Okupansi Hotel Menurun, Apindo Usul Insentif Pelancong dan Penurunan Pajak

1 day ago 17

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengusulkan pemberian insentif atau diskon kepada para pelancong agar bisa mendorong okupansi hotel yang sebelumnya dilaporkan menurun. Selain potongan harga kepada pelancong, ia mengusulkan penurunan biaya pajak yang sebelumnya dikenakan ke hotel-hotel di Tanah Air.

Shinta membenarkan bisnis perhotelan saat ini sedang kesulitan mencapai target okupansi atau keterisian kamar mereka. Namun, menurut dia, masalah ini masih bisa teratasi kalau pemerintah daerah dan pemerintah pusat memberikan atensi yang lebih bagi kelangsungan bisnis di sektor tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ini sesuatu yang harus jadi perhatian pemerintah tentunya. Kondisinya ini sekarang sudah terjadi. Angka menunjukkan hampir semua hotel terkena dampak penurunan jumlah penghuni,” ucap Shinta saat ditemui di Balai Agung DKI Jakarta, Selasa, 27 Mei 2025.

Menurut Shinta, bisnis perhotelan berkaitan dengan supply dan demand. Ketika ada tawaran yang menarik dari bisnis itu, pelanggan akan datang sendiri tanpa harus dicari.

Dalam konteks Jakarta, masih sedikit jumlah pelancong yang datang untuk berliburan ke kota metropolitan ini. Oleh sebab itu, dia menawarkan perlu adanya insentif untuk menggenjot kedatangan pelancong ke hotel-hotel di Jakarta.

Kemudian, untuk mendorong permintaan atau pemesanan hotel oleh konsumen, Shinta menilai saat ini situasinya sedang terdampak kebijakan efisiensi anggaran yang dikeluarkan pemerintah.

Sebab, bisnis perhotelan sebelumnya ditopang oleh pihak pemerintah yang kerap menggelar rapat dan agenda-agenda besar di hotel-hotel, namun karena ada kebijakan efisiensi, agenda tersebut berkurang dan membuat okupansi hotel tidak memenuhi targetnya.

Lebih jauh Shinta turut menawarkan adanya keringanan biaya pajak bagi bisnis perhotelan. Dia meminta pemerintah daerah membuka mata bahwa sektor tersebut tengah menghadapi kesulitan. Terlebih, pajak yang tinggi untuk bisnis perhotelan, bisa semakin menambah beban pengelola ketika terjadi penurunan okupansi di masa sekarang.

Pernyataan Shinta ini setali tiga uang dengan survei yang dilakukan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta. Survei itu mencatat penurunan tertinggi berasal dari segmen pemerintahan yang mencapai 66,7 persen. Kondisi ini, bahkan berpotensi membuat pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada sektor perhotelan Tanah Air.

Sebelumnya, Ketua PHRI Jakarta Sutrisno Iwanto mengatakan para pelaku bisnis hotel telah memperkirakan bakal ada pengurangan sebanyak 10 hingga 30 persen karyawan. Selain itu, sebanyak 90 persen pelaku usaha mempertimbangkan pengurangan terhadap 90 persen daily worker. Kemudian, sebanyak 36,7 persen lainnya mengaku akan melakukan pengurangan staf.

Sutrisno mengungkapkan pemangkasan tenaga kerja dilakukan karena tingkat hunian jeblok sedangkan biaya operasional meningkat dan membebani keberlangsungan bisnis mereka. PHRI Jakarta mencatat sebanyak 96,7 persen bos hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian. 

“Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan, mereka akan terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan,” kata Sutrisno melalui keterangan tertulis, Senin, 26 Mei 2025.

Lebih jauh, Sutrisno mengatakan industri hotel dan restoran selama ini telah berkontribusi besar terhadap pendapatan asli Jakarta dengan rata-rata sumbangan sekitar 13 persen. Ia menyatakan, berdasarkan data BPS pada 2023 terdapat lebih dari 603 ribu tenaga kerja yang bergantung pada sektor akomodasi dan makanan-minuman di Jakarta.

Penurunan kinerja sektor ini diyakini membawa efek domino terhadap sektor lain seperti UMKM, petani, pemasok logistik, dan pelaku seni-budaya. Musabanya, sektor tersebut memiliki keterkaitan dengan industri perhotelan dan restoran. 

Sutrisno meminta pemerintah menjadikan keluhan pelaku industri sebagai peringatan serius bagi pemerintah pusat ataupun daerah. Menurut dia, tanpa langkah konkret dan strategi pemulihan yang tepat, industri perhotelan berpotensi mengalami krisis berkepanjangan yang dampaknya bisa meluas ke sektor lain.

Alfitria Nefi, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |