DPR Kritik Kebijakan Naturalisasi Pemain Timnas Indonesia oleh PSSI Selalu Tergesa-gesa

3 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah anggota Komisi Olahraga atau Komisi X DPR mengkritik kebijakan naturalisasi pemain sepak bola untuk memperkuat Timnas Indonesia yang memiliki target lolos Piala Dunia 2026. Mereka menyoroti mulai dari kemungkinan tersingkirnya pemain bola lokal hingga keputusan penunjukan Patrick Kluivert sebagai pelatih kepala menggantikan Shin Tae-yong.

Anggota Fraksi Partai Golkar Agung Widyanto menilai keputusan menaturalisasi penyerang Oxford United Ole Romeny adalah langkah tepat. Musababnya, selama masa kepelatihan Shin Tae-yong, PSSI lebih banyak menaturalisasi pemain yang berposisi sebagai bek.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jadi ini niat yang baik yang perlu kami dukung. Sayangnya, ketua PSSI sudah tiga pertemuan (proses naturalisasi) ini belum hadir di sini. Kemudian, sayangnya, Dion Markx dan Tim Henri untuk U-20 kenapa baru sekarang dinaturalisasi. Kalau sejak awal diproses kan tak kehilangan momentum untuk laga bergengsi (di Piala Asia U-20),” kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 3 Februari 2025.

Komisi Olahraga DPR dan Kementerian Pemuda dan Olahraga membahas permohonan pemberian status warga negara Indonesia untuk tiga pemain sepak bola. Kemenpora mengusulkan naturalisasi Ole Lennard Ter Haar Romenij, Tim Henri Victor Geypens, dan Dion Wilhelmus Eddy Markx.

Anggota Komisi X Fraksi PKB Habib Syarief Muhammad Alaydrus mengatakan proses naturalisasi menjadi ajang pembuktian diri bagi para pemain diaspora sekaligus pelatih baru Patrick Kluivert yang juga dari Belanda. “Sayang, beberapa kebijakan yang diambil tampaknya sangat tergesa-gesa. Dari mulai merekrut pelatih, sampai ke pemain, dan langsung akan ditampilkan pada minggu-minggu ini juga. Tentu saja kami akan sulit sekali untuk memberikan penilaian yang objektif,” kata dia.

Ia mengatakan bahwa sepak bola merupakan satu jenis olahraga yang sangat membutuhkan kerja sama, komunikasi, dan kemampuan yang tinggi. “Mudah-mudahan apa yang dialami oleh Sindhyeong tidak terulang kembali pada masa kepelatihan Patrick Kluivert,” kata Syarief.

Komisi X menginginkan penjelasan mendetail soal kebijakan naturalisasi dari Ketua Umum PSSI Erick Thohir, tapi selalu tak hadir di DPR dan melalui perwakilan. Ia menginginkan penjelasan lebih lengkap mengenai target yang ingin dicapai federasi.

“Beberapa perilaku yang mungkin berlaku di Eropa tentunya tidak sama dengan di Indonesia. Ini tampaknya menjadi tugas pengurus PSSI, juga menpora. Kami juga tidak ingin dengan hadirnya pemain-pemain yang diaspora ini malah menyingkirkan peran-peran pemain lokal. Saya lihat Marselino Ferdinan, Witan, kemudian Hokky Caraka, dan lain sebagainya. Mereka hanya diberikan kesempatan di babak kedua,” kata Habib.

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Nasdem Eva Stevany Rataba mengatakan naturalisasi hanya mampu meningkatkan prestasi untuk jangka pendek. Namun, PSSI dan Kemenpora perlu fokus dalam pembangunan dan pengembangan pemain sepak bola yang ada di Indonesia untuk jangka panjang.

“Sekali lagi, anak-anak bangsa ini mungkin butuh perhatian. Agar ke depan jangan ketergantungan kepada para pemain naturalisasi. Kami berharap suatu saat tim nasional sepak bola bisa menunjukkan prestasinya di tingkat internasional di mana di situ lebih banyak diisi oleh putra-putri yang lahir dan besar di negara ini,” ujar Eva.

Anggota Komisi Olahraga Fraksi Partai Gerindra Ruby Chairani Syiffadia mengatakan naturalisasi bukan sekadar formalitas melainkan sebuah tanggung jawab besar untuk membawa kejayaan bagi sepak bola Tanah Air. “Untuk Tim dan Dion, kami berharap Anda akan bermain dengan keberanian, Anda akan bermain dengan hati, dan Anda akan bermain untuk menang,” kata politikus 26 tahun itu.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |