Pagar Laut Diduga Melibatkan Agung Sedayu: Aguan Bungkam, Walhi Minta Penegakan Hukum

3 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai terdapat potensi pelanggaran hukum terkait penerbitan sertifikat hak atas tanah di wilayah laut. Adapun, terdapat dua perusahaan pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang diungkap oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, yaitu PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa. Kedua perusahaan ini memiliki SHGB dengan total 254 bidang tanah.

Walhi minta pemerintah mengevaluasi dan membatalkan pemberian hak atas tanah pada korporasi dan perorangan di atas wilayah laut Tangerang. “Mengusut pelanggaran hukum pada proses pemberian hak atas tanah yang melibatkan para mafia tanah baik penerbit maupun pemegang sertifikat,” kata Direktur Eksekutif Walhi Zenzi Suhadi dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 20 Januari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, Walhi minta pemerintah untuk  menghentikan upaya reklamasi pada wilayah pesisir dan laut Banten karena menutup akses ke sumber penghidupan masyarakat pesisir dan merusak lingkungan di sumber material pengurukan lahan. Organisasi lingkungan ini juga mendesak pemerintah membatalkan Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2.  

“Karena dijalankan dengan praktik pelanggaran hukum yang terstruktur, sistematis dan masif,” kata Zeni. 

Dalam konferensi pers pada Senin, 20 Januari 2024, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengakui ada SHGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang, Banten. Nusron mengatakan setidaknya terdapat 263 bidang tanah dalam bentuk SHGB dengan kepemilikan sebanyak 234 bidang tanah atas nama PT Intan Agung Makmur dan sebanyak 20 bidang tanah atas nama PT Cahaya Inti Sentosa serta sembilan bidang tanah atas nama perorangan. Selain itu terdapat SHM sebanyak 17 bidang.

“Ada juga SHM, surat hak milik, atas 17 bidang,” kata Nusron. “Lokasinya juga benar adanya sesuai aplikasi Bhumi, yaitu di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.”

Walhi menelusuri kedua perusahaan tersebut terindikasi berafiliasi dengan PT Agung Sedayu Group, sebuah korporasi pengembang properti raksasa. Afiliasi Agung Sedayu Group terlihat dari kepemilikan saham PT Agung Sedayu dan PT Pantai Indah Kapuk Dua. Selain kepemilikan saham dari PT Agung Sedayu dan PT Pantai Indah Kapuk Dua, afiliasi Agung Sedayu Group terlihat dari bercokolnya nama Belly Djaliel dan Freddy Numberi yang juga Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan 2004-2009 sebagai Direktur dan Komisaris pada dua perusahaan tersebut. 

“Dua nama perorangan tersebut merupakan pengurus pada beberapa entitas usaha Agung Sedayu Group,” kata Zendi.  

Berdasarkan Akta Hukum Umum (AHU) PT Intan Agung Makmur merupakan perseroan tertutup dengan nomor SK Pengesahan AHU-0040990.AH.01.01.Tahun 2023 pada 27 Juni 2023. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Inspeksi Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) Nomor 5, Kelurahan Dadap, Kecamatan Kosambi, Tangerang, Banten. Perusahaan ini berkegiatan usaha di bidang pembelian, penjualan, persewaan, dan pengoperasian real estate. 

Perusahaan yang berdiri dengan modal Rp 5 miliar ini dipimpin Kusuma Anugrah Abadi dengan kepemilikan saham 2.500 lembar senilai Rp 2,5 miliar. Sementara, Inti Indah Raya memiliki saham 2.500 lembar senilai Rp 2,5 miliar. Namun, keduanya tidak memiliki jabatan apa pun di PT Intan Agung Makmur. Posisi Direktur justru dipegang Belly Djaliel dan Komisaris oleh Freddy Numberi. 

Kemudian, PT Cahaya Inti Sentosa merupakan perusahaan yang beroperasi di sektor real estate. Perseroan tertutup ini berdiri pada 14 Desember 2023 dengan nomor SK Pengesahan AHU-0078522.AH.01.02.Tahun 2023. Lokasi perusahaan ini berada di Kawasan 100 Blok C Nomor 6, Jalan Kampung Melayu Timur, Teluknaga, Tangerang, Banten. 

