JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, melontarkan kritik terhadap Kejaksaan Agung yang menurutnya kerap mengubah-ubah tuduhan dalam perkara dugaan korupsi impor gula yang menjeratnya.
Tom menyampaikan hal tersebut ketika membacakan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu malam (9/7/2025). Ia mengaku banyak mengalami kejanggalan selama menghadapi proses hukum yang berlangsung lebih dari setahun terakhir.
“Pengalaman satu setengah tahun terakhir ini membuka mata dan hati saya, betapa ruwetnya aparat penegak hukum kita,” ungkap Tom di hadapan majelis hakim.
Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu menilai, apa yang ia alami hanyalah puncak gunung es. Menurutnya, banyak warga negara yang jadi korban, diperas, diancam, bahkan dijebloskan ke penjara atas dasar yang tidak sah.
Tuduhan Berubah-ubah
Tom mempersoalkan sikap Kejagung yang ia anggap “menggeser gawang” lantaran dakwaan terhadap dirinya berubah drastis dibandingkan tuduhan awal. Saat konferensi pers penahanannya pada 29 Oktober 2024, ia dituduh merumuskan kebijakan yang merugikan negara lantaran memberikan izin impor kepada industri gula swasta, yang menurut Kejagung, semestinya dijalankan oleh BUMN.
“Waktu itu Kejaksaan Agung bilang, kebijakan saya bikin BUMN kehilangan peluang keuntungan. Padahal, seolah-olah kalau orang beli bensin di SPBU swasta, atau pakai Indosat ketimbang Telkomsel, itu juga dianggap merugikan negara,” ucap Tom mengkritik logika tuduhan.
Selain itu, Tom juga sempat dituding merugikan konsumen karena gula impor yang diolah dijual lebih mahal daripada Harga Eceran Tertinggi (HET). Namun, dalam dakwaan yang dia terima empat bulan setelah penahanan, tudingan itu bergeser.
Jaksa akhirnya mendakwa kebijakan Tom justru membuat PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) membeli gula putih dengan harga lebih tinggi dari perusahaan swasta, serta dianggap merugikan negara akibat industri gula swasta mengimpor bahan baku gula kristal mentah, bukan barang jadi. Importasi bahan baku itu dikenai tarif bea masuk lebih rendah, yang oleh Kejagung dan BPKP dianggap menimbulkan kerugian negara.
“Pembayaran bea masuk yang lebih rendah dinilai Kejagung sebagai kerugian negara karena seharusnya Bea Cukai bisa menagih bea masuk lebih tinggi jika impor berupa gula jadi,” ujar Tom.
Kerugian Negara Naik
Tak hanya materi tuduhan, nilai kerugian negara yang dituduhkan Kejagung juga melonjak. Dari semula Rp 400 miliar, menjadi Rp 578 miliar. Tom menilai kenaikan itu bukan karena temuan bukti baru, melainkan lantaran dasar perhitungan kerugian yang diubah oleh Kejagung dan BPKP.
“Tidak ada bukti baru, tapi tiba-tiba kerugian negara membengkak. Ini jelas menggeser gawang,” tegas Tom.
Ia juga memprotes keterlambatan penyerahan audit BPKP. Menurutnya, laporan audit BPKP baru diserahkan ke majelis hakim dan kuasa hukumnya setelah semua saksi fakta diperiksa. Padahal, Tom menilai audit tersebut berisi kejanggalan yang semestinya bisa digali melalui pemeriksaan saksi.
“Kertas kerja audit BPKP pun tidak mau mereka perlihatkan ke persidangan, padahal banyak kesalahan hitung di dalamnya,” katanya.
Tudingan Tebang Pilih
Dalam sidang pleidoi, Tom juga mempertanyakan sikap Kejagung yang dinilainya tebang pilih dalam menentukan pihak yang dijerat hukum. Menurutnya, koperasi-koperasi besar seperti INKOPKAR, INKOPPOL, KKP TNI-Polri, hingga asosiasi petani tebu juga melakukan impor gula dengan pola yang sama seperti industri swasta. Namun, tidak ada satu pun pengurus koperasi yang dijadikan tersangka.
“Kalau memang impor gula mentah dianggap salah, kenapa koperasi tidak ikut dijerat? Ini menunjukkan proses hukum tidak konsisten,” tegas Tom.
Ia menduga sejak awal dirinya memang sudah menjadi target bersama pihak-pihak tertentu di industri gula swasta.
“Bapak Charles Sitorus ditarget, sembilan industri gula swasta ditarget, dan saya juga ditarget,” ungkap Tom.
Tuntutan 7 Tahun Penjara
Dalam perkara ini, Tom Lembong dituntut pidana penjara tujuh tahun serta denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menilai Tom telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerbitkan 21 surat persetujuan impor gula yang dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar.
Tom dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Persidangan perkara impor gula ini sendiri turut menarik perhatian publik, bahkan sempat dihadiri tokoh politik seperti Anies Baswedan. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.