TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa orang mungkin beranggapan ada keterkaitan antara Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar dengan Universitas Sebelas Maret (UNS). Secara sekilas nama kampus di Surakarta, Jawa Tengah itu bagai untuk mengabadikan terbitnya Supersemar, surat sakti yang jadi tiket Soeharto menjadi presiden.
Adapun tepat hari ini, 11 Maret 1966 atau 59 tahun silam, Supersemar ditandatangani dan diserahkan Presiden pertama RI Sukarno kepada Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib). Surat itu sebagai pegangan Soeharto guna mengatasi situasi dan kondisi yang tidak stabil buntut pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sukarno memang memerintahkan Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menstabilkan ketegangan negara buntut peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965. Tapi ia tak menyangka Soeharto bakal menggunakan frasa ‘mengambil segala tindakan yang dianggap perlu’ untuk menggeser kedudukannya sebagai kepala negara saat itu.
Kendati Surat Perintah Sebelas Maret dan Universitas Sebelas Maret mempunyai kemiripan nama, ternyata keduanya tidak memiliki hubungan sama sekali. Adapun penamaan Universitas Sebelas Maret adalah merujuk pada tanggal serta bulan berdirinya kampus tersebut, yakni seiring Keputusan Presiden Republik Indonesia yang dibacakan pada 11 Maret 1976.
Karena kemiripan nama tersebut, usulan perubahan nama Universitas Sebelas Maret pernah disampaikan kepada Senat Perguruan Tinggi pada 2018 lalu. Usulan itu menyusul munculnya kontroversi tentang keberadaan naskah asli Supersemar yang tidak diketahui rimbanya. Hingga saat ini, beberapa pihak masih meragukan kebenaran dan kepastian isi Supersemar.
Hanya arsipnya yang tersimpan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia atau ANRI. Lebih meragukannya lagi, arsip tersebut ada tiga versi, yakni dari Sekretariat Negara, Pusat Penerangan Angkatan Darat TNI, serta Akademi Kebangsaan. Belum jelas apakah surat itu berisi perintah menjaga stabilitas negara, termasuk keamanan presiden dan keluarganya, atau surat legitimasi pengalihan kekuasaan.
“Usulan ini justru disampaikan oleh `orang-orang dekat` UNS, seperti alumni, namun tidak disetujui oleh senat,” kata Rektor UNS Solo, Much Syamsulhadi, usai Rapat Senat Terbuka Dies Natalis ke-32 UNS Solo di Solo,Jateng, Selasa, 11 Maret 2018, dikutip dari Antara.
Alasan penolakan senat, kata dia, karena nama Sebelas Maret sudah sangat melekat dengan perguruan tinggi tersebut. Selain itu, civitas akademika UNS juga cukup bangga dengan nama ini, meski nama Sebelas Maret dikait-kaitkan dengan Supersemar. Pihaknya pun menegaskan nama UNS tidak ada hubungannya dengan Supersemar yang kontroversial tersebut.
“UNS tidak ada hubungannya sama sekali dengan Supersemar. Seperti bantuan pendidikan dari pemerintah, besar yang diterima sama dengan perguruan tinggi lainnya,” katanya.
Profil Universitas Sebelas Maret
Dilansir dari situs resmi UNS, berdirinya Universitas Sebelas Maret ditandai dengan dibacanya Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Pembukaan Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret pada 11 Maret 1976 pukul 10.00 WIB. Walau secara administrasi baru berdiri pada 49 tahun silam, cikal bakal pendirian kampus ini dapat dirunut jejaknya sejak 1950-an.
Pada masa itu, Solo—julukan Surakarta—telah memiliki keinginan untuk mendirikan sebuah universitas berbasis negeri sendiri, mengingat kota lain telah memiliki kampus yang umurnya bahkan telah mencapai puluhan tahun. Tetapi, akibat perang, penyatuan pemerintahan, kekeruhan arus politik, runtuhnya ekonomi rakyat, dan lain-lainnya, universitas negeri di Solo belum terwujud.
Baru pada 1953, setelah semua kekacauan berakhir, keinginan mewujudkan universitas negeri timbul kembali. Panitia pendiri universitas pun dibentuk, dengan diketuai Mohammad Saleh, Wali Kota Solo saat itu. Sayangnya, layar gagal berkembang buntut tidak adanya sokongan keuangan dari pemerintah daerah maupun pusat. Ditambah muncul pula keinginan golongan untuk mendirikan universitas swasta secara sendiri-sendiri.
Asa itu kembali merekah satu dekade berselang. Pada 1963, tanpa babibu pemerintah daerah kala itu, yang dipimpin oleh Utomo Ramelan mendirikan Universitas Kota Praja Surakarta (UPKS). Kampus ini mendapatkan respons manis dari kalangan Partai Komunis Indonesia atau PKI yang tengah tumbuh subur era itu. Melalui UPKS, ilmu tentang sosialisme bisa berkembang di universitas ini.
Namun umur universitas ini tidak bertahan lama. Saat peristiwa G30 S pada 1965 pecah di Indonesia, universitas ini pun akhirnya terkubur karena semua hal yang berbau sosialisme atau komunisme kemudian dilarang. Tiga tahun kemudian, ide Solo memiliki universitas negeri muncul lewat Wali Kota R Sukandar pada 11 Januari 1968. Panitia pendirian pun sempat dibentuk, tapi cerita Mohammad Saleh terulang lagi, dengan musabab yang sama.
Benih itu ternyata lewat Universitas Nasional Saraswati, yang mengajukan diri menjadi universitas negeri pada 1966. Pengajuan tersebut disetujui oleh pemerintah. Bersama-sama dengan universitas swasta dan kedinasan lainnya, Universitas Nasional Saraswati kemudian menggabungkan diri menjadi satu perguruan tinggi baru bernama Universitas Gabungan Surakarta (UGS).
Total ada delapan universitas yang tergabung dalam UGS, termasuk Universitas Nasional Saraswati, kampus lainnya yaitu STO Negeri Surakarta, PTPN Veteran Surakarta, AAN Saraswati, Universitas Cokroaminoto, Universitas Islam Indonesia cabang Surakarta, Universitas 17 Agustus 1945 cabang Surakarta, dan Institut Jurnalistik Indonesia Surakarta. UGS kemudian resmi didirikan per 1 Juni 1975
Pada penhujung Desember 1975, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan meninjau UGS dan memastikan bahwa pada 11 Maret 1976 kampus tersebut statusnya akan menjadi universitas negeri. Universitas tersebut terdiri atas 9 fakultas, yaitu: Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan, Fakultas Sastera Budaya, Fakultas Sosial Politik, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Pertanian serta Fakultas Teknik.
Seiring diresmikan pada 11 Maret 1976, nama UGS kemudian diubah menjadi Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret Surakarta (UNS Sebelas Maret). Sejak 1977, UNS memiliki kampus induk terpadu di Kentingan, Jebres, Surakarta seluas 60 hektare yang diperoleh dari Wali Kota Surakarta melalui Surat Keputusan Walikota Surakarta tanggal 18 Oktober 1976 nomor 238/Kep/T3/1976.
Dalam perkembangannya, pada 1982 nama dan singkatan Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret Surakarta (UNS Sebelas Maret) kemudian ditetapkan menjadi Universitas Sebelas Maret yang disingkat UNS. Perubahan nama dan singkatan ini diresmikan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 55 Tahun 1982. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, jelas sudah penamaan Universitas Sebelas Maret tak ada kaitannya dengan Supersemar.