REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri menilai kebijakan pemerataan masa tunggu haji yang ditetapkan menjadi rata-rata 26 tahun di seluruh provinsi merupakan langkah untuk menerapkan asas keadilan bagi seluruh calon jamaah haji.
Ia menjelaskan, penetapan ini didasarkan pada rumusan daftar tunggu yang berbeda-beda di setiap provinsi dan harus disesuaikan agar manfaat dari dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dapat diterima secara setara.
Menurut Abidin, selama ini terdapat disparitas masa tunggu yang cukup mencolok antar daerah. Ada provinsi dengan masa antre hingga 45 hingga 49 tahun. Sementara beberapa daerah lain relatif lebih cepat, misalnya hanya 19 hingga 21 tahun. Kondisi tersebut dinilai memengaruhi rasa keadilan dalam distribusi manfaat dana haji.
“Penghitungannya berdasarkan daftar tunggu di masing-masing provinsi. Dari situ dirumuskan menjadi rata-rata 26 tahun sebagai pijakan awal. Ini demi asas keadilan dan kemanfaatan dari pengelolaan keuangan haji,” ujar Abidin saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (5/11/2025).
Ia menegaskan, kebijakan ini bukan semata pengurangan kuota haji, melainkan penataan ulang agar seluruh calon jamaah memiliki kedudukan yang sama dalam mengakses fasilitas dan manfaat yang berasal dari dana haji
Menurutnya, kebijakan tersebut juga selaras dengan rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai pentingnya pemerataan manfaat pengelolaan dana haji.
Namun, Abidin mengakui bahwa kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terutama bagi mereka yang sudah mengantongi jadwal keberangkatan dalam waktu dekat. Untuk itu, ia menekankan pentingnya sosialisasi yang masif.
“Kementerian Agama harus segera menjelaskan dasar perhitungannya sesuai undang-undang agar tidak menimbulkan keresahan. Sosialisasi harus diperkuat sampai ke tingkat daerah,” ucapnya.
Selain itu, Abidin juga menyampaikan bahwa masa tunggu 26 tahun bukan angka final. Ia optimistis masa tunggu dapat kembali memendek seiring kebijakan pemerintah Arab Saudi yang tengah menargetkan peningkatan kapasitas jamaah haji menjadi hingga lima juta jamaah pada 2030.
Dengan peningkatan tersebut, katanya, kuota haji Indonesia berpotensi naik hingga tiga kali lipat.
“Ke depan, kuota kita bisa naik menjadi sekitar 600 ribu. Kalau itu terjadi, masa tunggu otomatis akan berkurang. Tetapi pengurangannya harus berlaku merata di seluruh Indonesia,” katanya.
Menurutnya, Komisi VIII DPR RI mendukung kebijakan pemerataan masa tunggu tersebut, dengan catatan Kementerian Haji dan Umrah dan pihak terkait harus memastikan komunikasi publik berjalan dengan baik.
“DPR mendukung, tapi pemerintah harus hadir dalam menjelaskan ke masyarakat,” jelas Abidin.

2 hours ago
10













































