JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Para pelaku usaha daring tampaknya harus mulai bersiap menghadapi kebijakan baru pemerintah. Pasalnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan bahwa pemungutan pajak bagi pedagang online akan mulai diterapkan pada Februari 2026.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, mengatakan bahwa seluruh mekanisme sudah dalam tahap akhir penyiapan. “(Implementasi dimulai) Februari,” ujarnya saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025).
Kebijakan ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang semula dijadwalkan berlaku pada 14 Juli 2025, namun sempat ditunda karena pemerintah ingin memberi waktu pemulihan daya beli masyarakat.
Purbaya menjelaskan bahwa penundaan sebelumnya dilakukan untuk memastikan sistem ekonomi dalam negeri lebih siap menanggung beban kebijakan pajak baru tersebut. “Kita tunggu sampai dorongan ekonomi dari kebijakan fiskal betul-betul terasa, baru pajak pedagang online diberlakukan,” katanya.
Dalam regulasi itu, marketplace ditetapkan sebagai pihak pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen bagi pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun. Marketplace tidak hanya berperan sebagai perantara jual-beli, tetapi juga menjadi mitra strategis pemerintah dalam memungut pajak dari transaksi digital.
Setiap pedagang diwajibkan melaporkan total peredaran bruto kepada platform tempat mereka berjualan. Berdasarkan laporan tersebut, marketplace akan mulai memungut pajak dari bulan berikutnya. Nilai pajak dihitung dari total penjualan kotor sebelum potongan harga atau diskon.
Kementerian Keuangan memastikan penerapan kebijakan ini dilakukan secara bertahap dan berbasis data agar tidak mengganggu kelancaran usaha kecil dan menengah. Pemerintah juga menegaskan bahwa langkah ini bagian dari upaya memperluas basis pajak di sektor digital tanpa membebani pelaku usaha mikro.
Purbaya optimistis, pajak e-commerce ini tidak akan menghambat pertumbuhan sektor digital nasional. Sebaliknya, ia menyebut kebijakan tersebut akan menciptakan keadilan fiskal antara pelaku usaha konvensional dan online.
“Ini bagian dari reformasi pajak untuk era ekonomi digital. Kita ingin sistem perpajakan yang inklusif, mudah, dan sesuai perkembangan zaman,” tandasnya. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.