Perusahaan yang didirikan dengan modal Rp 89,1 miliar ini dimiliki oleh PT Agung Sedayu, PT Tunas Mekar, dan Pantai Indah Kapuk 2, dan beberapa orang lain. PT Agung Sedayu memiliki 300 lembar saham senilai Rp 300 juta, PT Tunas Mekar Jaya memiliki 300 lembar saham senilai Rp 300 juta, sedangkan Pantai Indah Kapuk 2 miliki 88.500 lembar saham senilai Rp 88,5 miliar. Adapun, susunan pimpinan PT Cahaya Inti Sentosa ialah Nano Sampono sebagai Direktur Utama, Kho Cing Siong sebagai Komisaris Utama, Belly Djaliel sebagai Direktur, Freddy Numberi sebagai Komisaris, Surya Pranowo Budihadjo sebagai Direktur, dan Yohanes Edmond Budiman juga sebagai Direktur. 

Menurut Walhi, fenomena ini menguatkan dugaan banyak pihak bahwa korporasi pengembang properti raksasa tersebut terlibat dalam kasus pemagaran laut sepanjang 30 km. Menurut Walhi, pemagaran laut ini merupakan bentuk dari perampasan ruang laut atau ocean grabbing. 

“Sebagaimana telah diserukan oleh WALHI terhadap proyek reklamasi di 28 Provinsi termasuk proyek pertambangan pasir laut," kata Zendi.  

Dalam keterangan tertulisnya, Walhi mengatakan Ocean grabbing mengacu pada perampasan penggunaan, kontrol atau akses terhadap ruang laut atau sumber daya dari pengguna sumber daya sebelumnya, pemegang hak atau penduduk. Perampasan laut terjadi melalui proses tata kelola yang tidak tepat dengan menggunakan tindakan yang merusak mata pencaharian masyarakat atau menghasilkan dampak yang merusak kesejahteraan sosial-ekologis. Selain itu, perampasan laut dapat dilakukan oleh lembaga publik, kepentingan pribadi atau kepentingan sekelompok orang.

Tempo masih berupaya untuk meminta tanggapan dari manajemen Pantai Indah Kapuk 2 atas temuan tersebut. Sementara,  Aguan tidak berkomentar saat ditanya Tempo perihal kasus pagar laut yang diduga melibatkan anak perusahaan miliknya. Ia muncul di hadapan publik saat acara peluncuran program rumah layak huni Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) di Kelurahan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. 

Ada Dugaan Pelanggaran Hukum

Direktur Eksekutif Zenzi Suhadi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengatakan terdapat potensi pelanggaran hukum terkait penerbitan sertifikat hak atas tanah di wilayah laut. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pemerintah dilarang memberikan hak pengusahaan atau konsesi agraria di perairan pesisir bagi para pengusaha. 

“Larangan tersebut bertujuan untuk mencegah pengkaplingan atau privatisasi yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem lingkungan, diskriminasi secara tidak langsung, menghilangkan hak tradisional yang bersifat turun-temurun, serta mengancam penghidupan nelayan tradisional, masyarakat adat, dan masyarakat lokal,” kata Zendi. 

Pasal 65 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah di wilayah perairan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh perizinan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.

Selain itu, Walhi juga menyinggung pernyataan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menyebut bahwa keberadaan pagar di atas laut di wilayah Tangerang tidak memiliki izin (ilegal). “Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat potensi pelanggaran hukum dalam proses penerbitan sertifikat hak atas tanah tersebut,” kata Zendi. 

UU Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 6 ayat 5 menyebut bahwa ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. Terkait dengan tata ruang pesisir dan laut diatur dalam UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 yang melahirkan turunan pengaturan ruang laut atau RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil) yang sekarang diintegrasikan dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Banten Tahun 2023-2043, disebutkan bahwa di wilayah ini diperuntukkan sebagai kawasan perikanan budidaya. 

“Dengan demikian, penerbitan SHGB merupakan pidana tata ruang yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN sekaligus oleh sejumlah perusahaan yang nama-nama telah disebutkan di atas,” kata Zendi. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |