TBC Masih Mengancam Jogja!  Ada 900 Kasus,  Ratusan di Antaranya Anak-anak

2 hours ago 7
Ilustrasi | freepik

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ini cukup mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, sebaran Tuberkulosis (TBC) di Kota Yogyakarta hingga tahun 2025 ini masih cenderung tinggi, hingga menyentuh kisaran 900 kasus.
Yang membikin miris, penyakit menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium Tuberculosis itu ternyata juga menyerang ratusan anak-anak di Kota Pelajar tersebut.

Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta mencatat, hingga Oktober 2025 tercatat sekitar 900 kasus aktif TBC. Dari jumlah itu, sekitar 12 hingga 13 persen di antaranya dialami anak-anak.

Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular serta Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu, menjelaskan bahwa angka tersebut merupakan data berjalan yang masih mungkin bertambah.

“Anak-anak memang cukup rentan. Sekitar 12 sampai 13 persen dari total kasus TBC di Yogyakarta terjadi pada kelompok usia anak,” ujarnya, belum lama ini.

Menurut Endang, sebagian besar anak yang terinfeksi TBC berada pada usia balita. Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak yang terkena TBC umumnya tidak menularkan penyakitnya ke orang lain, karena mereka justru tertular dari lingkungan sekitar.

“Anak-anak tidak menularkan. Mereka justru tertular dari orang dewasa yang mengidap TBC aktif,” ungkapnya.

Sumber penularan, kata dia, bisa berasal dari siapa pun yang berinteraksi erat dengan anak, seperti orang tua, pengasuh, atau bahkan tetangga. Dalam satu kasus, Dinkes menemukan penularan berasal dari pedagang sayur langganan seorang ibu yang setiap hari berbelanja sambil membawa anaknya.

“Kasus seperti itu menunjukkan betapa sulitnya melacak sumber penularan. Kadang dari kontak yang tak terduga,” tuturnya.

Tracing Aktif dan Tantangan Lapangan

Untuk menekan penyebaran, Dinkes kini memperkuat strategi Active Case Finding atau penemuan kasus aktif. Program yang didanai APBD ini dinilai lebih efektif dibandingkan skrining massal.

“Begitu ada satu kasus ditemukan, kami langsung melakukan pelacakan di sekitar pasien,  bisa di rumah, sekolah, atau lingkungan kerjanya,” terang Endang.

Pemeriksaan dilakukan dengan tes cepat molekuler (TCM) menggunakan sampel dahak, disertai rontgen bagi pasien dewasa.

Namun, di lapangan, upaya tracing sering terhambat oleh sikap penolakan dari warga yang dinyatakan positif TBC.

“Banyak yang menolak berobat karena merasa sehat. Padahal hasil TCM-nya sudah positif. Ini sering jadi kendala,” ujarnya.

Padahal, jika tidak segera diobati, pasien dapat terus menularkan bakteri TBC ke orang-orang di sekitar, terutama anak-anak.

“Itu sebabnya kami terus mencari dan mengobati, supaya tidak menular lagi,” tegasnya.

Satu Kampung Satu Bidan

Pemkot Yogyakarta juga meluncurkan program Satu Kampung Satu Bidan sebagai bentuk penguatan layanan kesehatan berbasis masyarakat.
Program ini merupakan turunan dari konsep Puskesmas dan Rumah Sakit Tanpa Dinding, yang diinisiasi Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo.

Sebanyak 45 tenaga kesehatan baru telah direkrut dan ditempatkan di setiap kelurahan untuk memantau langsung kondisi kesehatan warga.

Fokus utama program ini meliputi penanganan penyakit menular seperti TBC dan HIV, penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi, pencegahan stunting, serta layanan bagi lansia dan kesehatan jiwa.

“Semua data, mulai dari kasus TBC hingga risiko stunting, harus by name by address dan bisa dipantau lewat aplikasi Jogja Sehat di platform Jogja Smart Service,” ujar Hasto kala itu.

Upaya tersebut diharapkan dapat memperkuat deteksi dini penyakit, termasuk TBC, serta memperpendek rantai penularan di masyarakat. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |