REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhirnya Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo menjadi pahlawan nasional. Setelah wafat 36 tahun lalu, kini negara mengakui jasa besarnya mempertahankan keutuhan Bangsa Indonesia.
Sang cucu, Agus Harymurti Yudhoyono bersama paman, mewakili Sarwo Edhie menerima gelar pahlawan nasional. AHY tampil mengenakan peci hitam dan setelan jas. Dia berdiri tegap di samping foto si mbah. Presiden Prabowo akan memberikan langsung gelar pahlawan nasional di Kompleks Istana Negara Jakarta.
Sarwo Edhie si Putra Purworejo itu merupakan salah satu tokoh militer paling legendaris dalam sejarah modern Indonesia. Namanya bersinar terang pasca-peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965, di mana ia memegang peran sentral dalam penumpasan gerakan tersebut dan konsolidasi kekuasaan di bawah Jenderal Soeharto.
Namun, status kepahlawanannya di mata negara masih menjadi perdebatan; meskipun ia dimakamkan dengan penghormatan militer, ia belum dianugerahi gelar Pahlawan Nasional secara resmi, dan usulan tersebut menghadapi kontroversi publik.
Lahir di Purworejo, Jawa Tengah, pada 25 Juli 1925, Sarwo Edhie adalah prajurit tangguh yang meniti karier militernya sejak masa pendudukan Jepang, bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air). Jiwa kepemimpinan dan ketangguhannya terasah dalam kancah perjuangan kemerdekaan dan berbagai operasi militer pasca-kemerdekaan. Ia dikenal sebagai komandan yang berani dan kharismatik, seorang pemimpin teladan di mata banyak prajurit.
Puncak karier dan momen paling krusial dalam sejarahnya terjadi pada tahun 1965. Saat menjabat sebagai Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), kini Kopassus, Sarwo Edhie menjadi ujung tombak operasi militer untuk menumpas G30S. Pada 4 Oktober 1965, pasukannya menguasai kembali markas RRI dan mengambil alih kendali di Jakarta, sebelum memimpin proses penggalian jenazah para jenderal di Lubang Buaya.
Dalam wawancara TVRI, Sarwo Edhie menjelaskan, setelah mendengar dugaan pasukan TNI dikuburkan di sana, personel langsung diterjunkan ke sana. Mereka menyisir area, kemudian tanah yang masih belum padat langsung menjadi perhatian.
Ketika penggalian menemukan bagian tubuh jenazah pasukan TNI, dia langsung menghentikan sementara proses penggalian. "Saya langsung kontak Pak Harto untuk melaporkan temuan di Lubang Buaya yang kemungkinan besar adalah jenazah korban PKI," kata tokoh Kopassus itu.
Kemudian Pak Harto datang dan menyaksikan sendiri apa yang terjadi di sana. Tim TNI bersama pers ikut mendokumentasikan penemuan jenazah yang menjadi korban kebiadaban PKI. Setelah itu, jenazah menjalani otopsi. Negara memberikan penghormatan terakhir. Pak Harto dan Pak Nas (Jenderal Besar Abdul Haris Nasution) memberikan pidato melepas para pahlawan untuk kemudian dimakamkan secara terhormat.
Tugas berat berikutnya adalah membersihkan basis-basis PKI di Jawa Tengah, yang menjadi episentrum kekuatan komunis. Hanya dalam waktu kurang dari satu bulan, pasukan RPKAD di bawah komandonya berhasil menumpas aksi tersebut. Sarwo Edhie bekerja sama erat dengan ABRI dan masyarakat sipil nasionalis-agama untuk menangkap ribuan simpatisan dan anggota PKI. Operasi ini berhasil melumpuhkan gerakan komunis secara efektif.

2 hours ago
7
















































