TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016, yang menyeret mantan menteri Tom Lembong.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah kami peroleh selama penyidikan, maka tim penyidik telah mendapatkan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sembilan tersangka tersebut merupakan orang swasta. Mereka adalah: 1. TWN selaku Direktur Utama PT AP, 2. Presiden Direktur PT AF bernama WN, 3. AS selaku Direktur Utama PT SUJ
4. Direktur Utama PT MSI bernama IS, 5. PSEP selaku Direktur PT MT, 6. HAT selaku Direktur PT DSI, 7. Direktur Utama PT KTM bernama ASB, 8. Direktur Utama PT BMM bernama HFH dan 9. ES selaku Direktur PT PDSU.
Kronologi
Menurut Abdul Qohar, kronologi kasus dugaan korupsi impor gula sebagai berikut:
Pada 2015: dilakukan rapat koordinasi bidang perekonomian yang salah satu pembahasannya adalah bahwa Indonesia pada Januari sampai April 2016 diperkirakan mengalami kekurangan gula kristal putih (GKP) sebanyak 200 ribu ton.
Namun, dalam rapat tersebut tidak pernah diputuskan bahwa Indonesia memerlukan impor GKP.
November–Desember 2015: tersangka Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan manajer senior bidang bahan pokok pada PT PPI untuk bertemu dengan delapan perusahaan swasta, yakni PT AP, PT AF, PT SUJ, PT MSI, PT PDSU, PT MT, PT DSI, dan PT BMM sebanyak empat kali untuk ditunjuk sebagai pihak yang akan melaksanakan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi GKP.
"Jadi sebelum ada penandatanganan kontrak, delapan perusahaan tersebut sudah diundang lebih dahulu. Sudah diberi tahu bahwa mereka nanti yang akan melakukan pengadaan GKM yang kemudian untuk diolah menjadi GKP dalam rangka stabilisasi harga pasar dan stok gula nasional," ujarnya.
Januari 2016: tersangka Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk mengelola GKM menjadi GKP melalui kerja sama produsen gula dalam negeri sebanyak 300 ribu ton dalam rangka pengelolaan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula.
"Jadi, penugasannya baru belakangan setelah mereka melakukan rapat empat kali untuk ditunjuk sebagai importir gula," kata Qohar.
PT PPI selanjutnya membuat perjanjian dengan delapan perusahaan tersebut untuk mengolah GKM dan diterbitkanlah persetujuan impor gula kepada perusahaan-perusahaan tersebut oleh Kementerian Perdagangan. Padahal, yang boleh diimpor secara langsung adalah GKP dan yang boleh mengimpor adalah BUMN.
Terlebih, delapan perusahaan gula itu hanya memiliki izin industri sebagai produsen gula rafinasi.
7 Juni 2016: tersangka Tom Lembong memberikan izin persetujuan impor GKM kepada PT KTM sebanyak 110 ribu ton.
Terhadap hasil pengolahan gula tersebut, PT PPI seolah-olah membelinya. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran melalui distributor terafliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram yang mana lebih tinggi daripada HET saat itu yang sebesar Rp13.000 per kilogram.
PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan tersebut sebesar Rp105 per kilogram.
"Dengan adanya penerbitan persetujuan impor GKM menjadi gula GKP oleh Menteri Perdagangan saat itu, Saudara TTL (Tom Lembong) kepada para tersangka yang merupakan pihak swasta, menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar pada masyarakat tidak tercapai," ucapnya.
Pasal yang disangkakan kepada para tersangka yaitu Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selama 20 hari ke depan, sebanyak tujuh tersangka akan menjalani masa penahanan. Sementara itu, dua tersangka lainnya, yakni HAT dan ES, masih dalam pencarian.
Tom Lembong: Ada Harapan Baru
Tersangka dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengatakan bahwa pada tahun ini dirinya memiliki harapan baru meskipun menghadapi banyak tantangan.
Hal tersebut disampaikan oleh Tom usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
“Ada harapan yang baru di tahun ini meskipun menghadapi banyak tantangan,” kata Tom ketika digiring penyidik menuju mobil tahanan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa malam, 14 Januari 2025.
Selain itu, Tom juga menyampaikan ucapan terima kasih ketika awak media melontarkan pertanyaan.
“Terima kasih semuanya,” ucapnya.
Adapun Tom menjalani pemeriksaan sebagai saksi sejak Selasa pagi. Ia terpantau keluar dari Gedung Kejaksaan Agung pada sekitar pukul 20.00 WIB.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan bahwa penyidikan terhadap Tom Lembong saat ini sudah berada pada puncak penyelesaian lantaran telah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain dan sebaliknya.
"Yang pasti, biasanya kalau TTL (Thomas Trikasih Lembong) sudah diperiksa untuk tersangka ini, tersangka ini sudah diperiksa untuk TTL, berarti, 'kan, penyidik sudah tinggal di puncak dalam konteks penyelesaiannya," ucapnya.
Terkait kapan berkas Tom Lembong dilimpahkan, ia masih belum bisa mengungkapkannya. Namun, dirinya menegaskan bahwa penyidik terus melakukan langkah-langkah untuk mendalami kasus ini.
"Kita tegaskan bahwa penyidik tidak akan main-main. Siang dan malam fokus bagaimana menyelesaikan perkara-perkara ini, termasuk Pak TTL," ujarnya.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015–2016 dan Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Dalam keterangannya, Kejagung menuturkan bahwa kasus ini bermula ketika Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih.