
Oleh : Bagong Suyanto, Guru Besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari segi gaya hidup, penjualan pakaian bekas impor memiliki daya tarik dan pangsa pasar tersendiri. Tidak sedikit anak muda dan masyarakat yang menyukai dan lebih memilih membeli pakain bekas impor karena dinilai lebih modis meski barang second hand.
Tetapi, ketika masuknya pakaian impor bekas dari luar negeri makin marak, pemerintah pun akhirnya memilih untuk segera menanganinya dengan tegas agar tidak merugikan UMKM dan pelaku usaha di tanah air.
Menurut data Kementerian UMKM, barang-barang thrifting yang masuk ke Indonesia mencapai 3.600 ton dari total 28.000 kontainer yang memuat 784.000 ton tekstil impor ilegal. Tekstil ilegal yang kalau dikonversi dengan ton beratnya sekitar 784.000 ton. Artinya bahwa barang thrifting ini hanya sekitar 0,5 persen dari total barang yang masuk ke tanah air.
Dari segi jumlah, impor tekstil ilegal mungkin tidak banyak. Namun demikian, masuknya produk pakaian bebas secara ilegal ini langsung maupun tidak langsung ternyata menimbulkan persoalan tersendiri, baik secara hukum maupun dari segi persaingan dengan pelaku usaha yang menjual produk-produk tekstil lokal.
Untuk mencegah agar arus pakaian bekas ilegal tidak menimbulkan dampak yang makin merugikan, pemerintah terpaksa bertindak tegas. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menyatakan akan memperketat pengawasan dan penindakan terhadap masuknya barang ilegal ke Indonesia.
Menurut Purbaya, inti persoalannya impor ilegal pakaian bekas ini bukan soal apakah masuknya barang ilegal itu kemudian bersedia membayar pajak atau tidak, melainkan inti masalahnya tetap soal legalitas barang yang masuk. Di berbagai kesempatan, Purbaya telah menyatakan tekadnya untuk membersihkan Indonesia dari barang-barang ilegal yang masuknya ilegal –tak terkecuali impor pakaian bekas dari brand-brand terkenal.
Ancaman
Keputusan Menkeu Purbaya menangani ancaman pakaian bekas impor ini sebetulnya bukan tanpa alasan. Bagi para pelaku usaha yang menjual produk pakaian bekas impor ini, harus diakui bisnis thrifting memang menguntungkan. Penjualan pakaian bekas impor ini membuka celah baru yang menggiurkan karena memiliki pangsa pasar yang cukup solid. Konsumen produk pakaian bekas impor ini cukup terbuka dan bahkan sebagian termasuk penggemar yang setia.
Namun demikian, di balik keuntungan yang ditawarkan, isu tentang pakaian bekas impor ini kini sedang menjadi polemik. Pemerintah saat ini telah mengambil langkah-langkah untuk memberantas impor pakaian bekas ilegal, termasuk melakukan penindakan terhadap pedagang dan importir ilegal, serta mengembangkan pengawasan yang lebih ketat di pelabuhan. Secara garis besar dampak masuknya pakaian bekas impor secara ilegal ke tanah air adalah:
Pertama, menurunkan daya saing produk impor. Pakaian bekas impor yang dijual dengan harga murah niscaya akan membuat produk lokal sulit bersaing, sehingga ujung-ujungnya akan menurunkan permintaan dan produksi produk lokal. Berbeda dengan pakain branded yang masih baru, pakaian bekas impor biasanya dijual dengan harga yang terjangkau pasar, sehingga dari segi harga penjualan pakaian bekas impor niscaya memiliki daya tarik lebih.
Bisa dibayangkan, pakaian branded dengan kondisi yang masih bagus ditawarkan dengan harga yang hanya seperempat dari harga jual ketika baru. Secara fisik, kondisi pakaian bekas impor ini umumnya tidak bisa dibedakan dengan pakaian yang masih baru. Jadi, konsumen yang taktis umumnya akan memanfaatkan celah ini. Mereka membeli baju bekas impor, tetapi orang lain tidak akan tahu bahwa itu baju second hand.
