TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengklaim Indonesia bakal bisa mencapai swasembada pangan dalam beberapa bulan atau lebih cepat dari target awal yakni selama empat tahun. Jika berhasil, ia akan menyamai rekor Presiden Soeharto (1966-1998) yang mengantar RI swasembada beras pada 1984.
“Sekarang sudah terbukti bahwa target yang saya kasih empat tahun, ternyata mungkin beberapa bulan ini kita sudah swasembada. Tapi kita tidak gembar-gembor. Tidak kita akan umumkan kita swasembada,” ujar Prabowo di Kementerian Pertanian Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, Indonesia semakin dekat dengan sasaran swasembada pangan. Target ini akan tercapai dengan pertama-tama mewujudkan swasembada beras, kemudian berlanjut ke swasembada pangan. Namun ia tak merinci bahan pangan apa saja yang akan mencapai swasembada.
“Saya tekankan lagi bahwa masalah swasembada pangan, masalah pangan adalah hidup dan matinya bangsa Indonesia,” ujarnya.
Jika Indonesia mau jadi negara maju, ujar Prabowo, pangan harus aman. Ia meminta semua pihak bekerja sama mendukung tujuan ini. Target ini harus dikejar dengan patriotisme yang tinggi.
Dalam meningkatkan produksi padi, semua lini dan kekuatan dikerahkan termasuk TNI. Presiden Prabowo bahkan meminta TNI AD fokus mengurus masalah ketahanan pangan demi memperkuat lumbung pangan yang ada di daerah.
Hal tersebut dikatakan Prabowo kepada jajaran pejabat TNI AD lewat video conference dalam rapat pimpinan TNI AD yang digelar di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Senin.
"Tadi di sela-sela rapim, sempat ada pengarahan dari Presiden juga, bahwa Presiden sangat fokus tentang masalah pangan ini," kata Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak kepada wartawan usai menggelar rapim, seperti dikutip Antara.
Perintah presiden tersebut langsung ditindaklanjuti Maruli dengan beberapa program ketahanan pangan seperti memanfaatkan lahan tidur di seluruh Indonesia menjadi perkebunan dan lumbung pangan.
Dalam proses pemanfaatan lahan tersebut, TNI AD menggandeng beberapa pihak di antaranya PT Perkebunan Nasional (PTPN) dan Kementerian Kehutanan. Kerja sama itu dilakukan agar pemanfaatan lahan tidak terbentur izin sehingga dapat diolah secara maksimal.
"Kita sudah buat ya, ada di Cibenda, Ciemas, nanti ada lagi di Purwakarta, di Cianjur, di Puslatpur, Lampung, Baturaja," katanya.
TNI AL juga ikut menggarap lahan untuk menghasilkan beras. Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali panen raya padi di lahan Pangkalan TNI AL Lampung dan Yonif 9 Marinir sebagai bentuk dukungan terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan ketahanan pangan.
"Panen raya di lahan Lanal Lampung dan Yonif 9 Mar ini juga dapat di jadikan sebagai program MBG untuk para murid sekolah, kemudian juga sebagai ketahanan pangan," katanya di Kabupaten Pesawaran, Lampung, Senin, seperti dikutip Antara.
Dia mengatakan bahwa TNI AL saat ini mengelola lahan seluas 500 hektare termasuk yang berada di Lampung dalam upaya mendukung Asta Cita Presiden RI di bidang ketahanan pangan.
"Untuk keseluruhan luas lahan yang dikelola TNI AL itu ada 500 hektare dan yang baru panen raya padi sekitar 250 hektare. Dengan masing-masing dapat memproduksi sekitar 5 ton per hektarenya," kata KSAL.
Swasembada Beras Era Soeharto
Presiden Soeharto berhasil mengubah Indonesia sebagai pengimpor beras terbesar pada 1960-an sampai 1970-an menjadi negara dengan swasembada beras pada 1984. Bahkan ia sempat mendapat penghargaan dari FAO pada 1985, demikian menurut laman Museum Kepresidenan RI.
Sayangnya, swasembada beras ini hanya bertahan sampai 1988. Setelah itu, Indonesia kembali mengimpor beras sampai 2024.
Namun menurut laman Badan Pangan Nasional, tekad menyetop importasi beras yang digagas Pemerintahan Presiden Prabowo dilaporkan turut mempengaruhi penurunan harga beras di pasar internasional.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi dalam Rapat Koordinasi Bidang Pangan Provinsi Banten yang dihelat di Pendopo Gubernur, Serang, Banten, 10 Januari 2025.
"Ternyata kebijakan kita turut memicu harga beras di pasar dunia turun. Begitu Pak Menko sampaikan bahwa kita tidak mengimpor 4 produk pangan, salah satunya beras. Beras dari beberapa negara turun mulai dari USD 640 per metrik ton, turun lagi ke USD 590 sampai USD 490. Hari ini sudah dekat-dekat di USD 400-an. Jadi luar biasa kebijakan kita hari ini," kata Arief.
Berdasarkan data perkembangan harga beras putih 5 persen (Free on Board) dari beberapa negara yang dihimpun tim BPN, terlihat rata-rata harga beras dari Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Myanmar pada Januari 2024 berada di rentang harga USD 622 sampai 655 per metrik ton.
Dikritik Guru Besar IPB
Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, mengkritik target swasembada pangan yang dinilainya masih tak jelas. Salah satunya karena ada berbagai pengertian swasembada pangan.
"Swasembada pangan itu pengertian siapa yang dirujuk?” ujar Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) itu saat dihubungi Tempo, Sabtu, 28 Desember 2024.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), misalnya, mendefinisikan swasembada pangan sebagai angka nisbah produksi per konsumsi sebesar satu atau lebih besar. Artinya, negara disebut mencapai swasembada pangan jika nisbah rasio produksi sama atau lebih dari satu.
Swasembada pangan juga dapat dilihat dari neraca ekspor-impor. Andreas menjelaskan, sebuah negara bisa disebut mencapai swasembada pangan jika telah mencapai surplus ekspor. Sebaliknya, jika kemampuan negara memenuhi kebutuhan pangan penduduk masih minus, ia belum mencapai swasembada pangan.
Pada 2023, Kepala Biotech Center IPB University ini pernah mencatat realisasi impor pemerintah delapan komoditas pangan, yakni gandum, beras, jagung, bawang putih, gula, ketela pohon, dan kacang tanah. Impor seluruh komoditas itu mencapai 29 juta ton, naik dari 21,95 juta ton pada 2014 dan 8,50 juta ton pada 2004.
"Kalau definisi seperti itu, kiamat kurang satu hari juga enggak akan swasembada. Bagaimana caranya menghapus 29 juta ton untuk delapan komoditas pangan?" ujarnya.
Andreas menilai, target swasembada pangan perlu diubah dari target swasembada berbagai komoditas menjadi target mengerem laju impor pangan. Jika pemerintah mampu mempertahankan impor pangan yang saat ini mencapai 29 juta ton, kata dia, itu sudah sebuah prestasi yang luar biasa.
Han Revanda dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.