Polda Metro Jaya Limpahkan Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Lewat Manipulasi Foto AI ke Polres Metro Jaksel

2 days ago 12

TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya dikabarkan melimpahkan kasus dugaan pelecehan anak 12 tahun lewat manipulasi foto dengan artificial intelligence (AI) kepada Polres Metro Jakarta Selatan. Sebelumnya, RMD, selaku ibu dari korban sempat melaporkannya kepada Polres Jakarta Selatan.

“Kami dapat info dilimpahkan ke Jakarta Selatan,” kata kuasa hukum RMD, Izza D. Reza, saat ditemui di gedung Polres Metro Jaya, Jumat, 3 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Izza mengaku belum mengetahui alasan laporan yang ditanganinya itu dilimpahkan ke Polres Jakarta Selatan. Yang jelas, ia dan ibu korban langsung mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan untuk memenuhi panggilan wawancara klarifikasi. “Hari ini kita baru klarifikasi, baru interview pertama,” ujar dia.

Izza bercerita bahwa ia sempat menghubungi Polda Metro Jaya ihwal kelanjutan penanganan. Ia mengatakan telah mendapat arahan bahwa kasus tersebut akan dilimpahkan ke Polres Jakarta Selatan. "Kayaknya mas ini bakal dilimpahkan di Selatan tapi kayaknya habis tahun baru ya," ujarnya saat menirukan ucapan. 

Adapun undangan wawancara itu disampaikan melalui surat bernomor B/17397/XII/2024 Sat Reskrim yang dirilis Polda Metro Jaya dan ditandatangani oleh Kapolres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung. Kasus itu pun kini ditangani oleh Unit IV Kriminal Khsusus atau Krimsus  Polres Jakarta Selatan

Setelah wawancara, Izza mengatakan tahapan selanjutnya yang kemungkinan besar dilalui adalah pemanggilan para saksi untuk memberikan keterangan, dan pihak terlapor. “Iya, yang terduga,” kata Izza. 

Izza menuturkan terduga dalam kasus ini akan dijerat dengan Pasal 27 Ayat (1) dan atau Pasal 48 Jo Pasal 32 dan atau Pasal 51 Ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE. 

Sebelumnya, sempat terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan payung hukum yang dapat menjerat pelaku. Mulanya seorang petugas dari Krimsus Polres Jakarta Selatan menyatakan RMD dapat menggunakan UU untuk menjerat pelaku.  Namun tiba-tiba polisi dari Unit PPA menyusul ke ruangan Unit Krimsus. Polisi tersebut berkukuh peristiwa ini juga tak dapat dijerat dengan UU ITE karena tidak ada bukti bahwa foto vulgar itu telah disebarkan di ruang publik.  

Akan tetapi, Izza mengatakan kebingungan itu telah teratasi ketika mereka mengajukan laporan kepada Polda Metro Jaya dan berdiskusi langsung dengan divisi siber. Ia mengatakan hasil diskusi itu membuahkan hasil berupa penetapan pasal yang dapat digunakan. 

Menurut Izza aturan hukum soal perkembangan AI belum lumrah di Indonesia sehingga penyidik perlu bersikap jika ada pelanggaran yang melibatkan teknologi baru itu. “Ketika sudah dilimpahkan, ya mereka tinggal mengikuti saja pelimpahannya pasal berapa,” ujar dia. 


Sementara itu, Polda Metro Jaya belum memberikan keterangan rinci ihwal pelimpahan kasus itu. Namun, menurut Kasubdit Penmas Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Bambang Askar Sodiq, pelimpahan kasus dilakukan dengan berbagai pertimbangan dan umumnya dipengaruhi oleh lokus kasus. “Untuk memudahkan proses penyelidikan dan penyidikan krn secara teritorial lebih dekat,” ujar Bambang saat dihubungi, Jumat.

Umumnya pelimpahan itu, kata dia, mempertimbangkan banyaknya saksi di wilayah kejadian, terdapat kasus terkait di wilayah tersebut, termasuk alasan tertentu yang menjadi prerogatif penyelidikan dan penyidikan sesuai aturan yang berlaku.

Sebelumnya, seorang anak perempuan berusia 12 tahun diduga menjadi korban pelecehan seksual usai rekan kerja ibunya memanipulasi fotonya menjadi tanpa busana. Pelaku menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk membuat foto anak itu menjadi perempuan berusia 17 tahun yang hanya mengenakan pakaian dalam.  

Ketika sang ibu berniat untuk melapor soal dugaan pelecehan ini ke kepolisian, polisi menolak laporannya. Alasannya, tidak ada tindak pidana pelecehan seksual dalam peristiwa itu karena pelaku tidak pernah menyentuh korban. Mereka pun mengarahkan sang ibu untuk melapor menggunakan pasal UU ITE. 

Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Nurma Dewi membenarkan soal laporan itu. Nurma menyatakan laporan tersebut tak bisa diproses oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) karena memang tidak ada kontak fisik antara korban dan pelaku. "Kemarin, kami sudah berkoordinasi bahwa dia tidak disentuh dan tak ada kontak fisik. Hanya mukanya yang dipakai untuk dijadikan konten," ucap Nurma pada Rabu, 6 November 2024.

Nurma mengatakan ibu korban sudah diarahkan ke Unit Kriminal Khusus (Krimsus). Menurut dia, kasus ini lebih tepat untuk ditangani oleh unit tersebut karena ada unsur penyebaran konten asusila secara digital. "Dia memaksakan untuk diproses di Unit PPA," ujar Nurma.

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tindakan pelaku termasuk ke dalam kategori kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE). “Tentu saya punya catatan keprihatinan kalau itu tidak dipahami sebagai sebuah tindakan kekerasan,” kata Ketua KPAI Ai Maryati Solihah kepada Tempo melalui sambungan telepon, Jumat, 8 November 2024. 

Ai menjelaskan, pelanggaran yang dilakukan pelaku tak hanya soal penyalahgunaan media elektronik. Pasal 4 ayat (1) huruf i Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sudah mengenal KSBE sebagai salah satu bentuk tindakan kekerasan seksual. Sementara jika menggunakan UU ITE untuk menjerat pelaku, yang dipidanakan hanya transaksi atau peristiwa penyebaran foto itu saja. Padahal, sudah ada unsur kekerasan dalam kasus ini. “Tidak bisa parsial dalam menentukan jenis pelanggaran yang terjadi,” tutur Ai. 


Ervana Trikarinaputi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |