JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sempat menutup akses publik atas dokumen persyaratan capres-cawapres memantik gelombang kritik. Meski kebijakan itu akhirnya dibatalkan, sejumlah pihak menilai kerusakan kepercayaan publik sudah terlanjur terjadi.
Mantan anggota KPU periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, menyebut langkah KPU di bawah kepemimpinan Mochamad Afifuddin itu sebagai kesalahan fatal. Menurutnya, keputusan yang dituangkan dalam Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 tersebut justru menabrak prinsip keterbukaan informasi yang menjadi dasar demokrasi. “Kerusakan sudah terjadi. Pembatalan aturan itu tidak serta-merta menghapus dampak buruknya,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (16/9/2025).
Hadar menilai, pimpinan KPU seharusnya bertanggung jawab atas blunder tersebut. Ia bahkan menyarankan adanya perombakan jajaran atau pengunduran diri ketua beserta anggotanya. “Mau tidak mau, perlu ‘reset’ di KPU sebelum Pemilu 2027. Kalau tidak ada yang berani mundur, yang punya otoritas harus turun tangan,” tegasnya.
DPR dan Pakar Ikut Menyorot, Pemerintah Ingatkan Keterbukaan
Sorotan tajam juga datang dari DPR RI. Komisi II menyatakan akan segera memanggil KPU untuk meminta penjelasan soal alasan di balik kebijakan itu. “Kami ingin tahu apa dasar mereka menetapkan data capres-cawapres sebagai rahasia,” ujar salah satu anggota Komisi II.
Peneliti senior Netgrit itu sebelumnya juga mengingatkan KPU agar tidak menyamaratakan semua dokumen sebagai rahasia. Dokumen pribadi yang sensitif memang perlu dilindungi, tetapi dokumen publik yang menyangkut rekam jejak calon pemimpin harus tetap dibuka. “Salinan ijazah misalnya, penting bagi publik, meskipun nilai ujian tak perlu ditampilkan,” tegas Hadar.
Pakar hukum tata negara Feri Amsari menyebut kebijakan KPU tersebut “konyol” dan bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi. “Logika KPU tidak nyambung dengan kebutuhan publik. Justru menutup ruang demokrasi,” kritiknya.
Sementara itu, pihak Istana menegaskan tidak ikut campur dalam keputusan KPU. Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro menyebut KPU sebagai lembaga independen, namun mengingatkan setiap kebijakan harus memperhitungkan prinsip akuntabilitas. “Penyelenggara pemilu harus berhati-hati agar tidak menimbulkan kesan negatif,” ujarnya.
Dengan keputusan yang sempat kontroversial itu, KPU kini berada dalam sorotan publik yang semakin tajam. Pembatalan aturan Nomor 731 dianggap bukan titik akhir, melainkan ujian bagi KPU untuk memulihkan kepercayaan publik menjelang Pemilu 2027. [*] Disarikan dari berbagai sumber berita daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.