TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil gubernur Jakarta nomor urut 1 Suswono merespons perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta yang dirilis dua lembaga berbeda, yakni Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Poltracking Indonesia. Dia mengatakan, ada kode etik yang perlu diikuti oleh lembaga survei dalam melakukan riset.
"Tidak boleh survei itu pesanan, lalu memutarbalikkan fakta dari realitas yang ada," katanya di Gedung Nyi Ageng Serang, Jakarta, pada Sabtu, 26 Oktober 2024.
Selain itu, menurut dia, metodologi yang digunakan lembaga survei semestinya mengikuti pakem yang berlaku. Terhadap perbedaan hasil survei itu, dia menyebut mendengar kabar adanya pemanggilan terhadap kedua lembaga riset itu oleh Persatuan Surveyor Indonesia.
"Kami tunggu saja nanti setelah dipanggil, siapa yang sebetulnya melakukan pembohongan," ujar politikus PKS ini.
Dia juga mengatakan, bahwa pihaknya menanggapi survei sebagai indikator dalam berkampanye. Jika survei menunjukkan hasil yang bagus, katanya, dia bakal menambah semangat untuk meningkatkan elektabilitas.
Sebaliknya, kata Suswono, bila survei menunjukkan hasil yang buruk terhadap dirinya dan Ridwan Kamil, maka hasil itu dijadikan pacuan untuk mengejar. "Jadi enggak ada beban," ucapnya.
Beda Hasil Survei Pilkada Jakarta
Menjelang pelaksanaan debat kedua Pilgub Jakarta, sejumlah lembaga survei mulai merilis hasil survei teranyar ihwal tingkat elektabilitas ketiga pasangan calon. Dalam satu pekan ini, setidaknya terpantau ada dua lembaga survei yang mengeluarkan hasil risetnya soal Pilkada Jakarta, yakni Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Poltracking Indonesia.
LSI menggunakan metode multistage random sampling, dengan toleransi kesalahan kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Setidaknya ada 1.200 warga Jakarta yang memiliki hak pilih, dijadikan sebagai responden.
Lembaga survei ini menggunakan teknik perolehan data berupa wawancara terhadap 20 persen dari total responden oleh supervisor lapangan dengan kembali mendatangi responden terpilih. Survei dilakukan selama delapan hari, yakni pada 10-17 Oktober 2024.
Iklan
Berdasarkan metode dan cakupan responden itu, pasangan calon nomor urut 3 Pramono-Rano memperoleh tingkat elektabilitas tertinggi dibanding kedua pesaingnya. Pasangan calon yang diusung oleh PDI Perjuangan ini tercatat mendapat elektabilitas 41,6 persen.
Pramono-Rano menyalip pasangan calon nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono, yang sebelumnya unggul dari segi elektabilitas dari beberapa hasil survei. RK-Suswono, berdasarkan hasil riset LSI mendapat elektabilitas mencapai 37,4 persen.
Sedangkan hasil elektabilitas yang didapat pasangan calon nomor urut 2 Dharma Pongrekun-Kun Wardhana terpantau memiliki selisih cukup jauh dengan dua rival lainnya. Pasangan calon dari jalur independen ini mendapat tingkat elektabilitas 6,6 persen.
Sementara rilis survei Poltracking Indonesia pada 24 Oktober 2024 menunjukan hasil berbeda. Pramono-Rano yang dinyatakan unggul elektabilitas versi LSI, berada di urutan kedua berdasarkan hasil riset Poltracking Indonesia.
Poltracking Indonesia menggunakan metode yang sama dengan LSI, yaitu multistage random sampling. Besaran margin of error pada survei ini berada di kisaran 2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Jumlah responden yang digunakan oleh Poltracking Indonesia juga lebih banyak, yakni 2.000 responden warga Jakarta berusia 17 tahun ke atas dan sudah menikah. Survei dilakukan dengan metode wawancara tatap muka dari periode 10 hingga 16 Oktober 2024.
Berdasarkan metode dan cakupan responden itu, RK-Suswono unggul elektabilitas hingga 51,6 persen dibanding kedua pesaingnya. Pramono-Rano membuntuti elektabilitas pasangan calon yang diusung koalisi gemuk itu dengan 36,4 persen.
Sementara Dharma-Kun hanya mendapat tingkat elektabilitas sebesar 3,9 persen. Nilai itu lebih kecil dibandingkan dengan hasil riset yang dirilis oleh LSI.
Pilihan Editor: Makan Bergizi Gratis 'Harga Mati', Prabowo Ancam Pecat Menteri yang Tak Mendukung