TEMPO.CO, Jakarta - Sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) membahas tentang dasar negara Indonesia yang merdeka sebagai langkah awal dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa.
BPUPKI sendiri dibentuk oleh pemerintah Jepang pada 29 April 1945 sebagai respons atas desakan kemerdekaan dari rakyat Indonesia.
Jepang yang saat itu sedang terdesak dalam Perang Pasifik berusaha mencari dukungan rakyat Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan, salah satunya melalui pembentukan BPUPKI yang bertujuan merancang dasar dan bentuk negara Indonesia yang akan segera merdeka. Hasil sidang pertama BPUPKI menjadi tonggak dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Apa Itu BPUPKI?
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah lembaga yang dibentuk pada 29 April 1945 oleh pemerintah Jepang untuk membantu merancang persiapan kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI diresmikan oleh Jenderal Kumakichi Harada, yang mewakili Jepang sebagai penguasa militer di Indonesia saat itu. Dari pihak Jepang, selain Harada, tokoh yang terlibat mencakup Shigetada Nishijima dan Toshio Hosokawa, yang bertugas mengawasi perkembangan sidang.
Sementara itu, dari pihak Indonesia, BPUPKI diisi oleh sejumlah tokoh penting nasional, di antaranya Dr. Radjiman Wedyodiningrat yang menjabat sebagai ketua, serta tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, dan Soepomo.
Para anggota BPUPKI, yang terdiri dari 62 orang perwakilan Indonesia, bertugas menyusun dasar negara dan merancang bentuk negara untuk Indonesia yang akan merdeka.
Keterlibatan kedua belah pihak ini menunjukkan upaya Jepang untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia di tengah situasi Perang Pasifik yang semakin sulit.
Hasil Sidang Pertama BPUPKI
Sidang pertama BPUPKI berlangsung dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945 dengan agenda utama membahas dasar negara untuk Indonesia yang akan segera merdeka.
Pada sidang ini, anggota BPUPKI, yang terdiri dari berbagai tokoh nasional, mengemukakan berbagai gagasan tentang nilai-nilai yang harus menjadi dasar negara.
1. Muhammad Yamin Usulkan 5 Dasar Negara (29 Mei 1945)
Salah satu tokoh pertama yang menyampaikan gagasannya adalah Muhammad Yamin. Pada tanggal 29 Mei 1945, Yamin mengusulkan lima prinsip dasar negara yang meliputi peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Yamin menekankan pentingnya kebangsaan dan kemanusiaan sebagai landasan utama negara, namun gagasannya menimbulkan diskusi lebih lanjut karena dianggap belum mencakup aspek yang lengkap mengenai visi negara Indonesia yang merdeka.
2. Dr. Soepomo Usulkan Negara Integralistik (31 Mei 1945)
Pada hari berikutnya, 31 Mei 1945, Dr. Soepomo menyampaikan pandangannya tentang dasar negara dengan mengusulkan konsep negara integralistik.
Menurut Soepomo, negara harus mempersatukan seluruh elemen bangsa dalam sebuah sistem yang harmonis, tanpa membedakan kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Ia juga menjelaskan tentang konsep negara integralistik yang seharusnya bersifat kolektif dan bertujuan menciptakan keadilan sosial tanpa mementingkan kepentingan golongan tertentu.
Soepomo menggarisbawahi peran negara sebagai satu kesatuan yang mengatasi perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, sehingga setiap elemen bangsa merasa menjadi bagian dari negara secara utuh.
Namun, pandangan ini pun menuai tanggapan dari anggota lain yang menginginkan dasar negara yang lebih inklusif dan terbuka terhadap berbagai nilai.
3. Soekarno Umumkan 5 Dasar Negara (1 Juni 1945)
Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang pertama BPUPKI, Soekarno menyampaikan pidatonya yang kemudian dikenal sebagai “Lahirnya Pancasila.” Dalam pidato ini, Soekarno mengajukan lima prinsip dasar negara: kebangsaan, internasionalisme atau perikemanusiaan, demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan.
Usulan Soekarno disambut positif oleh anggota BPUPKI karena dianggap mampu mewakili keanekaragaman Indonesia yang kaya akan budaya, agama, dan etnis.
Lima prinsip yang Soekarno usulkan ini mencakup visi yang lebih inklusif terhadap bangsa yang beragam, sehingga dengan cepat mendapat persetujuan sebagai dasar negara.
Namun, sebelum ditetapkan sebagai Pancasila yang kita kenal saat ini, usulan tersebut mengalami perkembangan dan pada mulanya disusun dalam bentuk Piagam Jakarta.
Piagam Jakarta yang dirumuskan pada 22 Juni 1945 merupakan hasil lanjutan dari sidang pertama BPUPKI yang diadakan oleh Panitia Sembilan. Piagam ini berisi rumusan lima sila dasar negara, namun dengan kalimat yang sedikit berbeda dari Pancasila yang kita kenal saat ini, khususnya pada sila pertama yang berbunyi, “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Rumusan ini dimaksudkan untuk menampung aspirasi berbagai kelompok masyarakat, terutama umat Islam, yang menginginkan adanya landasan agama dalam dasar negara.
Piagam Jakarta disepakati sebagai jalan tengah yang dapat mengakomodasi seluruh kepercayaan dan keyakinan masyarakat Indonesia.
ALISHA FARADINA