TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Operasional dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Lutfi Rizal memastikan bahwa penutupan perusahaan tersebut akan segera terjadi pada 2025. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan besar mengenai penyelesaian kasus fraud dalam pengelolaan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya yang mengancam hak pensiun penuh bagi Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya (PPJ).
Sinyal penutupan perusahaan asuransi kategori BUMN itu disampaikan dalam kegiatan Rapat Dengar Pendapat yang diadakan Komisi VI DPR RI dengan Dirut PT Pupuk Indonesia (Persero), Dirut PT Pupuk Kaltim, Dirut PT Asuransi Jiwa IFG, Dirut PT Jiwasraya pada Kamis, 6 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agenda kegiatan ini adalah tindak lanjut penanganan pembayaran Polis Asuransi Jiwasraya yang terkait dengan Perkumpulan Pensiunan Pupuk Kaltim dan Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya.
"Nah ini kan posisinya sekarang Jiwasraya tinggal nunggu waktu (bubar). Jadi memang penyelesaiannya ya melalui fase pembubaran. Di tahun ini juga (pembubaran)," kata Lutfi dalam rapat dengar pendapat yang disiarkan melalui kanal YouTube Komisi VI DPR RI.
Seperti yang diketahui, perusahaan asuransi yang telah berusia 166 tahun ini mengalami masalah keuangan serius yang terungkap sejak 2019 dan menyebabkan kerugian besar termasuk ketidakmampuan untuk memenuhi kewajibannya kepada pemegang polis.
Kini perusahaan yang akan segera dibubarkan ini masih harus menyelesaikan kewajibannya untuk pembayaran hak pensiun sebagaimana yang dituntut Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya (PPJ).
Dalam penjelasannya, Lutfi Rizal mengungkapkan bahwa audit investigatif yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 31 Desember 2024 menemukan adanya potensi fraud sebesar Rp 257 miliar. Ia juga menyampaikan bahwa hingga 2023, aset neto DPPK Jiwasraya tercatat Rp 96,07 miliar, namun nilai aktuarianya sebesar Rp 467,86 miliar sehingga terdapat selisih Rp 371,79 miliar yang menjadi tuntutan Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya (PPJ) Pusat untuk dibayarkan.
Selain itu, dari total kewajiban sebesar Rp 486 miliar, Jiwasraya disebut baru dapat memenuhi kewajibannya sebesar Rp 132 miliar pada tanggal 31 Desember 2024. Di sisi lain, nilai aset kekayaan DPPK per 31 Desember 2024 adalah sebesar Rp 654,5 miliar, dengan aset neto likuid sebesar Rp 149,1 miliar. Lutfi pun menyebut bahwa berdasarkan aset yang tersisa, maka Jiwasraya hanya bisa membayarkan manfaat hingga Desember 2028.
"Jadi memang penyelesaiannya melalui fase pembubaran itu dengan melakukan pembebasan aset, baik yang di DPPK, akan dioptimalisasi dari aset-aset yang ada. Kalau untuk memastikan bayar 100 persen atau tidak, itu kembali lagi tergantung dari pemberesan aset tersebut," kata Lutfi.
Selain itu, Lutfi mengungkapkan bahwa upaya penyelesaian persoalan ini juga dilakukan Jiwasraya dengan mengadakan sejumlah pertemuan pada 2022 dan juga 2024 di mana Jiwasraya menyampaikan kondisi ketidakmampuan dalam pemenuhan kewajiban DPPK 100 persen. Namun dalam hal ini, PPJ menyampaikan aspirasi pensiunan yang tetap menuntut pemenuhan kewajiban 100 persen.
Sebagai informasi, apabila proses restrukturisasi telah selesai, maka Jiwasraya akan masuk dalam proses pembubaran, begitu pula DPPK akan turut dibubarkan maksimal tiga bulan setelahnya, sesuai dengan POJK92014.
"Karena Jiwasraya selaku pendirinya memiliki kondisi di mana keuangannya sudah tidak dapat disehatkan dan sesuai dengan ketentuan yang ada di OJK jika benar-benar tidak bisa disehatkan maka harus dicabut izin usahanya. Jadi memang berdasarkan hal-hal tersebut telah disampaikan bahwa Jiwasraya akan dibubarkan."
Lutfi pun menyebut bahwa berdasarkan ketentuan OJK maka kondisi perusahaan yang tidak dapat disehatkan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang dialami Jiwasraya yang terkena sanksi peringatan 1, 2, 3, hingga sanksi pembatasan kegiatan usaha.
Merujuk pada laman resmi OJK, Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha untuk PT Asuransi Jiwasraya tercantum dalam surat dengan nomor S-96/PD.1/2024 pada tanggal 11 September 2024. Berdasarkan pengumuman tersebut, sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha diberikan karena PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah melanggar ketentuan Rasio Pencapaian Tingkat Solvabilitas dan jumlah ekuitas minimum yang dipersyaratkan untuk Perusahaan Asuransi.
Setelah dikenakan sanksi tersebut, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dilarang melakukan kegiatan penutupan pertanggungan baru untuk seluruh lini usaha bagi perusahaan asuransi sejak tanggal 11 September 2024 hingga diatasinya penyebab dari pengenaan sanksi pembatasan usaha. Di samping itu, Perusahaan tetap wajib melaksanakan kewajiban-kewajiban yang jatuh tempo sesuai ketentuan perundangan.