Kedua, impor pakaian bekas dapat menghambat pertumbuhan industri tekstil lokal, karena pengalaman telah menunjukkan bahwa banyak konsumen lebih memilih produk impor yang lebih murah dan lebih bergengsi. Produk tekstil lokal atau dalam negeri, seringkali kalah bersaing karena produk pakaian bekas impor memiliki brand yang jauh populer. Bagi konsumen yang mementingkan gengsi dan merasa bangga memakai produk asing, tentu pakaian bekas impor menjadi lebih menarik untuk dibeli daripada pakaian dalam negeri yang brandnya tidak populer.
Di tanah air, jangankan industri tekstil kecil-kecilan. Untuk pabrik tekstil besar seperti PT Sritex, misalnya tahun tahu dilaporkan terpaksa gulung tikar dan terpaksa melakukan PHK terhadap puluhan ribu pekerjanya karena tak kuat menahan serbuan produk-produk garmen yang membanjiri pasar dalam negeri.
Selain PT Sritex yang disebut-sebut sebagai pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara, sejumlah pabrik tekstil lain yang juga terpaksa tutup antara lain PT Tuntex yang terpaksa memPHK 1.163 karyawannya, PT Wiska Sumedang yang mem-PHK 700 pekerjanya, PT Pismatex yang mem-PHK 1.700 pekerjanya, dan pabrik-pabrik lain yang di kawasan Tangerang, Subang dan Bandung.
Ketiga, dari segi lingkungan, membanjirnya produk pakaian bekas impor bukan tidak mungkin akan dapat membawa sekaligus penyakit, terutama jika tidak dicuci dengan benar sebelum dijual kembali ke Indonesia. Selain itu, pakaian bekas yang tidak layak pakai juga berpotensi menjadi sampah tekstil yang sulit diuraikan dan mencemari lingkungan.
Meski dampak lingkungan ini ditengarai belum terlalu membahayakan. Tetapi, membanjirnya produk pakaian bekas impor ke dalam negeri bukan tidak mungkin suatu saat akan menjadi isu yang merugikan dari segi lingkungan.
Membongkar Pemain Utama
Dari segi hukum pemerintah sebetulnya telah mengeluarkan larangan impor pakaian bekas melalui Peraturan Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 untuk melindungi kelangsungan industri tekstil lokal dan mencegah kerusakan lingkungan. Menkeu sendiri telah meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk tidak hanya menyita dan menelusuri pabrik asal barang-barang impor ilegal, tetapi juga menelusuri siapa individu atau kelompok yang telah melakukan impor ilegal itu dan memberikan hukuman yang layak kepada para pelaku agar mereka benar-benar jera.
Pemberantasan impor ilegal hingga ke akarnya dilakukan pemerintah lantaran selama ini praktik tersebut telah mengurangi pendapatan negara dan mengganggu pasar dalam negeri. Dari hasil inspeksi mendadak yang dilakukan Menkeu Purbaya ke Tempat Penimbunan Pabean di Cikarang, Jawa Barat, akhir bulan Oktober lalu, Menkeu tidak hanya menemukan pakaian bekas impor, tetapi juga jenis pakaian last season atau pakaian baru yang sebenarnya belum pernah dipakai, namun merupakan koleksi lama dari luar negeri.
Menkeu menyatakan bahwa ia saat ini telah mengantongi nama-nama sejumlah pemakaian besar di balik impor pakaian bekas ke tanah air. Mereka akan dimasukkan ke dalam daftar hitam agar tidak dapat melakukan aktivitas impor barang dari luar negeri. Menkeu telah menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentoleransi praktik penyelundupan pakaian bekas yang merusak pasar dan mengancam kelangsungan industri dalam negeri.
Apa yang dinyatakan Menkeu ini seyogianya tidak boleh hanya hangat-hangat tahi ayam. Untuk mengatasi ancaman impor ilegal pakaian bekas mau tidak mau yang dibutuhkan adalah tindakan yang benar-benar nyata. Pemerintah perlu segera menindak siapapun orang yang berada di balik impor ilegal pakaian bekas ini.
Tanpa adanya ketegasan sikap pemerintah, maka nasib industri dalam negeri akan dipertaruhkan. Pemain lama yang terlibat harus dibongkar dan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Hanya dengan cara ini potensi industri tekstil dalam negeri dapat tumbuh secara adil.

3 hours ago
10

















































