Ombudsman Temukan Masih Banyak Celah untuk Melakukan Praktik TPPO

2 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menemukan bukti pemerintah masih lemah mencegah praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Temuan itu berdasarkan hasil kajian sistemik yang dilakukan Ombudsman di beberapa wilayah di Indonesia.

Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro mengatakan, yang melatarbelakangi kajian ini adalah jumlah korban TPPO yang terus meningkat setiap tahunnya dengan beragam modus operandi dan korban yang berasal dari berbagai kelas ekonomi dan pendidikan. Serta meluasnya jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri. 

"Dari hasil kajian sistemik itu, Ombudsman menyoroti empat aspek yakni sosialisasi dan edukasi, pengawasan, peningkatan koordinasi dan kerja sama, serta regulasi upaya pencegahan TPPO," kata Johanes dalam keterangan resminya, Jumat, 29 November 2024. 

Johanes mengatakan, temuan Ombudsman pada aspek sosialisasi dan edukasi pencegahan TPPO di antaranya belum semua daerah memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD) PP TPPO, tidak adanya anggaran yang dimiliki oleh daerah untuk Gugus Tugas TPPO, khususnya anggaran terkait kegiatan sosialisasi, belum seragamnya kelompok sasaran sosialisasi TPPO dikarenakan belum adanya perencanaan rinci dalam RAD TPPO dan kurangnya koordinasi antar OPD.  Sedangkan pada aspek pengawasan, Johanes menjelaskan, dalam melakukan upaya pencegahan TPPO melalui pengawasan Lembaga Pelatihan Kerja ( LPK) dan Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN), Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), maupun keimigrasian, juga terdapat permasalahan.

Di antaranya masih banyak korban TPPO yang semestinya dapat dicegah keberangkatannya melalui proses pengawasan keimigrasian.  "Hal ini menggambarkan masih perlu dilakukan penguatan dalam proses pengawasan keimigrasian, khususnya dalam proses verifikasi dan wawancara serta pemeriksaan di TPI," ujarnya.  

Johanes mengungkapkan, mudahnya praktik pemalsuan identitas dan dokumen calon pekerja migran ataupun warga indonesia lainnya yang berpotensi TPPO, meskipun sudah diberlakukan Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa korban TPPO, bahwa yang bersangkutan ketika akan berangkat ke negara tempatan tidak pernah terlibat dan mengurus sendiri dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk ke luar negeri, "Semua dokumen termasuk paspor diurus oleh agen yang merekrut," katanya. 

Terkait kerja sama dan koordinasi pencegahan TPPO, Ombudsman menemukan masih adanya Gugus Tugas Daerah yang belum melakukan restruktur gugus tugas pasca-diubahnya Ketua harian semula Menteri PPPA menjadi Kapolri. Ombudsman juga menyoroti belum terlaksananya sinergitas antara pemerintah daerah dengan lembaga penegak hukum dalam melakukan upaya pencegahan TPPO. 

Terkait regulasi, Johanes mengatakan secara konseptual, regulasi mengenai pencegahan TPPO bertujuan untuk memastikan arah kebijakan pemerintah dalam memutus rantai tindak pidana perdagangan orang. Namun pengaturan dan kebijakan yang ada saat ini masih belum mampu menekan kasus tindak pidana perdagangan orang dikarenakan keberadaan gugus tugas dalam bentuk lembaga koordinatif tidak cukup efektif untuk memberantas atau setidaknya meminimalisir terjadinya kasus perdagangan orang yang terjadi di Indonesia. 

Untuk itu, Ombudsman memberikan saran perbaikan kepada sejumlah pihak. Kepada Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan selaku Ketua I Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO agar segara menginisiasi perubahan Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO dengan menyesuaikan pada perubahan nomenklatur, tugas, dan fungsi kementerian/lembaga.  

Johanes mengatakan, pihaknya melakukan penyusunan kajian dalam rangka melakukan evaluasi dan memberikan saran perbaikan terhadap pelaksanaan pencegahan TPPO yang dilakukan oleh Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 

"Ombudsman melakukan pengumpulan informasi dan data di beberapa wilayah yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat dan Kepulauan Riau. Selain itu, pengumpulan data dan informasi juga melibatkan instansi pusat, organisasi nonpemerintah serta korban TPPO," kata Johanes. 

Dalam kajian ini, Johanes menyampaikan ada beberapa modus TPPO, yakni eksploitasi seksual, eksploitasi anak buah kapal (ABK), eksploitasi pekerja migran Indonesia (PMI), pemagangan, pengantin pesanan yakni tawaran menikah dengan orang asing dan dijanjikan kehidupan mapan di negara asal calon suami, eksploitasi anak dan eksploitasi transplantasi organ tubuh.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |