2.000 Rekening Instansi Pemerintah Nganggur, Dana Rp 500 Miliar Terancam Disalahgunakan

1 month ago 31
Ilustrasi | pixabay

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Temuan mencengangkan kembali terungkap dari hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran diketahui masuk dalam kategori dormant atau tidak aktif. Nilai dananya pun tak main-main, yakni mencapai Rp 500 miliar.

Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah menyebut, rekening-rekening tersebut semestinya tidak boleh pasif karena memiliki fungsi strategis dalam sistem keuangan negara.

“Rekening dormant milik instansi pemerintah tidak semestinya terjadi, karena fungsinya strategis dan seharusnya terpantau aktif. Ini membuka potensi penyimpangan dana publik,” tegas Natsir dalam keterangan resmi, Selasa (29/7/2025).

Rekening dormant merupakan rekening yang tidak menunjukkan aktivitas transaksi dalam jangka waktu tertentu. Dalam konteks instansi negara, keberadaan rekening tak aktif justru menyimpan risiko serius karena rentan disalahgunakan oleh pihak tak bertanggung jawab, baik dari internal maupun eksternal lembaga keuangan.

Langkah penghentian sementara transaksi atas rekening tersebut sudah dilakukan PPATK pada 15 Mei 2025. Keputusan itu diambil menyusul hasil pemantauan dan analisis atas data perbankan yang diterima lembaga itu pada Februari 2025.

Tak hanya rekening milik instansi pemerintah, PPATK juga mengungkap secara nasional terdapat lebih dari 140.000 rekening dormant yang tidak aktif selama lebih dari satu dekade. Nilai dana yang ‘tidur’ di dalamnya pun mencapai Rp 428,6 miliar.

Natsir menambahkan, tren penyalahgunaan rekening dormant kian mengkhawatirkan. Banyak digunakan untuk aktivitas ilegal seperti transaksi narkoba, pencucian uang, hingga jual beli rekening atas nama orang lain (nominee). Bahkan, modus peretasan juga masuk dalam skenario penyalahgunaan.

Dalam lima tahun terakhir, PPATK telah memeriksa lebih dari satu juta rekening yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana. Dari jumlah itu, lebih dari 150.000 rekening teridentifikasi sebagai nominee. Sebagian besar rekening itu sebelumnya dibeli, diretas, atau dibuat dengan cara-cara yang tidak sah, lalu dibiarkan tidak aktif setelah menerima aliran dana dari aktivitas ilegal.

“Tujuan utamanya adalah mendorong bank dan pemilik rekening untuk melakukan verifikasi ulang dan memastikan rekening serta hak dan kepentingan nasabah terlindungi serta tidak disalahgunakan untuk berbagai kejahatan,” imbuh Natsir.

Yang tak kalah memprihatinkan, PPATK juga menemukan sekitar 10 juta rekening penerima bantuan sosial (Bansos) yang tidak pernah digunakan selama lebih dari tiga tahun. Akibatnya, dana sebesar Rp 2,1 triliun hanya mengendap, yang menimbulkan pertanyaan besar soal akurasi dan ketepatan sasaran program Bansos.

“Dana bansos sebesar Rp 2,1 triliun hanya mengendap, dari sini terlihat ada indikasi bahwa penyaluran belum tepat sasaran,” ujar Natsir.

PPATK mendesak seluruh lembaga perbankan segera memperbarui data nasabah dan melakukan verifikasi terhadap rekening-rekening dormant. Jika tidak diaktifkan atau diklaim secara sah, rekening tetap akan dikenai biaya administrasi yang berpotensi menggerus saldo hingga habis.

Sementara itu, reaktivasi hanya bisa dilakukan apabila kepemilikan rekening dapat dibuktikan secara valid. Bila tidak, potensi kerugian negara dan ancaman penyalahgunaan dana publik kian terbuka lebar.

PPATK menegaskan bahwa kebijakan pemblokiran ini bukan untuk merugikan pemilik rekening, melainkan bentuk perlindungan agar dana yang tersimpan tidak beralih tangan kepada pelaku kriminal. [*] Berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |