Kuasa Hukum Afif Maulana Berencana Menggugat RS Bhayangkara dan PDFMI

2 days ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Afif Maulana, Adrizal, mengungkapkan rencana menempuh upaya litigasi dengan menggugat Rumah Sakit Bhayangkara dan Pusat Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia atau PDFMI usai Polda Sumatera Barat memutuskan menghentikan penyelidikan kasus. “Kami berencana akan melakukan gugatan strategis terhadap tindakan penghentian,” kata Adrizal saat dihubungi, Jumat, 3 Januari 2025.

Adapun rencana itu disampaikan Adrizal saat memaparkan rencana yang akan ditempuh keluarga korban dan kuasa hukum menyusul keputusan Polda Sumbar. Akan tetapi, Adrizal belum memastikan apakah jalur hukum yang diambil adalah secara pidana atau perdata. “Sedang dipikirkan bersama team bapak (ayah Afif),” ujar dia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain rencana menggugat, pengacara publik LBH Padang itu mengatakan saat ini mereka sedang mengumpulkan kembali bukti dan saksi yang ada di lokasi kejadian maupun bukti pendukung lain. Adrizal mengatakan mereka juga sedang melakukan proses pengajuan dokumen yang terkait dengan proses ekshumasi dan salinan CCTV. “Saat ini sedang berlanjut dalam sengketa di komisi informasi,” kata Adrizal. 

Sementara itu, ayah Afif, Afrinaldi mengatakan alasan mereka meminta dokumen tersebut karena untuk memastikan bahwa proses penyelidikan dilakukan sesuai dengan prosedur. Senada dengan pernyataan Adrizal, ia mengatakan proses pengajuan tengah mengalami sengketa di Komisi Informasi Sumatera Barat. “Pagi ini mengirimkan memori pemberitahuan bahwa kasus telah dihentikan oleh Kepolisian,” kata Afrinaldi, Jumat. 

Penyelidikan kasus kematian Afif Maulana, seorang anak berusia 13 tahun yang ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji pada Juni 2024, resmi dihentikan. Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyono mengumumkan penghentian penyelidikan ini pada Selasa sore, 31 Desember 2024.

Kasus ini bermula dari dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh polisi terhadap Afif Maulana saat menangani tawuran. Namun, keluarga korban dan kuasa hukum menilai penanganan kasus ini tidak transparan dan tidak memenuhi prinsip akuntabilitas. “Kami akan mengambil langkah hukum setelah menerima Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP2 Lidik),” ujar Adrizal, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 1 Januari 2024.

Keputusan penghentian penyelidikan kasus ini diambil setelah Polda Sumbar menggelar perkara khusus kasus yang telah berjalan lebih dari enam bulan ini pada hari yang sama. Namun, kuasa hukum korban menyebut proses tersebut tidak melibatkan mereka secara penuh dan minim transparansi. “Sebuah gelar perkara khusus seharusnya membuka fakta dan alat bukti,” kata Alfi Syukri, kuasa hukum korban. Namun, Kabid Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Dwi Sulistyawan menegaskan bahwa mekanisme tersebut sudah sesuai prosedur.

“Memang mekanisme seperti itu, di termin pertama pelapor diminta untuk memberikan informasi selengkap-lengkapnya terkait dengan kejadian yang dilaporkan, sedangkan untuk termin kedua pelapor tidak dilibatkan," kata Dwi kepada Tempo saat dihubungi Kamis, 2 Januari 2025.

Gelar perkara khusus kasus ini berlangsung pada Selasa, 31 Desember 2024. Dalam termin pertama, penyidik memaparkan langkah-langkah penyelidikan, termasuk olah tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan saksi, dan hasil autopsi. Sementara pada termin kedua, proses berlangsung secara internal tanpa melibatkan keluarga korban maupun kuasa hukum.

Dwi menjelaskan, sesi kedua gelar perkara khusus itu merupakan ranah internal kepolisian yang kegiatannya diawasi oleh pengawas dari Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) serta Divisi Profesi dan Pengamanan atau Propam Polda Sumbar. Polda Sumbar mengklaim bahwa hal tersebut telah sesuai dengan aturan dari kepolisian.

LBH Padang menyebut mekanisme ini tidak mencerminkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. “Proses gelar perkara termin pertama tidak transparan. Penyidik tidak menjelaskan hasil temuan CCTV, pemeriksaan ahli forensik, dan dugaan penyiksaan terhadap korban,” kata Adrizal, pengacara publik LBH Padang, dalam keterangan tertulisnya, Rabu.

LBH Padang bersama keluarga korban kini mengajukan sengketa informasi untuk mendapatkan dokumen autopsi dan ekshumasi yang dianggap penting untuk mengungkap fakta kematian Afif Maulana. Mereka berharap dokumen tersebut dapat memberikan kejelasan lebih lanjut atas kasus yang dianggap penuh kejanggalan ini.


Intan Setiawanty turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |