JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Program Magang Nasional yang digagas pemerintah dengan bayaran setara Upah Minimum Provinsi (UMP) ternyata menuai penolakan keras dari kalangan buruh. Salah satunya datang dari Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, yang menilai program tersebut merendahkan martabat lulusan perguruan tinggi.
Menurut Said, konsep magang yang menyasar para fresh graduate justru mencerminkan kesalahan berpikir dalam kebijakan ketenagakerjaan. Ia menilai, lulusan sarjana seharusnya disiapkan untuk memasuki dunia kerja profesional, bukan diperlakukan seperti siswa magang.
“Program seperti ini salah kaprah. Pemagangan itu untuk siswa atau mahasiswa yang masih kuliah, bukan untuk sarjana yang sudah lulus. Silakan tulis saja, ini program pemagangan yang menghina lulusan sarjana,” ujar Said Iqbal dalam konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu juga menyoroti ketimpangan nilai antara investasi pendidikan dan kompensasi yang diterima peserta magang. “Bayangkan, orang kuliah empat tahun, keluar biaya besar, belajar keras, tapi setelah lulus hanya diberi uang saku setara UMP. Itu kan aneh dan tidak menghargai perjuangan mereka,” ujarnya.
Said juga mempersoalkan kejelasan mekanisme upah yang dijanjikan. Menurutnya, tidak ada jaminan apakah uang saku peserta benar-benar disesuaikan dengan UMP atau bahkan hanya setara Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). “Kalau mengacu pada rata-rata UMP, hanya sekitar Rp2,5 juta per bulan. Jadi enam bulan magang hanya dapat Rp15 juta. Untuk sarjana, itu sangat rendah,” katanya.
Ia bahkan menyindir perusahaan besar yang ikut serta dalam program ini. Menurutnya, jika pabrikan seperti Toyota atau Panasonic hanya menggaji peserta magang setara UMP, maka yang diuntungkan hanyalah pengusaha. “Bayangkan, sarjana digaji Rp2 juta di pabrik besar. Siapa yang diuntungkan? Bukan sarjananya, tapi perusahaan yang menekan biaya tenaga kerja. Ini jelas bentuk penghinaan,” ujarnya tegas.
Said kemudian membandingkan praktik magang di Indonesia dengan di Jepang. Di negeri Sakura, kata dia, sistem magang diterapkan karena undang-undang setempat tidak memperbolehkan warga negara asing bekerja penuh. “Jadi magang di sana adalah bentuk izin kerja terbatas bagi orang asing. Bukan untuk warga negaranya sendiri. Kalau di sini, sarjana dalam negeri malah dimagangkan. Itu kebijakan yang keliru,” ujarnya.
Menanggapi kritik tersebut, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli tetap mempertahankan kebijakan itu sebagai langkah strategis memperluas kesempatan kerja. Menurutnya, program Magang Nasional 2025 dirancang untuk memberi pengalaman kerja nyata kepada para lulusan baru sekaligus menjadi wadah rekrutmen potensial bagi perusahaan.
“Program ini membuka ruang bagi perusahaan untuk mengenal dan menilai calon tenaga kerja yang potensial. Sementara peserta bisa belajar langsung di dunia industri,” ujar Yassierli dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).
Ia menegaskan, kompensasi peserta magang disetarakan dengan upah minimum di wilayah tempat bekerja, baik UMP maupun UMK, sesuai regulasi. “Tidak ada istilah bekerja tanpa dibayar. Semua peserta magang wajib mendapat uang saku setara upah minimum,” tegasnya.
Yassierli juga menyebut pemerataan menjadi aspek penting dalam program ini, baik dari sisi sebaran wilayah, bidang studi, maupun sektor industri. “Kami ingin peluang magang terbuka untuk semua jurusan dan di seluruh provinsi. Ini bukan hanya tentang pekerjaan, tapi juga pemerataan kesempatan,” katanya.
Hingga 12 Oktober 2025, tercatat 1.112 perusahaan telah mendaftar sebagai peserta program Magang Nasional melalui laman maganghub.kemnaker.go.id, dan pendaftaran masih dibuka hingga 15 Oktober 2025. Pemerintah menargetkan 100.000 peserta magang dari berbagai daerah dapat terserap pada tahap pertama.
Terlepas dari perdebatan yang muncul, program magang bergaji UMP ini tetap akan berlanjut pada 2026 sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto. Kementerian Ketenagakerjaan menyebut tahap pertama program ini menjadi pijakan awal untuk menata sistem magang nasional yang lebih adil dan berkelanjutan. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.