TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup menyebutkan potensi timbulan sampah makanan dari Program Makan Bergizi Gratis di Indonesia bergantung pada beberapa faktor, seperti skala program, jumlah penerima manfaat, efisiensi distribusi, perilaku konsumen serta pelaku operasional di lapangan.
Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup Novrizal Tahar mengatakan jika program ini dijalankan secara nasional, jumlah penerima manfaat dapat mencapai 24 juta orang jumlah siswa SD menurut Kemendikbud pada tahun 2023/2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, dengan asumsi setiap siswa menghasilkan sampah makanan sebesar 50-100 gram per hari, berdasarkan paparan Kemenko Bidang Pangan Desember 2024, potensi timbulan dapat mencapai 2.400 ton/hari atau 624 ribu ton/tahun.
"Dari jumlah timbulan sampah sisa makan ini maka berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca sebesar 200.760 ton CO2eq," kata Novrizal kepada Tempo, Rabu, 15 Januari 2025.
Novrizal mengatakan secara umum untuk menangani sampah makanan di Indonesia dilakukan langkah-langkah yang antisipatif melalui pendekatan yang holistik. Caranya, kata dia, melalui transformasi kebijakan yang mengakomodasi upaya pengelolaan sampah dari hulu hingga ke hilir disertai dengan kebijakan pendukung dan pendekatan sirkular ekonomi.
Langkah lainnya, menurut Novrizal, dengan pengembangan kebijakan dan penguatan komitmen anggaran yang mengadopsi standar nasional yang terukur untuk pengurangan sampah makanan, terutama dalam hal proses distribusi, pemasaran, dan konsumsi (tahapan sisa pangan) dengan memperketat pengawasan sehingga dapat mengurangi kehilangan sisa pangan secara signifikan.
"Upaya itu mencakup target ketahanan energi dan kemandirian pangan, tantangan food waste harus dikurangi dengan menargetkan pengurangan kehilangan pangan sejak dari produksi hingga tahap konsumsi sebesar 50 persen pada tahun 2030," ucapnya.
Novrizal juga membeberkan langkah berikutnya, yakni penguatan infrastruktur dan teknologi sangat penting untuk meningkatkan efisiensi fasilitas penyimpanan dan pengolahan pangan/sisa makanan. Ada juga langkah peningkatan kesadaran tentang perubahan perilaku konsumen dan peningkatan komunikasi yang informatif dan edukatif juga harus dilakukan secara simultan.
"Sehingga praktek pengelolaan sampah sisa makanan dapat diimplementasikan secara masif di tingkat tapak untuk mengurangi food waste, melakukan pemilahan, melakukan pengumpulan serta pengolahan sampah sisa makanan di sumber/fasilitas pengolahan sampah sehingga tidak dibuang ke landfill," kata dia.
Khusus penanganan sampah makanan setelah pelaksanaan Makan Bergizi Gratis, menurut Novrizal, dapat dilakukan melalui penyusunan SOP yang memuat proses pembuatan, alur distribusi, hingga pada penanganan sampah pascakonsumsi dibuat dengan pertimbangan kelayakan, efisiensi dan mengikuti pedoman pengelolaan sampah sisa makanan yang tepat.
Ia juga mendorong adanya penguatan koordinasi dan kerja sama antar pemerintah pusat, pemerintah daerah sektor swasta, dan lainnya sebagai upaya kolaboratif dalam kerangka mitigasi food waste.
Selain itu, ia juga meminta pelibatan pihak dengan peran sebagai penyedia/donatur pangan, bank pangan dan penerima manfaat diedukasi untuk memenuhi kaidah penanganan pangan hingga pada penyaluran pangan. "Penyediaan fasilitas sarana dan prasarana layak dalam pelaksanaan MBG," kata dia.