TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada Kamis, 21 November 2024, mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan "kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang."
Hal ini menandai eskalasi yang signifikan dalam tindakan hukum terkait perang di Gaza, yang mewajibkan 124 negara anggota ICC untuk menahan Netanyahu dan Gallant jika mereka memasuki wilayah mereka.
Pengadilan mengumumkan penolakan dengan suara bulat atas banding Israel yang menantang yurisdiksi ICC.
ICC menyatakan bahwa ada "alasan yang masuk akal" untuk meyakini bahwa Netanyahu dan Gallant "memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan perang dengan menggunakan kelaparan sebagai metode perang."
Laporan tersebut juga mengindikasikan bahwa mereka "dengan sengaja dan sadar merampas sumber daya penting penduduk sipil Gaza, termasuk makanan, air, pasokan medis, dan bahan bakar.
Netanyahu sebelumnya telah menolak permintaan jaksa penuntut ICC pada Mei untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan, dan menggambarkannya sebagai "tidak masuk akal dan salah" dan "distorsi realitas."
Selain itu, pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk pemimpin Hamas Mohammad Deif, dengan tuduhan dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.
Pengadilan tidak memiliki kepolisian sendiri untuk melakukan penangkapan dan bergantung pada negara-negara anggotanya untuk hal tersebut. Anggota ICC meliputi semua negara Uni Eropa, Inggris, Jepang, Brasil, Australia, dan Kanada, dan di wilayah Timur Tengah, Palestina dan Yordania.
Israel mengutuk putusan ICC
Dalam sebuah tulisan di X, pemimpin oposisi Israel Yair Lapid mengutuk putusan pengadilan tersebut, dan menggambarkan perang Israel di Gaza sebagai perjuangan untuk mempertahankan hidup "melawan organisasi teroris".
Mantan Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman juga berbicara menentang keputusan tersebut, dan menulis di X bahwa hal itu menunjukkan "standar ganda dan kemunafikan" komunitas internasional.
"Negara Israel tidak akan meminta maaf karena telah melindungi warganya dan berkomitmen untuk terus memerangi terorisme tanpa kompromi," kata Lieberman.
AS mendukung Netanyahu melawan ICC
Pada bulan Juni, Dewan Perwakilan Rakyat AS meloloskan sebuah RUU yang, jika diberlakukan, akan mencabut visa AS bagi para pejabat ICC, membatasi masuknya mereka ke Amerika Serikat, dan menjatuhkan sanksi finansial kepada personel ICC yang terlibat dalam upaya mengadili atau menahan sekutu AS.
Pada saat itu, Presiden AS yang sedang menjabat, Joe Biden, menyuarakan penentangan yang kuat terhadap undang-undang tersebut, yang disahkan dengan suara mayoritas 247-155, termasuk dukungan dari 42 anggota Partai Demokrat.
Senator John Thune, yang akan menjadi pemimpin mayoritas Senat, mengatakan pada Minggu, 17 November 2024, bahwa Amerika Serikat harus memberlakukan undang-undang yang menjatuhkan sanksi kepada ICC jika mereka terus mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atau pejabat Israel lainnya.
"Jika ICC dan jaksa penuntutnya tidak membatalkan tindakan mereka yang keterlaluan dan melanggar hukum untuk mengejar surat perintah penangkapan terhadap para pejabat Israel, Senat harus segera mengesahkan undang-undang sanksi, seperti yang telah dilakukan oleh DPR secara bipartisan," tulisnya di X.
Surat Penangkapan Mohammed Deif
Dalam sebuah pernyataan terpisah, ICC juga mengatakan bahwa Mohammed Deif, yang bernama lengkap Mohammed Diab Ibrahim al-Masri, harus ditangkap secara internasional.
Surat perintah untuk Al-Masri mencantumkan tuduhan pembunuhan massal selama serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel yang memicu perang Gaza, termasuk pemerkosaan dan penyanderaan.
Israel mengklaim telah membunuh Deif, pemimpin lama sayap bersenjata Hamas, Brigade Qassam, dalam sebuah serangan udara pada bulan Juli lalu. Serangan terhadap zona aman tersebut menghantam tenda-tenda yang menampung para pengungsi Palestina dan sebuah pabrik penyulingan air, menewaskan sedikitnya 90 orang dan melukai 300 lainnya. Pihak penuntut mengindikasikan akan terus mengumpulkan informasi terkait kematiannya.
Sebelumnya, jaksa ICC, Karim Khan, juga mengajukan permohonan untuk surat penangkapan atas Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar. Tetapi surat tersebut dicabut karena kedua petinggi Hamas itu telah dinyatakan tewas.
AL MAYADEEN | AL JAZEERA | REUTERS