TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengumumkan susunan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partainya pada Kamis kemarin, 7 November 2024. Salah satu nama yang menjadi pengurus DPP Golkar itu adalah Ali Mochtar Ngabalin.
Dalam susunan DPP Partai Golkar periode 2024-2029, Ngabalin menjabat sebagai Ketua Bidang Kebijakan Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional.
Bahlil yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ini mengatakan, pemilihan para pengurus DPP Golkar telah melalui pertimbangan dari berbagai aspek. Bahlil menyebut susunan kepengurusan itu juga sudah memperhatikan masukan dari organisasi hingga organisasi sayap Partai Golkar.
"Dengan memperhatikan sumber pengkaderan, baik organisasi yang didirikan maupun yang mendirikan, dan organisasi-organisasi sayap lain," ucap dia.
Bahil mengatakan jumlah pengurus DPP tersebut berkurang dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai sekitar 250 orang. Dia mengatakan awalnya pengurus periode ini berkisar di angka 100 orang.
"Tapi karena animonya tinggi, maka jumlahnya disepakati menjadi 153 orang," ujarnya.
Profil Ali Mochtar Ngabalin
Ali Mochtar Ngabalin sempat menjadi Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden atau KSP di era Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Ngabalin lahir di Fakfak, Papua Barat pada Desember 1968. Ia menempuh pendidikan dasar di SD Inpres dan lanjut ke Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di Fakfak. Ngabalin juga pernah menempuh pendidikan di Muallimin Muhammadiyah, Makassar.
Ia merupakan lulusan Sarjana Penerangan Penyiaran Agama Islam di IAIN Alauddin Makassar. Selain itu, Ngabalin juga pernah mengenyam studi di Universitas Indonesia pada jurusan Ilmu Komunikasi.
Ngabalin dikenal juga sebagai politikus, pengajar dan mubaligh. Ia tercatat pernah menjadi anggota Komisi I DPR RI periode 2004-2009 dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi melalui Dapil Sulawesi Selatan II. Saat itu, ia merupakan kader Partai Bulan Bintang (PBB) dan pernah menjadi Ketua DPP PBB. Pada 2010, Ngabalin berpaling ke jaket kuning, ia pindah ke Partai Golkar.
Dulu, ia juga tercatat kerap mengkritik pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Pada masa Pilpres 2014, Ngabalin menjadi Direktur Politik untuk tim pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Namun, pasangan ini kalah meraup suara.
Selain itu, Ngabalin pernah menyebut pemerintahan Jokowi periode pertama berpotensi otoriter. Hal ini ia utarakan setelah Mahkamah Konstitusi menolak gugatan Prabowo-Hatta atas hasil Pilpres 2014.
"Mahkamah Konstitusi memang sudah memutuskan, tapi bukan mustahil bahwa Jokowi dan Kalla nantinya adalah orang yang otoriter," kata Ngabalin dalam dalam laporan Tempo Agustus 2014.
Ia pernah pula meminta para pendukungnya untuk berdoa agar Tuhan memenangkan gugatan mereka terhadap hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi. Kemudian, Ngabalin pernah ikut demonstrasi besar Aksi Bela Islam yang menuntut agar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dipenjara. Aksi tersebut dikenal sebagai Aksi 411.
Pada 2018, Ngabalin masuk ke lingkaran istana, ia ditunjuk sebagai Tenaga Ahli KSP yang dikepalai oleh Moeldoko. Pada Oktober 2021, Ngabalin ditarik untuk mengisi kursi Komisaris Independen Terminal Petikemas Indonesia.
Selain aktif sebagai politikus, Ngabalin juga seorang mubaligh dan pernah memimpin Pondok Pesantren Darul Fallah di Palu. Kemudian, Direktur Eksekutif Indonesian Network for Crisis, hingga Direktur Eksekutif Adam Malik Center.
Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua DPP Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia, Ketua DPP Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia, Sekretaris Dewan Pakar Komite Independen serta Pengawas Kinerja dan Pemilihan Kepala Daerah Indonesia.
NANDITO PUTRA | ANNISA FEBIOLA