senjata api. Usulan itu disampaikan untuk merespons kasus polisi tembak polisi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat dan penembakan polisi terhadap siswa SMK Negeri 4 Semarang, Jawa Tengah.

“Evaluasi berkala dalam kurun waktu tertentu mungkin diperlukan karena orang itu selalu ada perubahan sikap (dan) psikologi," kata Muzani di kompleks MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 26 November 2024.

Muzani tidak menyebutkan rentang waktu evaluasi psikologi polisi tersebut. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra ini menyerahkannya kepada kepolisian. "Polri yang tahu kapan keberkalaan itu diperlukan. Apakah setahun sekali atau berapa waktu," katanya.

Peristiwa polisi tembak polisi di Solok Selatan terjadi pada Jumat pekan lalu. Peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 00.43 WIB. Kejadian itu berawal ketika Satuan Reskrim Polres Solok Selatan menyelidiki keberadaan tambang galian C ilegal di sana, lalu menangkap terduga pelaku.

Ketika menuju Polres Solok Selatan, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Ulil Ryanto Anshari mendapat telepon dari Kepala Bagian Operasi Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Dadang Iskandar yang intinya mengkonfirmasi penangkapan pelaku tambang ilegal tersebut. Setelah sampai di kantor Polres Solok Selatan, penyidik langsung memeriksa terduga pelaku di ruangan Reserse Kriminal Polres.

Selanjutnya, Dadang mendatangi Ulil di parkiran Polres Solok Selatan, yang berada berdekatan dengan ruang identifikasi reserse dan kriminal. Dadang langsung mengarahkan pistolnya ke kepala Ulil yang tengah mengambil telepon seluler di dalam mobil. 

Letusan tembakan Dadang itu terdengar keras hingga membuat sejumlah personel Polres Solok Selatan berhamburan ke luar ruangan. Mereka menemukan Ulil sudah tergeletak dengan luka tembak di bagian kepala. 

Dadang lantas kabur menggunakan mobil dinasnya. Tapi ia akhirnya menyerahkan diri ke Kepolisian Daerah Sumatera Barat. Kepolisian menduga motif penembakan tersebut karena Dadang tak senang dengan penangkapan terhadap pelaku tambang galian C ilegal tersebut. 

Selanjutnya, insiden penembakan polisi di Semarang terjadi pada Ahad dini hari lalu. Seorang personel Polres Kota Besar Semarang diduga menembak seorang pelajar SMK Negeri 4 Semarang hingga tewas. Kepala Polrestabes Semarang, Komisaris Besar Irwan Anwar, membenarkan peristiwa penembakan tersebut. 

Irwan beralasan, polisi terpaksa menembak korban karena melakukan perlawanan ketika anggotanya hendak melerai tawuran di Semarang Barat. “Saat kedua kelompok gangster ini melakukan tawuran, kemudian muncul anggota polisi, dilakukan upaya untuk melerai, namun ternyata anggota polisi informasinya dilakukan penyerangan sehingga dilakukan tindakan tegas,” kata Irwan, Senin, 25 November 2024.

Ia mengatakan peristiwa itu berawal dari informasi adaanya tawuran antar-kelompok, yakni Geng Seroja dan Geng Tanggul Pojok. Korban merupakan anggota Geng Tanggul Pojok. Ketika kedua kelompok itu tawuran, muncul seorang polisi yang hendak membubarkan mereka. Namun, polisi tersebut justru diserang sehingga menembak korban.

Ahmad Muzani prihatin dengan kejadian tersebut. Ia mengatakan prosedur kepemilikan senjata api sesungguhnya sudah cukup ketat, tapi personel kepolisian di lapangan masih terkadang menyalahgunakannya. "(Prosedur) itu sudah cukup ketat sebenarnya, tapi namanya orang, ya, kadang-kadang khilaf, alpa, dan emosi," kata dia. 

Ade Ridwan Yandwiputra dan Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |