TEMPO.CO, Jakarta - Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK menyita uang sebanyak Rp 6,8 miliar dari operasi tangkap tangan Pj Wali Kota Pekanbaru.
"Dari rangkaian kegiatan (penyelidikan) tim KPK mengamankan total sembilan orang, yakni delapan orang di wilayah Pekanbaru dan satu orang di wilayah Jakarta, serta sejumlah uang dengan total sekitar Rp 6,8 miliar" kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat konferensi pers, Rabu dini hari, 4 Desember 2024.
Dari sembilan orang yang diperiksa, KPK menetapkan tiga tersangka yakni Pj Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekretaris Daerah Pekanbaru Indra Pomi Nasution, dan Plt. Kabag Umum Setda Pekanbaru Novin Karmila.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat ditemui di Denpasar, Bali, Selasa, 3 Desember mengatakan Risnandar membuat laporan pertanggungjawaban fiktif terhadap pengadaan barang di lingkungan pemerintah Kota Pekanbaru.
"Informasi sementara, itu terkait dengan penggunaan uang bendahara, ya. Jadi kan di sistem keuangan daerah itu kan ada istilahnya itu pengeluaran dulu, nanti buktinya itu kemudian dipertanggungjawabkan begitu kan," kata Alex dilansir dari Antara.
Menurut keterangan Alex, ada dugaan Risnandar mencantumkan berbagai item kebutuhan kantor dengan pengambilan uang cash terlebih dahulu. Setelah itu, Risnandar membuat laporan pengeluaran fiktif, sementara uangnya tidak dipakai untuk kebutuhan barang yang ada di item pembelanjaan.
"Salah satu modusnya itu tadi ada pengambilan cash kemudian dibagi-bagi, dengan bukti pengeluaran fiktif. Ini kan konyol," katanya.
Salah satu contohnya adalah pengadaan alat tulis kantor. Risnandar diduga sengaja memanipulasi kebutuhan alat tulis tersebut dengan bukti kwitansi, namun dalam kenyataannya barang tersebut tidak ada. "Alat tulis kantornya hanya di kwitansi, tapi barangnya nggak ada dan sebagainya," katanya.
Alex mengatakan modus laporan fiktif seperti itu sudah lama terjadi di berbagai daerah. "Ini modus seperti ini dengan pertanggungjawaban fiktif ini juga sudah lama, saya sudah 20 tahun jadi auditor dan ketemu seperti itu dan sekarang praktek itu ternyata juga masih dilakukan," katanya.
Sementara itu, Ghufron menjelaskan dugaan korupsi ini bermula dari informasi yang diterima KPK terkait tersangka Novin Karmila akan menghancurkan tanda bukti transfer sejumlah Rp 300 juta kepada anaknya NRP. Transfer tersebut dilakukan oleh RS yang merupakan Staf Bagian Umum, atas perintah dari NK.
Temuan awal ini menjadi dasar penyelidikan KPK dan memboyong sembilan orang yang terlibat ke Gedung Merah Putih KPK, hingga akhirnya terungkap total uang senilai Rp 6,8 miliar dari kasus tersebut. "KPK masih akan terus mendalami dalam penyidikan perkara ini kepada pihak-pihak lain yang diduga terkait dan aliran uang lainnya," kata Ghufron.
Adapun penetapan tersangka ini, kata Ghufron, disangkakan telah melanggar ketentuan pasal 12 F dan pasal 12 B pada Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ketiga tersangka adalah Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekretaris Daerah Pekanbaru, Indra Pomi Nasution, dan Plt. Kabag Umum Setda Pekanbaru, Novin Karmila, juga akan ditahan di Rutan Cabang KPK selama 20 hari pertama sejak pemeriksaan pada Selasa, 3 Desember hingga 22 Desember 2024.
Alif Ilham Fajriadi turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.