TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan mengubah cara pemberian subsidi BBM dan listrik untuk masyarakat miskin karena cara lama dinilai banyak salah sasaran. Saat ini, subsidi BBM diberikan dengan memberi harga subsidi pada Pertalite, namun banyak warga mampu ikut membelinya.
Begitu juga subsidi listrik dan gas elpiji, banyak dimanfaatkan masyarakat mampu.
Ada tiga opsi yang dipertimbangkan pemerintah agar penyaluran subsidi BBM dan tarif listrik tepat sasaran. Pertama, mengalihkan seluruh subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT). Opsi kedua adalah mempertahankan subsidi BBM dalam bentuk barang untuk seluruh transportasi dan fasilitas umum. Ini dilakukan untuk menahan laju inflasi. Sementara sebagian besar subsidi untuk masyarakat dialihkan ke dalam bentuk BLT, serta alternatif ketiga adalah dengan menaikkan harga BBM subsidi. Adapun ketiga formula tersebut dikatakan Bahlil bertujuan untuk mengoptimalkan penyaluran subsidi yang selama ini dinilai kurang tepat sasaran. "Jujur saya katakan ya, kurang lebih sekitar 20-30 persen subsidi BBM dan listrik itu berpotensi tidak tepat sasaran, dan itu gede angkanya, kurang lebih Rp100 triliun,” kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 3 November lalu.
Dalam siaran pers Jumat, 29 November 2024, Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah akan memberikan subsidi langsung ke masyarakat tidak mampu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
"Sekarang kita sudah satu data. Yang pertama kita pastikan adalah satu data," kata Menteri Bahlil dalam pernyataan di laman resmi Kementerian ESDM, seperti dikutip Antara.
Menurut dia, selama ini subsidi energi sebagian dinilai tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, pihaknya sudah melakukan pengkajian data, sehingga daftar penerima subsidi energi menjadi seragam.
Lebih lanjut, ia mengatakan dirinya sudah melakukan rapat koordinasi antar-kementerian/lembaga mengenai skema distribusi BBM subsidi, serta telah melaporkan hasil rapat tersebut ke Presiden.
Disampaikannya, untuk keputusan terkait subsidi sektor energi akan diumumkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Nanti, Bapak Presiden insya Allah dengan kami akan mengumumkan. Kita juga ingin memastikan bahwa yang menerima ini betul-betul tepat sasaran. Kalau ditanya kapan, akan diumumkan. Nanti lihat hari dan tanggal yang baik," katanya.
Lebih lanjut, Bahlil menyatakan dari opsi skema subsidi yang dilaporkan kepada Presiden, salah satunya adalah opsi blending, di mana subsidi diberikan kepada barang dan sebagian lainnya dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT).
Skema ini untuk menggairahkan daya beli masyarakat dan memastikan subsidi tepat sasaran.
Sebelumnya, Bahlil menyatakan formula atau skema subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik sudah hampir selesai, tinggal menunggu Presiden Prabowo untuk menyampaikan laporan secara komprehensif.
Dikatakannya setelah dirinya melaporkan skema tersebut kepada Presiden Prabowo, ia segera mengumumkan formulasi atau skema distribusi subsidi BBM dan listrik agar lebih tepat sasaran.Ojek Online Tak Dapat Subsidi?Menteri Bahlil Lahadalia mengatakan ojek online atau ojol tidak menjadi target subsidi bahan bakar minyak atau BBM tepat sasaran. Menurutnya, hal tersebut karena ojol merupakan sebuah usaha.
"Ojek (online) kan dia pakai untuk usaha, lho iya dong, masa usaha disubsidi?" ujarnya, Rabu, 27 November 2024.
Menurut Bahlil, tidak semua pelaku ojol menggunakan motornya sendiri untuk menarik penumpang. Ada juga pengusaha yang memiliki sejumlah unit kendaraan bermotor dan menyewakannya kepada masyarakat untuk menjadi ojol.
"Ojek itu, alhamdulillah kalau motor itu, motor punya saudara-saudara kita yang bawa motornya (sendiri). Itu sebagian ada. Tapi sebagian kan juga punya orang (pengusaha) yang kemudian saudara-saudara kita yang bawa itu dipekerjakan," katanya.
Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan penghapusan subsidi BBM untuk ojol berpotensi menciptakan efek domino yang merugikan perekonomian. “Selain meningkatkan biaya transportasi, kenaikan harga layanan ojol dapat berdampak pada harga barang dan jasa lainnya,” kata dia lewat pernyataan tertulisnya, Jumat, 29 November 2024.
Achmad mencontohkan biaya logistik dari ojol yang mengantarkan barang atau makanan. Jika tidak lagi disubsidi, biaya bahan bakar yang dikeluarkan bakal lebih mahal. Hal ini akan berdampak pada kenaikan harga di tingkat konsumen. Pada akhirnya dapat menciptakan tekanan inflasi tambahan.
Kebijakan ini, kata Ahmad, berisiko mendorong pengemudi ojol keluar dari pasar, karena tidak mampu menanggung beban biaya operasional yang tinggi. “Ini dapat memicu peningkatan pengangguran sektor informal yang selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di perkotaan,” ujarnya.
Ilona Estherina, M. Rizki Yusrial, Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.