Sejarah GOR Kridosono Yogyakarta yang akan Dijadikan Kawasan Hijau, Ada Sejak Zaman Kolonial

4 hours ago 5

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kridosono, area di timur kawasan Malioboro yang masih berada di lingkup kawasan cagar budaya Kotabaru, dikembalikan ke Keraton Yogyakarta pekan ini. Area ini akan disulap menjadi kawasan hijau di tengah Kota Yogyakarta

Kridosono dengan stadion luasnya kerap digunakan untuk menggelar berbagai event festival dan konser musik nasional hingga internasional. Stadion yang pernah jadi lokasi panggung band dunia seperti Dream Theater, Megadeth, dan Sepultura itu juga kerap menjadi langganan kampanye terbuka, mulai dari pemilihan umum kepala daerah hingga pemilihan presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya itu, Kridosono memiliki gedung olahraga (GOR) yang lumayan lengkap meski berusia tua. Berbagai turnamen basket pelajar hingga area kolam renang juga digelar di sini.

Dikembalikan ke Keraton Yogyakarta

Selama ini aset GOR Kridosono dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamarta Kota Yogyakarta. Namun, pekan ini, PDAM menyerahkan kembali aset itu kepada Keraton Yogyakarta

"Dengan pengembalian pengelolaan aset GOR Kridosono ini sepenuhnya kepada Keraton Yogyakarta semoga pemanfaatannya ke depan lebih optimal dan berdaya guna," kata Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sugeng Purwanto, Rabu, 22 Januari 2025.

Sugeng menuturkan, selama ini Pemerintah Kota Yogyakarta hanya mengelola aset Stadion Kridosono itu untuk kemudian dimanfaatkan PDAM Tirtamarta dalam layanan publik.

Penataan Kawasan

Adapun perwakilan Keraton Yogyakarta, Penghageng Datu Dana Suyasa Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi menuturkan pengembalian GOR Kridosono karena Keraton Yogyakarta akan melakukan penataan di kawasan tersebut. Putri pertama Sri Sultan Hamengkubuwono X itu menuturkan kawasan Kridosono akan diubah menjadi green area atau kawasan hijau.

"Kami akan menjadikan kawasan Kridosono sebagai kawasan hijau yang diharapkan akan mengurai kepadatan wisatawan di Malioboro," kata dia.

Mangkubumi menjelaskan, perencanaan ini juga untuk mendukung pedestrian di kawasan Malioboro dan Kotabaru.

"Kawasan Kridosono berada di tengah kota dan tidak terlalu banyak bangunan. Namun untuk konsep dan bentuknya seperti apa nanti, yang jelas akan menjadi kawasan hijau," ujarnya.

Sejarah Kridosono yang Tak Lepas dari Kotabaru

Sejarah Kridosono tak bisa dilepaskan dari lahirnya kawasan Kotabaru Yogyakarta sejak masa kolonial. Kotabaru memiliki banyak bangunan bergaya Eropa yang mulai dibangun pada 1920-an.

Pembentukan kawasan Kota Baru pada dasarnya merupakan konsekuensi dari pertumbuhan jumlah warga Belanda di Yogyakarta. Hal ini terjadi karena berkembangnya industri gula tebu dan perkebunan-perkebunan lain, serta makin banyaknya kaum profesional lain yang di antaranya bergerak di bidang pendidikan, kesehatan dan bisnis di Yogyakarta pada masa itu.

Kota Baru yang dahulu disebut Nieuwe Wijk berada di sebelah timur Kali Code. Jika dilihat dari unsur-unsur struktur fisik, jenis dan fungsi bangunan, serta jaringan jalannya, kawasan ini memilki ciri suatu kota. Rancangan kawasan tersebut sangat rapi dengan pemanfaatan ruang yang teratur. 

Tata ruangnya dirancang seperti kawasan permukiman di Belanda dengan pola radial, tidak berorientasi pada arah utara-selatan seperti halnya konsep tata ruang kota tradisional. Di samping itu, bangunan-bangunan dirancang dengan gaya arsitektur Eropa yang diadaptasikan dengan iklim tropis. Ciri-ciri bangunan di Kota Baru yang menonjol antara lain bangunannya tinggi, besar, berhalaman luas, jendela dan pintu besar dengan krepyak, langit-langit tinggi, ada hiasan kaca-timah, dan teras terbuka. 

Ciri-ciri tersebut berbeda dengan bangunan masyarakat pribumi. Hal ini tentunya inheren dengan refleksi penguasa kolonial untuk menunjukkan gaya hidup dan jati diri mereka sebagai golongan yang mempunyai kebesaran dan kekuasaan.

Fasilitas di Kotabaru

Di Kotabaru, di samping hunian elit warga Belanda, juga dibangun sejumlah fasilitas publik. seperti gereja Katolik Santo Antonius, gereja Gereformeerde Kerk sekarang gereja HKBP, dan Kolese Santo Ignatius sebagai tempat pendidikan para imam Yesuit. 

Ada pula fasilitas kesehatan berupa rumah sakit Petronella (sekarang Bethesda), dan rumah sakit militer (sekarang DKT), fasilitas olah raga berupa Stadion Kridosono, dan fasilitas pendidikan di antaranya ELS, Noormalschool, Christelijk MULO, AMS yang sekarang masing-masing bertransformasi menjadi SD Jl. Ungaran, SMP Negeri 5, SMA Bopkri 1, dan SMA Negeri 3.

Fasilitas lain di Kotabaru yang juga dirancang secara bagus adalah drainase untuk membuang air, baik limbah rumah tangga maupun air hujan. Selokan-selokan dirancang sedemikian rupa, sehingga selokan-selokan kecil bermuara ke selokan-selokan besar, yang dengan mengikuti kontur kawasan kemudian manuju ke pembuangan akhir, yaitu Sungai Code.

Karakteristik lain Kotabaru adalah vegetasi yang berupa pohon-pohon perindang, pohon buah-buahan, serta pohon dengan bunga yang harum baunya. Pepohonan itu ditanam baik di halaman rumah-rumah tinggal, halaman bangunan-bangunan fasilitas, maupun di sepanjang jalan serta boulevard. 

Pada masa pendudukan Jepang, Kotabaru dan kawasan hunian Belanda lain di Yogyakarta diambil alih oleh Jepang. Kawasan ini dimanfaatkan antara lain untuk kepentingan perkantoran, perumahan, tangsi, gudang. 

Adapun Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) DIY Ni Made Dwipanti Indrayanti mengatakan, rencana penataan ulang kawasan Kridosono dan Kotabaru sudah disiapkan lama.

“Untuk rencana penataannya simultan dengan kawasan Stasiun Lempuyangan, dan menjadi bagian penataan Kotabaru sehingga memiliki ruang terbuka hijau untuk berbagai aktivitas sosial," kata dia.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |