TEMPO.CO, Jakarta - Mantan jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Fatou Bensouda, berbicara tentang "taktik seperti preman" yang mengejutkan, ancaman dan intimidasi yang dialaminya ketika ia masih menjabat. Middle East Monitor melaporkan bahwa Bensouda, yang menjabat antara tahun 2012 hingga 2021 dan memimpin kasus pendahuluan di ICC melawan para pejabat Israel, buka suara mengenai intimidasi yang dialaminya selama sembilan tahun menjabat.
Berbicara di sebuah acara di London yang diselenggarakan oleh Dewan Pengacara Inggris dan Wales, Bensouda mengungkapkan bahwa ia menerima "ancaman langsung" terhadap dirinya dan keluarganya ketika menangani kasus-kasus yang sensitif secara politik.
Meskipun ia tidak secara eksplisit menyebut nama Israel, investigasi Guardian pada awal tahun ini mengungkap bagaimana kepala Mossad, Yossi Cohen, secara pribadi mengancam Bensouda dan keluarganya dalam serangkaian pertemuan rahasia.
Penyelidikan mengungkapkan bahwa Cohen menunjukkan kepada Bensouda foto-foto yang diambil secara diam-diam dari suaminya selama perjalanan ke London dan mengatakan bahwa melanjutkan penyelidikan penuh akan merugikan kariernya.
Dalam sebuah percakapan yang mengancam, Cohen dilaporkan mengatakan kepadanya: "Anda harus membantu kami dan membiarkan kami mengurus Anda. Anda tidak ingin terlibat dalam hal-hal yang dapat membahayakan keamanan Anda atau keluarga Anda."
Berbicara pada acara Selasa, Bensouda, yang kini menjabat sebagai Komisaris Tinggi Gambia untuk Inggris, menegaskan bahwa ancaman-ancaman tersebut tidak menghalanginya untuk melanjutkan pekerjaannya. "Taktik gaya preman yang tidak dapat diterima, ancaman, intimidasi, dan bahkan sanksi tidak membuat saya atau kantor saya gagal memenuhi kewajiban kami," jelasnya.
Di bawah kepemimpinannya, ICC membuka penyelidikan resmi atas dugaan kejahatan perang di Palestina, yang kini dipercepat oleh penggantinya, Karim Khan, menyusul genosida Israel di Gaza.
Pengungkapan ini terjadi ketika ICC menghadapi tekanan baru setelah pekan lalu menyetujui surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan seorang pejabat senior Hamas yang kemungkinan telah tewas. Para pejabat pengadilan dilaporkan sedang mempersiapkan kemungkinan pembalasan, terutama ketika Presiden AS terpilih Donald Trump, yang sebelumnya memberikan sanksi kepada Bensouda atas investigasi Palestina, kembali ke Gedung Putih pada Januari.
Bensouda memperingatkan bahwa ICC "harus terus melakukan tugasnya tanpa campur tangan politik" dan mendesak negara-negara anggota untuk membantu "melindungi pengadilan dari tekanan dan manipulasi politik dalam bentuk apa pun."
Ia juga menekankan pentingnya menyelidiki "tingkat kriminalitas yang menyeluruh dalam konflik yang menghancurkan ini," termasuk isu-isu seperti permukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki Israel yang menjadi bagian dari penyelidikan awalnya.
Jaksa Karim Khan mendapat tekanan
Pada awal September, Jaksa ICC, Karim Khan, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jepang Yomiuri Shimbun mengungkapkan bahwa para pejabat ICC menerima "ancaman" pribadi dari para pendukung Rusia dan Israel.
"Jika kita membiarkan serangan-serangan seperti ini... ancaman-ancaman... untuk membongkar atau mengikis lembaga-lembaga hukum yang telah dibangun sejak Perang Dunia Kedua, apakah ada yang percaya bahwa hal ini akan berakhir dengan Mahkamah Pidana Internasional?" Khan memperingatkan.
Memperhatikan bahwa Jepang adalah penyandang dana terbesar ICC, Khan mendesak kerja sama Jepang dalam mempengaruhi AS.
"Anda tidak bisa membiarkan serangan terhadap Mahkamah... maka Anda tidak memiliki sistem berbasis aturan," kata Khan, menambahkan: "Lebih baik bagi negara dan lebih baik bagi dunia, hampir selalu, untuk memiliki keberanian untuk berdiri di atas prinsip daripada berdiri di atas kemanfaatan."
"Tanggung jawab kami adalah menggunakan sumber daya kami secara efektif untuk menyelidiki bukti-bukti yang memberatkan dan meringankan secara seimbang hingga kami merasa bahwa tuduhan kriminal utama telah diselidiki secara menyeluruh," ujar Khan.
Pada 20 Mei, Khan mengumumkan bahwa Pengadilan sedang mencari surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, atas tuduhan melakukan kejahatan perang.
Israel minta AS hukum ICC
Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa'ar, mengatakan pada Kamis bahwa ia yakin Amerika Serikat akan menghukum Mahkamah Pidana Internasional karena telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, demikian laporan Reuters.
Israel mengatakan akan mengajukan banding atas keputusan ICC untuk menindak Netanyahu dan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam konflik Gaza.
Namun dalam sebuah kunjungan ke Republik Ceko, Sa'ar mengatakan bahwa negara-negara lain juga kecewa dengan keputusan tersebut, termasuk Amerika Serikat.
"Saya cenderung percaya bahwa di Washington, legislasi akan segera dilakukan untuk menentang ICC dan siapa pun yang bekerja sama dengannya," kata Sa'ar dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Ceko, Jan Lipavsky.
Sa'ar menambahkan bahwa Israel akan mengakhiri perang 14 bulan di Gaza ketika mereka "mencapai tujuannya" yaitu mengembalikan sandera yang ditahan oleh Hamas dan memastikan bahwa kelompok tersebut tidak lagi menguasai daerah kantong Palestina tersebut.
Sa'ar mengatakan Israel tidak berniat untuk mengontrol kehidupan sipil di Gaza, dan menambahkan bahwa perdamaian "tidak dapat dihindari", tetapi tidak dapat didasarkan pada "ilusi".