TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani diminta untuk menjadi menteri keuangan kembali dalam kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sri Mulyani usai pertemuannya dengan Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin malam, 14 Oktober 2024.
“Jadi kita berdiskusi cukup lama dan panjang selama ini bersama beliau. Oleh karena itu, pada saat penyusunan kabinet, beliau meminta saya untuk menjadi menteri keuangan kembali,” ujar Sri Mulyani kepada awak pers.
Sri Mulyani pun menjelaskan, dalam pertemuannya dengan Prabowo bahwa dirinya mendapatkan beberapa pesan, khususnya mengenai prioritas-prioritas pemerintahan ke depan. Beberapa hal yang dibahas di antaranya adalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), penguatan Kemenkeu, belanja negara, serta pengelolaan penerimaan negara, termasuk pajak.
“Beliau sangat memperhatikan bagaimana dampak APBN kepada masyarakat. Itu menjadi tekanan beliau,” katanya.
Sebelumnya, kedua tokoh ini dulunya pernah bersitegang. Berdasarkan catatan Tempo, perselisihan Sri Mulyani dengan Prabowo menjadi pemicu eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu ingin hengkang dari kabinet Jokowi. Keduanya bersitegang terkait anggaran pertahanan kala itu, Kemenkeu tidak mengabulkan anggaran untuk pembelian 12 pesawat Mirage 2000-5 bekas dari Qatar.
Kabar Sri Mulyani akan mengundurkan diri santer selama awal Januari 2024. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membantah informasi yang beredar di media sosial itu dan mencapnya sebagai hoaks.
Menurut sumber Tempo, saat itu Sri Mulyani masih mempertimbangkan sejumlah hal sebelum mundur, salah satunya yakni sosok pengganti yang bisa menjaga kredibilitas APBN ke depan. Perbedaan pendapat dengan Prabowo menjadi salah satu pemicu munculnya keinginan dia untuk mundur, kata sumber tersebut.
Berbulan-bulan kemudian, Menteri Keuangan mengingatkan Prabowo untuk menjaga APBN saat membentuk program-program mendatang. Hal itu ia sampaikan usai rapat Jokowi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis sore, 20 Juni 2024.
“Pesannya adalah APBN tetap dijaga secara hati-hati karena ini adalah instrumen penting,” kata Sri Mulyani saat itu. “Mengenai program-program baru sampai hari ini kita akan berkoordinasi dengan tim Pak Prabowo untuk bisa mendapatkan gambaran mengenai kebutuhan anggaran maupun mekanisme pelaksanaan program tersebut.”
Namun pada 9 September 2024, Sri Mulyani menemui Menteri Pertahanan sekaligus presiden terpilih periode 2024 – 2029 Prabowo Subianto membahas tentang program-program pemerintah selanjutnya.
Iklan
Kini, Sri Mulyani dipastikan akan kembali menduduki jabatan Menteri Keuangan. Sebelumnya, ia telah menduduki jabatan yang sama selama dua periode berturut-turut di pemerintahan Presiden Jokowi.
Dalam pertemuannya dengan Prabowo, salah satu pokok pembahasan mereka adalah APBN. Untuk diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2025 telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025 di Jakarta, Kamis, 19 September 2024.
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani mengatakan pendapatan negara pada tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp 3.005,1 triliun, didukung oleh penerimaan pajak sebesar Rp 2.490,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 513,6 triliun.
“Ini untuk pertama kali pendapatan negara mencapai dan menembus lebih dari Rp 3.000 triliun,” ujar Sri Mulyani dalam keterangannya, yang dikutip dari laman resmi Kemenkeu.
Sri Mulyani pun menjelaskan salah satu target di 2025 ialah penerimaan perpajakan ditunjang oleh perpajakan, peningkatan pemenuhan wajib pajak, perluasan basis pajak, serta mulai berlakunya reformasi sistem CoreTax (sistem teknologi informasi dalam administrasi perpajakan) dan sistem perpajakan yang kompatibel dengan arah perubahan struktur perekonomian dan kebijakan perpajakan dunia.
Sementara itu, terkait total belanja negara pada tahun 2025 yang direncanakan sebesar Rp 3.621,3 triliun, termasuk belanja non-K/L di pemerintah pusat sebesar Rp 1.541,4 triliun. Adapun defisit APBN 2025 ditetapkan 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 616,2 triliun.
“Tingkat defisit ini adalah moderat dan aman untuk mengakomodir masa transisi (pemerintahan) dengan tetap menjaga keberlanjutan dan kesehatan APBN,” kata Sri Mulyani.
HAURA HAMIDAH I MELYNDA DWI PUSPITA I ANTARA
Pilihan Editor: Ditunjuk Jadi Menkeu Lagi, Sri Mulyani Pernah Tak Kabulkan Ajuan Anggaran Pembelian 12 Pesawat Mirage 2000-5