TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Polda NTT Inspektur Dua Rudy Soik mengaku mendapatkan teror setelah melawan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) dengan mengajukan banding terhadap putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang dijatuhkan Komite Kode etik Polri (KKEP). Kuasa hukum Rudy Soik, Ferdy Maktaen, mengatakan kliennya dan keluarga mendapatkan teror dan ancaman dari berbagai sisi usai mengungkap kasus kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Kupang, yang diduga melibatkan petinggi Polres Kupang dan Polda NTT.
"Ancaman itu sudah mulai sejak proses sidang PTDH, dengan berbagai macam isu, insiden. Bahkan ada lagi isu yang sudah berkembang, sudah pasang penyadap, mulai drone, terus ambil gambar foto rumah, terus kemudian pencegatan terhadap istri Rudy,” ucap Ferdy saat ditemui di Kantor LPSK, Jakarta Timur pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Ia mengaku memiliki bukti dan sudah menyimpan foto saat drone itu beredar di sekitaran rumah Rudy Soik. Ferdy menyebut menyimpan bukti riwayat pesan salah satu anggota intel Polda NTT yang menyebarluaskan isu Rudy Soik memiliki harta kekayaan tidak wajar. "Salah satu anggota intel Polda NTT yang menunjukkan beberapa foto dan mengatakan bahwa ini harta kekayaan, itu ada kita, kita dokumentasikan," tutur Ferdy.
Ferdy juga membeberkan terror lainnya yang tak kalah besar. Senin lalu Rudy Soik dijemput paksa oleh anggota Bidang Profesi dan Pengamanan Polda NTT untuk ditahan. Namun ia menolak.
Pada hari yang sama, ada sejumlah orang yang menamakan dirinya Aliansi Peduli Kemanusiaan melakukan unjuk rasa di depan markas Polda NTT. Aliansi ini mendukung Polda NTT memecat Rudy dan membuka sejumlah dosa-dosanya. Salah satunya tuduhan Rudy Soik terlibat human trafficking dan pembunuhan. Rudy Soik juga dianggap memiliki kekayaan tidak wajar.
"Yang pertama dugaan kami orang-orang yang demo itu orang-orang bayaran. Soal buku dosa yang mereka ungkap terkait dengan Rudy Soik, itu sudah diuji secara hukum 10 tahun lalu," ucap Ferdy. "Saya bicara ini karena saya yang 10 tahun lalu mendampingi Rudy Soik di dalam sidang. Itu sudah diuji dan tidak terbukti."
Menguatkan pernyataan kuasa hukumnya, Rudy Soik mengaku berani membuka seluruh data kekayaan yang dimilikinya jika memang diperlukan. Bahkan Rudy Soik menyebut seumur hidupnya baru mempunyai satu sertifikat tanah. "Saya buka semua. Berapa utang saya, aduh nanti memalukan kalau kita saling buka-bukaan gitu," ucap Rudy Soik.
Ermilina Singereta, kuasa hukum lainnya, menceritakan dampak teror tersebut pada kehidupan Rudy Soik dan keluarga. Dia mencontohkan anak Rudy Soik sampai tak mau sekolah karena merasa trauma, takut, dan malu. Anaknya, kata Ermelina, terus-terusan bertanya kepada ayahnya bagaimana cara menghadapi teman-temannya yang tahu dan melihat ayahnya digerebek polisi. “Anaknya takut dan menangis terus, dan meminta dukungan terus dari bapaknya,” ujarnya.
Iklan
Disebabkan teror-teror tersebutlah, Rudy Soik bersama kuasa hukumnya terbang ke Jakarta untuk meminta perlindungan dan pendampingan selama menjalani proses hukum ke beberapa lembaga. Rudy beranjangsana ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Indonesia Police Wacth (IPW). Dia juga akan melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman, dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).
"Karena kami tidak mungkin lapor di Polda. Seperti saya sudah bilang kemarin itu, kita membuang garam di laut.” tutur Ferdy.
Rudy Soik adalah anggota Polda NTT yang mengungkap kasus penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Dia menyelidiki kasus itu setelah terjadi kelangkaan BBM yang seharusnya disalurkan untuk para nelayan di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Dia sempat menyegel lokasi yang diduga menjadi penampungan BBM ilegal tersebut. Namun, Rudy Soik justru dilaporkan oleh pemilik tempat itu ke Bidang Propam Polda NTT.
Akibat laporan itu, Rudy Soik harus menjalani sidang Komite Kode Etik Polri (KKEP) yang kemudian menjatuhkan vonis pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Sanksi tersebut tertuang dalam Petikan Putusan Nomor: PUT/38/X/2024, tertanggal 11 Oktober 2024. Tak terima dengan putusan itu, Rudy Soik pun mengajukan banding.
Pilihan Editor: Rudy Soik Minta Perlindungan LPSK, Kuasa Hukum: Anaknya Sampai Berhenti Sekolah